Delapan Belas

2.6K 261 14
                                    

Entah bagaimana caranya, Lisa sudah berdiri di depan pintu apartement Rosé. Senyum terbit dari ujung bibirnya, mengingat bahwa tujuannya kemari adalah untuk memperbaiki semuanya. Lisa pastikan bahwa yang untuk kali ini, ia benar-benar akan memperbaiki semuanya.

Kini Lisa menghirup napas yang dalam kemudian menghembuskannya perlahan, ia gugup? Tentu saja, bisa jadi setelah ia mengetuk pintu Rosé justru langsung mengusirnya, bisa jadi kan? Baiklah, ini sudah waktunya. Lisa dengan perlahan mengetuk pintu apartement Rosé.

Satu kali...

Dua kali...

Tiga kali...

Dan kini empat kali ketuk, namun nihil, pintunya tak kunjung terbuka. Lisa tidak mau menyerah dengan mudah, ia kembali mengetuk pintu itu bahkan kali ini ketukannya cukup keras. Sebenarnya Lisa bisa saja langsung masuk, karena ia juga tau dengan kata sandi apartement Rosé, namun ia mengurungkan niatnya, itu akan terlihat sangat tidak sopan.

Mungkin Rosé sedang tidak berada di dalam, ya---- mungkin nanti saja , dan Lisa akan kembali.  Tapi---- tiba-tiba saja pintu itu terbuka. Pada saat itu juga Lisa mendekap erat tubuh Rosé, Lisa tersenyum samar ketika hidungnya kembali mencium aroma wangi tubuh Rosé. Lisa juga menyadari, bahwa rasanya masih sama, selalu nyaman ketika ia mendekap Rosé.

Sedangkan Rosé, gadis itu menghembuskan napasnya panjang. Ada rasa senang ketika Lisa datang dan spontan mendekap dirinya, namun entah mengapa Rosé juga mendadak jadi risih. Rosé hanya bisa pasrah diam dan membiarkan Lisa mendekapnya erat, karena percuma saja jika ia meronta untuk melepaskannya karena pasti Lisa akan semakin mengeratkan dekapannya.

"Sampai kapan kau akan mendekapku seperti ini?" tanya Rosé dengan ketus.

Lisa menggeleng. "Tidak tau, malah aku berniat tidak akan melepaskannya."

Rosé memutar kedua bola matanya, kemudian kembali menghembuskan napasnya panjang. "Lepas Lisa, aku mulai sesak, kau terlalu erat."

"Aku terlalu erat karena aku juga terlalu merindukanmu." balas Lisa yang masih enggan melepas dekapannya.

"Lisa----"

Belum sempat Rosé menyelesaikan kalimatnya, Lisa sudah terlebih dahulu memotongnya.

"Bisa kita bicara? Jika kau mau bicara denganku maka aku akan melepaskanmu dari dekapanku tapi jika kau tidak mau, maka aku akan terus mendekapmu seperti ini."

Rosé tidak mempunyai pilihan lain selain mau bicara dengan Lisa. "Ayo, bicara di dalam."

Lisa yang spontan mendengar kalimat itu segera melepaskan dekapannya, ia menatap mata Rosé. Lisa tersenyum tipis ketika Rosé juga menatapnya. "Terimakasih."

Rosé tidak menjawab, ia meninggalkan Lisa dan masuk ke dalam apartementnya. Lisa paham, Rosé memang masih kesal dengan Lisa, terlihat sekali dari tatapan mata sahabatnya itu ke arahnya. Tapi---- Rosé begini juga karena Lisa kan? Baiklah, biar saja Lisa menanggung kesalahannya. Lisa kemudian menyusul Rosé ke dalam.

"Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Rosé dengan ketus.

"Aku----"

Ya, Rosé tidak membiarkan Lisa menyelesaikan kalimatnya. "Apa kurang jelas yang aku katakan pada hari itu? Jangan pernah temui aku lagi, anggap saja kita tidak pernah kenal satu sama lain. Kau lupa?"

Lisa menggeleng cepat. "Tentu aku tidak lupa, aku sangat ingat."

"Lalu, apa yang kau lakukan di sini? Kau tiba-tiba datang dan mendekapku, apa yang terjadi denganmu? Bukankah aku sudah membuatmu menderita? Bukankah aku ini licik dimatamu? Untuk apa kau menemuiku lagi?"

They Don't Know About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang