Amy menemui Eric yang sudah menunggunya di lobby Villa. Pria itu terlihat segar dengan celana Chino dan kaos lengan panjang warna moss green.
Topi warna hitam menutupi kepalanya. Dia begitu santai dengan sepatu sport putihnya. Pria itu menyambut Amy dengan senyum.
Wajah Amy dingin tak bersahabat. Dia menatap Eric dengan sinis. Tapi Pria itu malah tertawa dan Amy menatapnya galak.
" Kenapa tertawa?" Ketusnya.
Eric tidak menjawab. Dia malah berjalan menuju mobilnya. Dia membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan Amy untuk masuk.
" Ya Tuhan.." Desis Amy.
Dia sedikit berdecak kesal. Dia lupa bahwa mobil Eric tinggi. Sementara dia saat ini memakai rok span.
Dia kebingungan bagaimana cara naik ke mobil tersebut. Dia sekilas menatap Eric yang dengan senyum menatapnya.
" Butuh bantuan?" Tanyanya seolah mengejek.
Amy mendengus. Eric tidak butuh jawaban Amy. Segera saja dia mengangkat tubuh gadis itu dan mendudukkannya di kursi mobil.
Jeritan tertahan gadis itu tidak dihiraukannya. Kemudian dengan cepat memasangkan seatbeltnya.
Lalu Pria itu berjalan santai menuju kursinya. Duduk dengan tenang di depan kemudinya. Memasang seatbeltya dan tangannya menekan tombol on audio mobilnya.
" Jangan lagu yang berisik." Ucap Amy cepat.
Eric tersenyum. Sebuah lagu slow rock mengalun manis. Amy menarik napas pelan.
" Aku sudah diberitahukan Ben tadi." Ucapnya tenang.
" Diberitahu Ben?" Tanya Amy. Raut wajah gadis itu sedikit cemas.
" Ya, untuk tidak mendengarkan lagu yang berisik dan tidak mengebut." Ucapnya.
Amy memperhatikan Pria yang tangannya begitu terampil memutar kemudi di depannya. Mobil melaju perlahan.
" Hanya itu saja?" Tanya Amy penasaran
"Ya, hanya itu. Apa ada yang lain lagi?" Tanyanya dengan kening berkerut.
" Tidak..tidak." Jawab Amy lega. Berarti Ben tidak menyinggung masalah ciuman itu, batinnya.
Mobil melaju menuju pusat kota. Sedikit macet ketika sampai di pertigaan jalan menuju jalan bebas hambatan.
Hanya sekitar tiga puluh atau empat puluh menit mobil sudah memasuki lapangan parkir pusat perbelanjaan. Amy kembali dibikin jengah.
Ketika Eric kembali menurunkannya dengan cara yang sama seperti kemarin. Tapi kali ini bersyukur tidak ada kejadian seperti kemarin.
Bayangan kemarin itu selalu menghadirkan rona merah di wajah Amy dan ada sedikit getaran aneh dihatinya.
" Kita mau kemana dulu?" Suara Eric memecah lamunan Amy.
" Eh, toko souvenir. Toko yang diujung jalan sana."
Amy menunjuk Toko bercat biru cerah itu. Eric mengangguk, kemudian melangkah.
Langkah Eric yang cepat membuat Amy sedikit kesulitan untuk menjajarinya. Ditambah rok dan sepatu heels yang dipakainya.
Sedikit menyulitkannya untuk melangkah. Eric menghentikan langkahnya dan menatap Amy yang tertinggal dibelakangnya.
Dia tersenyum menatap Amy yang berjalan tergesa. Wajahnya yang putih dan cantik itu terlihat dialiri peluh. Eric mengajaknya duduk sebentar di bangku kayu yang ada disisi jalan.
" Kau bertanya kenapa tadi aku tertawa?" Eric bertanya sambil menatap Amy.
" Lihatlah dirimu. Kita akan mencari souvenir tapi kau berdandan seperti hendak bekerja." Lanjutnya lalu dia terkekeh.
Amy menatap dirinya. Kemeja lengan panjang, rok span sebatas lutut dan sepatu heels cantik. Tak lupa tas mahal tersampir di pundaknya.
" Apa ada yang salah dengan penampilanku?" Tanyanya ketus.
" Tidak, tidak ada yang salah jika itu kau pakai untuk ke rumah sakit atau ke tempat prakterkmu untuk menemui pasien pasienmu. Tapi saat ini kita akan berburu souvenir, Am. Kita akan berjalan dari satu toko souvenir ke toko yang lain. Mencari souvenir yang sesuai dengan harga dan jumlah yang kita cari." Suara Eric begitu lunak, tidak ada kesan menggurui disana.
Pria itu berdiri lalu merentangkan tangannya. Amy menatapnya lekat.
" Lihat pakaian yang kupakai,Am. Setiap orang yang melihat kita pasti akan menyangka bahwa aku seorang sopir yang sedang mengantar nona mudanya berbelanja."
Pria itu terkekeh. Amy tergugu. Dia meresapi setiap kata yang diutarakan oleh Eric. Kata kata sindiran tapi tidak membuat Amy kesal sedikit pun.
Dia malah merasa ada yang memberikannya perhatian. Perhatian dari seorang Pria yang selama ini tidak pernah dia dapatkan dari Dex.
Pria sibuk itu mana sempat menilai penampilannya. Bertemu saja jarang. Amy menatap Eric yang juga menatapnya.
" Antarkan aku ke toko pakaian dulu. Aku akan mengganti pakaianku dan juga sepatunya." Ucapnya datar.
Amy berlalu mendahului Eric menuju toko pakaian yang tidak terlalu jauh. Eric tersenyum lalu dengan patuh mengikutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wedding Lover ( Completed )
General FictionAmy Clint adalah seorang dokter specialist anak yang selalu sibuk. Dia selalu melupakan akhir pekan dan liburannya. Kekasihnya Dex Camaroen, seorang CEO perusahan besar. Dia lebih sibuk dari Amy. Mereka jarang bertemu atau menghabiskan waktu berdua...