Pukul sembilan pagi tepat, kini Jennie bersama dengan Jisoo dan juga Rosé sudah berada di cafe milik Jisoo. Seharusnya saat ini Jennie bekerja, namun ketika dirinya mendengar dari Jisoo bahwa Rosé sedang tidak baik-baik saja, Jennie langsung datang untuk menemui sahabatnya itu.
"Jadi benar kan yang kemarin aku katakan? Soal Lisa bukan?"
Rosé menggeleng. "Saat bersamamu kemarin memang bukan soal Lisa, mungkin karena kemarin aku menunggumu terlalu lama dan juga kelaparan, jadi mood ku berubah. Bukan sama sekali soal Lisa." jelas Rosé sembari meneguk minumannya.
"Kau yakin? Semalam Lisa memberi tau ku bahwa kau dengan dirinya sedikit berdebat. Kali ini soal apa lagi Chaeng?" tanya Jisoo memastikan.
"Ya, aku yakin, sangat yakin. Dan---- soal Lisa, memang benar yang dikatakannya, semalam kami memang sedikit berdebat."
"Mengapa harus berdebat? Tidak bisa dibicarakan dengan baik-baik? Lagian, apa yang kalian perdebatkan? Kau tau? Lisa begitu khawatir denganmu, dia memintaku untuk menghiburmu."
'Khawatir hah? Untuk apa dirinya khawatir?' batin Rosé kesal.
Rosé menghembuskan napasnya pelan, kemudian membenarkan posisi duduknya. "Bukan soal apa-apa, kalian berdua tidak perlu tau, ini tidak penting."
"Lihat kan? Selalu saja kau begini, kapan kau akan berubah Chaeng? Kapan kau akan terbuka denganku?" tanya Jennie yang sedari tadi hanya diam menyimak kini ikut menanggapi Rosé.
Rosé diam, dirinya enggan menjawab. Justru kini dirinya malah asik melahap kentang goreng yang telah dipesannyan tadi, kebetulan perutnya lapar, dirinya belum sempat sarapan.
"Jika tidak penting, mengapa kau sampai menangis?" tanya Jisoo yang kemudian membuat aktivitas makan Rosé terhenti.
DEGH!
Bagaimana Jisoo tau bahwa dirinya semalam menangis? Apa Lisa melihat dirinya menangis? Sialan! Lagian, mengapa sih Lisa harus mencitakan masalah ini ke Jisoo juga Jennie? Apa untungnya bagi dia dan apa untungnya bagi mereka berdua? Khawatir? Sejak kapan Lisa khawatir dengannya? Bodoh.
"Kalimatnya melukaiku, wajar saja jika aku menangis." terang Rosé yang akhirnya bicara, inginnya mengelak namun percuma saja pasti sepasang kekasih di hadapannya ini tidak akan berhenti memberinya pertanyaan.
"Dia menolakmu?" tanya Jennie to the point.
Bodoh, tentu saja sahabatnya langsung tau apa permasalahannya.
Rosé mengangguk pelan, seolah-olah dirinya tidak lagi peduli. Tapi memang harus seperti ini, jika Rosé masih saja berlarut-larut dalam kesedihannya, dirinya akan sulit untuk melupakan Lisa.
"Jadi---- dia tau mengenai perasaanmu?"
"Semacam itu lah." balas Rosé acuh.
Jisoo menghela napasnya panjang, sekarang dirinya tau titik permasalahannya. Jadi, inilah sebabnya Lisa meminta Jisoo untuk menghibur Rosé, karena Lisa yang merasa bersalah telah menolak Rosé dan juga membuat air mata Rosé jatuh. Lisa sendiri bahkan tidak memberi tau soal ini, dirinya justru memerintah Jisoo untuk mencari tau sendiri.
Jika sudah begini pasti akan sangat sulit, yang Jisoo tau adalah Lisa telah memiliki seseorang dihatinya, entah siapa orang itu bahkan Jisoo sendiri yang sahabat dekatnya tidak pernah tau siapa pemilik hati Lisa. Lisa itu hampir sama seperti Rosé, sangat tertutup pada sahabatnya sendiri, menyebalkan.
Siapa sebenarnya orang itu? Siapa pemilik hati Lisa? Mengapa Lisa sangat mencintainya? Bahkan Lisa sampai menolak gadis secantik Rosé, apakah orang itu begitu berharga untuk Lisa? Sampai-sampai saat ini Lisa tidak pernah mau melupakannya bahkan yang Jisoo tau Lisa tidak pernah berhasil mendapatkan cinta orang itu, tapi Lisa hebat karena dirinya tidak pernah mau menyerah dengan mudah.