Ini hari besar Amanda dan Ben. Mereka selesai melaksanakan sumpah dan janjinya. Sah menurut agama dan hukum. Mereka terlihat sangat bahagia. Setelah perjalanan panjang menuju hari ini. Akhirnya mereka sampai pada titik akhir perjalanan awal, karena pernikahan ini adalah babak baru untuk sebuah perjalanan yang harus mereka lewati.
Amy menatap Amanda dengan mata berkaca kaca, sahabatnya begitu cantik berbalut baju pengantin berwarna putih dengan taburan manik manik yang berkilauan. Wajah cantiknya tampak selalu mengumbar senyum bahagia. Sementara di sebelahnya Ben tidak jauh berbeda. Pria itu begitu sumringah. Tawa keras terkadang diumbarnya diantara candaan dari sahabatnya.
" Kau tidak kalah cantik dengan pengantin disana."
Sebuah bisikan membuat Amy menolehkan tatapannya. Sepasang mata hazel menatapinya dengan binar penuh cinta. Amy mengukir senyumnya. Sekilas menatap terpana pria yang kini begitu gagah berbalut tuxedo warna hitam. Dia tanpa ragu melingkarkan tangannya di seputar tubuh besar itu. Seolah dia ingin mengabarkan pada semua yang ada disana, bahwa pria tampan ini miliknya. Pria itu menyambutnya dengan rengkuhan hangat dan ciuman lembut di keningnya. Amy tertawa pelan.
" Pasangan yang akan menikah berikutnya."
Usik sebuah suara yang diiringi kekehan. Amy menemukan tatapan Yola yang menggodanya. Dia tersipu. Pipinya bersemu merah. Yola berlalu melewatinya dengan tatapan terus menggodanya.
" Jika kau selalu tersipu seperti ini, jangan salahkan aku jika selalu ingin menciummu." Bisik pria yang masih tetap memeluknya dengan hangat. Lalu ciuman lembut mendarat dipipi merona itu.
" Aku harus kembali, cutiku hanya seminggu." Ucap Amy pelan, ada gurat kesedihan tertangkap mata Eric. Pria itu mengusap lembut pipi gadis itu.
" Aku akan menemanimu." Ucapan pria itu membuat Amy mendongakkan wajahnya. Eric tersenyum menatap gadis itu.
" Aku akan menemanimu, jadi jangan sedih." Ucap Eric lagi meyakinkan gadis itu.
" Lalu bagaimana pekerjaanmu disini?" Tanya Amy sambil menatap pria itu.
Eric menarik tangan Amy untuk menjauh dari keramaian. Dia butuh tempat yang tenang untuk bicara. Eric mencari tempat yang nyaman untuk mereka duduk dan bicara. Sebuah bangku kayu diujung halaman yang menjadi tujuannya.
Lembut Eric mendorong tubuh Amy untuk duduk lalu dia pun menempatkan dirinya disebelah gadis itu. Amy hanya diam menunggu Eric untuk berbicara. Dia menatap kebagian dalam ruangan yang masih ramai.
Lama Eric terdiam, sepertinya dia mencari kata kata yang tepat untuk diucapkan. Sesekali dia melirik Amy yang masih asik menatap orang orang yang sibuk mencicipi makanan dan minuman di dalam sana.
Akhirnya Eric menyentuh raut wajah Amy perlahan dan menghadapkannya ke dirinya. Dia mengagumi mata bermanik amber itu yang mengerjap setelah menatapnya. Dia menatap wajah cantik di depannya. Gadis itu melumat bibirnya sendiri. Sepintas ada rasa ingin sekali melumat bibir tipis itu. Hasrat itu di tahannya, tapi tidak. Eric tidak tahan untuk tidak menyatukan bibirnya. Dia menyalurkan hasratnya. Amy gelagapan karenanya.
" Jangan melumat bibirmu seperti itu dihadapan orang lain, sayang." Bisiknya sedikit emosi.
Amy menatapnya tak mengerti. Binar matanya membuat Eric semakin jatuh cinta. Eric mengerang frustasi.
" Ya Tuhan, aku begitu jatuh cinta padamu, dear." Ucapnya sambil memeluk gadis di depannya.
" Honey, menikahlah denganku." Bisiknya ditelinga gadis itu.
Kata kata Eric tentu membuat Amy menegang. Dia mendorong tubuh Eric yang sedang memeluknya. Dia menatap mata hazel pria itu yang beriak mengisyaratkan cintanya. Amy mencari kepura puraan atau kebohongan atau nada bercanda di sana. Tapi dia tidak menemukannya, yang dia temukan hanya lumuran cinta yang terpampang begitu nyata. Dia menemukan kesungguhan dan keseriusan dari sorot mata yang dikaguminya itu.
" Apakah harus secepat ini?" Tanpa sadar tanya itu yang terucap dari bibir tipis Amy. Eric mengangguk meyakinkannya.
" Aku terlalu lama mencintaimu tanpa mengutarakannya, Am. Ketika aku berkesempatan untuk itu, aku tidak hanya ingin memintamu menjadi kekasihku. Tapi aku ingin memintamu menjadi istriku. Jadi Am, aku memintamu untuk tinggal karena aku akan menikahimu dan menjadikanmu istriku."
Suara itu begitu lembut terucap di hadapan wajahnya. Amy tak lagi mampu menahan butiran bening yang lolos dari matanya. Dia menangkap kesungguhan disetiap kata yang terucap dari mulut pria di hadapannya ini. Pria yang kini menatapnya dan membingkai hangat wajahnya. Pria yang mengukir senyum dengan begitu manis, bahkan mata hazelnya pun ikut tersenyum. Amy menggeleng lemah. Bibirnya bergetar perlahan. Sedikit tergagap dia berucap.
" Aku..aku..tak mungkin bisa menolaknya." Ucapnya kemudian, kristal bening yang keluar dari matanya semakin deras. Eric menciumi dengan penuh sayang.
" Thank you, dear. I love you..I love you.."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Lover ( Completed )
General FictionAmy Clint adalah seorang dokter specialist anak yang selalu sibuk. Dia selalu melupakan akhir pekan dan liburannya. Kekasihnya Dex Camaroen, seorang CEO perusahan besar. Dia lebih sibuk dari Amy. Mereka jarang bertemu atau menghabiskan waktu berdua...