I'm yours

46.9K 6.7K 2.2K
                                    

Jeno sedang duduk di kursi belajar miliknya. Tangannya sibuk mengusap sudut bibirnya yang baru saja sembuh dari luka sobek. Di ranjang kamarnya terdapat seorang laki-laki lain yang sedang duduk dengan kaki menyilang bak seorang anak raja.

"Ya! Aku tidak mengira kau benar-benar memukulku"

Jeno berujar sinis. Lukanya memang cepat sembuh, tapi ia juga merasakan sakitnya meskipun hanya sekejap. Pria yang saat ini duduk dengan angkuhnya itu hanya menatapnya datar. Sialan sekali Na Jaemin.

"Heh! Aku bertaruh Renjun pasti menangis. Kau sangat perduli padanya sampai-sampai mendatangiku tengah malam begini dan memukulku"

Jeno tertawa kecil, sedikit agak miris sebenarnya. Ia memang berhasil membuat Jaemin marah, hanya saja ekspresinya tidak berubah sama sekali. Padahal ia sudah mempersiapkan diri melihat amukan Jaemin. Sayang sekali, dia masih sedatar layar televisi di ruang tengah rumahnya. Tidak seru sama sekali.

"Hei Jaemin-a kau sesuka itu pada Renjun?"

Jeno duduk di kursinya dengan posisi menghadap Jaemin. Pria itu menumpukan dagunya pada sandaran kursi belajarnya. Menatap ekspresi Jaemin dengan seksama. Mencoba mencari perubahan dari raut wajah teman karibnya tersebut.

"Bukankah kau akan menerima tawaran si tua Jung itu? Kau terlalu ambisius untuk menolak posisi kandidat pendamping dan kau juga tidak akan bodoh untuk menolak menjadi penguasa"

Jeno membenarkan posisinya sebelum ia melanjutkan perkataannya.

"Jadi, ku harap kau tidak terlalu memanjakan Renjun kalau kau tidak berniat memilikinya"

Jeno tersenyum miring saat ekspresi Jaemin sedikit berubah. Jeno rasa Renjun cukup berpengaruh untuk Jaemin. Lihatlah hanya dengan membawa sedikit nama Renjun, vampire datar itu sekarang tengah mengerutkan alisnya tanda bahwa ia tidak senang mendengar perkataan Jeno.

"Aku rasa aku cukup bagus untuk Renjun. Kau bisa menyerahkan anak manis itu pada ku"

Belum sempat Jeno menyaksikan ekspresi marah Jaemin, ia sudah merasa badannya terdorong dengan cepat dan membentur meja belajarnya. Beberapa buku dan alat tulis terjatuh dan menimbulkan bunyi berisik yang cukup mengganggu. Jeno masih mempertahankan senyum miringnya. Untung saja tidak ada orangtuanya di rumah.

"Jangan mencoba menguji kesabaranku Jeno-ya"

Suara Jaemin terdengar lebih rendah dari biasanya. Pria yang sedang mencengkram lehernya ini pasti mencoba menekan emosinya. Jeno tahu betul, Jaemin itu hanya kedoknya saja yang terlihat tenang. Tapi di dalam sana, pria bermarga Na itu memiliki emosi yang sedikit susah dibendung. Ia tidak suka rasa sakit, ia tidak suka miliknya diusik dan ia juga tidak suka melepaskan apa yang ia patenkan menjadi miliknya. Sedikit saja ia merasa terganggu, ia akan meledak se-dahsyat bom atom.

Jaemin itu berbahaya, hanya saja ia pandai menyembunyikan diri. Itulah kenapa banyak orang-orang bodoh yang menantangnya dengan alasan merebut posisinya sebagai kandidat pendamping penguasa. Mereka fikir Jaemin hanya vampire remaja ingusan yang tidak tahu apa itu kekuatan dan dominasi. Padahal kekuatan dan dominasilah yang melahirkannya.

"Baiklah baiklah. Aku hanya bercanda Jaemin-a. Lepaskan dulu"

Jeno menyingkirkan tangan Jaemin dari lehernya. Ia kemudian mendorong tubuh Jaemin agar sedikit menjauh dan memberinya ruang untuk berdiri. Jeno mengusap lehernya yang terasa kebas. Sialan sekali Jaemin dan kekuatannya.

"Aku tidak akan mengambil Renjun, dia milikmu. Tidak perlu menatapmu seperti itu"

Jeno menegur Jaemin yang menatapnya sangat tajam dengan nada menggoda, menimbulkan dengusan jengah dari lawannya. Ia jelas tidak kenal takut padahal ia tahu segalanya tentang Jaemin tapi tetap berani menggoda dan mengganggu vampire Na tersebut.

Fonte Di Vita // Jaemren ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang