Why would i cry for you?

41.4K 6K 1.4K
                                    

Haechan menghela nafasnya keras. Benar-benar keras sampai-sampai membuat pria disampingnya menoleh dan menatapnya heran. Dengan tidak perduli Haechan bahkan makin membuat pria itu terkaget dengan tingkahnya yang tiba-tiba mengacak rambutnya sendiri.

"Ada apa denganmu sayang?"

Pria itu menarik tangan Haechan yang masih meremat rambutnya kasar. Haechan begitu frustasi, bukan memikirkan masalahnya namun memikirkan Renjun. Sahabatnya itu beberapa hari ini nampak seperti kehilangan separuh sari kehidupannya. Pria mungil itu tidak fokus pada kegiatannya, tidak bernafsu makan, dan sering melamun.

"Jeno hyung"

Haechan biasanya tidak memanggil kekasihnya dengan nada serius seperti ini. Biasanya ia akan berteriak kesal atau hanya akan memanggil Jeno dengan nada acuh tak acuh. Tapi kali ini berbeda, ia benar-benar harus meminta bantuan Jeno. Tidak ada yang benar-benar mampu mendekati Jaemin selain Jeno.

"Hm? Ada apa?"

Jeno dengan perhatian menata kembali rambut Haechan yang berantakan. Ia menatap kekasihnya itu dengan pandangan lembut. Jeno terlalu dibutakan oleh cinta. Jadi meskipun Haechan terkadang berlaku kasar padanya, vampire Lee itu tidak bisa menghentikan perlakuan penuh perhatiannya.

"Bisakah hyung membantuku berbicara pada Jaemin hyung?"

Haechan menatap penuh harap pada Jeno. Hal yang hampir tidak pernah ia lakukan selama ia mengenal Jeno. Namun kali ini Haechan benar-benar tidak punya pilihan lain selain mengiba pada jeno.

"Tentang Renjun? Aku rasa kita tidak boleh ikut campur dengan masalah mereka sayang. Lagi pula sepertinya hanya Renjun yang terlalu sensitif. Kau tidak perlu khawatir"

Haechan mengernyitkan alis kesal. Terlalu sensitif katanya? Menurut Jeno kesedihan karena mengetahui orang yang dicintai akan berdampingan dengan orang lain sementara mereka tidak bisa pergi itu terlalu sensitif? Wah, Haechan tiba-tiba mulai merasa marah pada kekasihnya yang bodoh ini.

"Jadi menurut hyung Renjun sedang sensitif saat ini?"

Nada suara Haechan terdengar dingin. Ia tidak terima jika kekasihnya itu terlalu mengentengkan masalah sahabatnya. Namun sayangnya Jeno memang terlalu tidak peka. Bahkan sekarang ia mengangguk mengiyakan pertanyaan Haechan.

Haechan memejamkan matanya dan menggigit kecil bibirnya sebelum menghembuskan nafas perlahan. Ia kemudian bangkit dari tempat duduknya, berdiri menghadap Jeno yang menatap ia bingung.

"Aku akan pulang kerumah ibu malam ini. Tidak perlu menungguku"

Haechan kemudian pergi melenggang dengan kaki terhentak. Meninggalkan Lee Jeno yang menatap horor kepergiannya, sebelum kemudian beranjak mengejar Haechan. Jangan lupakan teriakan-teriakan tertahannya memanggil nama Haechan.

'Sial! Sepertinya aku salah bicara'

.
.
.

"Renjun-a"

Jaemin memeluk Renjun dari belakang saat pria kecil itu sedang menyeduh kopi di dapur kecil mereka. Dengan ringan Jaemin mendaratkan kecupan-kecupan kecil di sekitar pundak dan leher Renjun.

"Lapar?"

Renjun bertanya, suaranya terdengar lemah. Jaemin segera membalik tubuh ringkih itu menghadap dirinya. Diperhatikannya wajah pucat itu dengan seksama. Renjun terlihat tidak baik sama sekali dan itu membuat Jaemin khawatir.

"Ada apa denganmu?"

Renjun segera mengalihkan pandangannya. Ia tidak bisa menatap raut khawatir dan bingung Jaemin. Jantungnya berdegup kencang dan hal itu bukan hal yang baik saat ini. Semakin dalam perasaannya akan semakin tersiksa ia kedepannya. Dengan gelengan kecil, Renjun menjawab pertanyaan Jaemin.

Fonte Di Vita // Jaemren ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang