Pandangan Rosé tertuju pada langit malam. Secangkir teh hangat menemani Rosé menghirup petrichor dari balkon kamarnya ketika jam memasuki pukul delalapan malam. Hari ini hujan turun cukup deras. Dan hari Hari ini juga Rosé benar-benar merasakan lelah, lebih tepatnya lelah menangis.
Rosé menghela napas panjang, kemudian meletakkan cangkir teh yang baru ia sesap beberapa kali. Pandangannya kembali tertuju pada langit malam. Percakapannya dengan Lisa sore tadi kembali terngiang-ngiang hebat.
"Aku---- aku rasa aku mulai menyukaimu."
Rosé mengerjepkan matanya tidak percaya. Lisa menyukai dirinya? Mustahil! Lisa hanya mencintai Sana, selamanya akan seperti itu, bahkan gadis itu sendiri yang mengatakan bahwa ia tidak akan berhenti berjuang sampai Sana menjadi miliknya. Dan---- tiba-tiba saja sekarang ini, Lisa mengucapkan kalimat yang berhasil membuat Rosé sangat terkejut.
"Aku serius menyukaimu Chaeng. Awalnya aku juga tidak yakin dengan perasaan ini, tapi---- entah mengapa perasaan ini sangat kuat." sambung Lisa.
Rosé masih diam, ia enggan menjawab. Rosé masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Lisa, tidak mungkin Lisa menyukainya. Rosé yakin, Lisa mengatakan ini karena Lisa merasa bersalah pada Rosé dan Lisa tidak punya cara selain dengan hal seperti ini, ya, Lisa tidak serius dengan kalimatnya.
"Aku tidak mempercayaimu Lisa, lebih baik kau pulang, aku lelah." ujar Rosé yang akhirnya angkat suara.
Lisa menggeleng cepat. "Tidak Chaeng, jangan mengusirku lagi, aku mohon percaya padaku."
"Apa yang harus kupercayai dari kalimatmu? Mustahil kau menyukaiku, bukankah kau hanya mencintai Sana? Kau sangat mencintainya, tidak ada ruang untukku sama sekali di hatimu. Kau sendiri juga mengatakan padaku bahwa kau akan terus berjuang untuk mendapatkannya, bukankah begitu Lisa?"
Lisa menunduk, apa yang diucapkan Rosé benar-benar menusuk baginya. Rosé benar, ia memang sangat mencintai Sana, bahkan memang tidak ada ruang untuk Rosé dihatinya. Tapi---- itu dulu, saat ini entah mengapa ia menginginkan Rosé.
Lisa benci saat ia dan Rosé tidak bersama. Lisa benci melihat Rosé tertawa karena orang lain melainkan bukan karena dirinya. Dan Lisa juga benci saat Rosé lebih bahagia saat bersama orang lain selain dirinya. Itu yang dinamakan cemburu bukan?
Maka dari itu, Lisa yakin dengan perasaannya. Lisa menyukai Rosé, dan ia semakin yakin menyukai Rosé ketika June mengatakan bahwa seharusnya Lisa sangat bersyukur bisa dicintai oleh gadis berhati malaikat seperti Rosé. Ya, June cukup berperan penting bagi Lisa, dan Lisa benar-benar merasa sangat jahat karena ia pernah berniat merebut kekasihnya.
Lisa juga tau, ia hanya sekedar baru menyukai Rosé, bukan mencintainya. Namun, Lisa percaya bahwa cepat atau lambat cinta itu akan datang dengan sendirinya.
"Baiklah Chaeng, aku paham jika kau tidak mempercayaiku. Mungkin untuk saat ini kau belum mempercayaiku, tapi aku yakin cepat atau lambat kau akan mempercayaiku, dan aku sendiri yang akan membuatmu percaya tentang perasaanku padamu."
Rosé tersenyum miris, rasanya ia benar-benar muak dengan semua kalimat yang dilontarkan Lisa. "Bodoh! Kau hanya merasa bersalah padaku, maka dari itu kau berkata mulai menyukaiku, padahal kau tidak sama sekali menyukaiku, benarkan Lisa?"
"Tidak Chaeng! Aku memang punya salah padamu dan aku mengakuinya bahwa aku salah, tapi soal perasaan ini, aku bersungguh-sungguh. Saat aku mengatakan padamu bahwa aku menyukaimu, aku tidak bercanda sama sekali, aku serius dengan ini."
"Kau hanya mencintai Sana, sampai kapanpun kau mencintai dia, cukup Lisa."
"Chaeng---- aku memang mencintai dia, tapi sekarang sudah tidak lagi. Aku menyukaimu, kini aku fokus mengejarmu, aku juga ingin selalu bersamamu, aku juga ingin menjadi orang yang selalu bisa membuatmu tertawa lepas, dan aku ingin menjadi orang yang dapat membuatmu bahagia." ucap Lisa sembari tersenyum samar.