Sepuluh

2.4K 273 13
                                    

Hujan deras jatuh ke permukaan bumi, menemani Lisa dan Rosé yang kini sudah berada di cafe. Benar, tujuan utama Rosé adalah cafe di seberang apartementnya.

Lisa menguyah permen karet, dengan matanya yang sibuk mengamati ponselnya. Sementara Rosé tengah asik mengamati penyanyi cafe dengan alunan gitarnya.

Lagu yang dibawakan oleh penyanyi itu sangat cocok dengan suasana hatinya, benar-benar nyaman dan pas di kuping. Tanpa disadari, sejak tadi Lisa juga telah mengamatinya.

Lisa tidak pandai berbohong, sama seperti sekarang ini. Bodohnya ia baru menyadari bahwa sahabatnya ini begitu cantik. Ya, Rosé cantik. Dimana saja mata Lisa selama ini?

"Kau tau, aku rindu melihatmu bermain gitar Chaeng."

Spontan Rosé menoleh ke arah sumber suara. Matanya bertemu pandang dengan mata Lisa. Jantungnya berdegup kencang, kala Lisa menatapnya begitu dalam beserta kalimatnya yang membuat Rosé sedikit kebingungan.

"Aku rindu mendengar suaramu saat bernyanyi sekaligus rindu dengan permainan gitarmu. Kau tau, suaramu adalah salah satu suara favoritku, ya meski kau bukan penyanyi tapi serius, mendengar suaramu saat bernyanyi adalah salah satu kesukaanku apalagi sambil kau bermain gitar." ucap Lisa dengan pandangannya yang mengarah ke penyanyi cafe. "Lengkap sudah kebahagiaanku Chaeng." sambung Lisa.

Sial! Lisa memang sialan! Kesekian kalinya Lisa membuat Rosé terbang tinggi namun setelah itu pasti akan kembali dijatuhkan sedalam-dalamnya, Rosé sangat yakin dengan hal itu. Tidak! Rosé tidak boleh bawa perasaan dengan Lisa. Ya---- hanya sekedar sahabat.

"Mengapa diam? Kapan-kapan nyanyikan untukku lagi ya?" pinta Lisa dengan senyumnya.

"Tidak janji."

Raut wajah Lisa spontan berubah, yang tadinya tesenyum senang berubah jadi cemberut. Persis seperti anak kecil yang ingin es krim tapi tidak dipenuhi keinginannya. "Mengapa tidak janji?"

"Ya---- tidak tau juga." jawab Rosé ragu.

"Kau tau---- kau punya bakat yang baik Chaeng, jangan kau pendam sendiri, bagikan juga padaku. Pokoknya kau harus bernyanyi untukku."

Rosé mendengus kesal. "Dasar pemaksa. Kapan-kapan saja ya?"

"Terserah mau kapan, yang penting kau tidak melupakan janjimu padaku."

"Hm."

Lisa terkekeh pelan, ia senang tapi juga merasa bodoh. Senang karena pada akhirnya Rosé mau bernyanyi lagi untuknya namun bodoh juga, bodoh karena ia lupa tidak jadi minta maaf pada Rosé. Sialan! Mungkin nanti saja setelah makan.

Selang beberapa menit pesanan mereka datang, dengan napsu makannya yang besar Rosé segera melahap makanannya. Lisa yang memperhatikan Rosé sedang asik menguyah makanannya jadi terkekeh geli. Lisa tau betul bahwa sahabatnya ini memang pecinta segala macam makanan.

Setelah beberapa menit, Rosé telah selesai menghabiskan makanannya. Kini waktunya Lisa untuk minta maaf padanya.

"Chaeng----" panggil Lisa.

Rosé menautkan kedua alisnya, kemudian diam menunggu Lisa melanjutkan kalimatnya.

"Tadi----- kan aku bilang ada keperluan denganmu."

"Ah, iya. Keperluan apa?" tanya Rosé menatap Lisa.

"Aku---- sebenarnya aku mau minta maaf."

Rosé semakin tidak mengerti, minta maaf? Untuk apa Lisa minta maaf? Apakah Lisa ada kesalahan dengan dirinya? Bahkan, Rosé sendiri tidak ingat. Lisa tidak ada salah kan? Malah beberapa hari ini Lisa merawatnya waktu sakit, lantas mengapa Lisa minta maaf?

They Don't Know About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang