Tubuh ringkih itu terbaring tidak berdaya di atas ranjang miliknya. Keringat dingin turun menetes dari pelipisnya yang basah. Bibirnya nampak pucat membuat rona ceria diwajah tersebut hilang.
Jaemin menatap Renjun yang sedang tertidur pulas itu dengan raut menyesal. Perkataan ibunya pagi ini cukup mengganggu pikirannya. Ia mencoba menerka-nerka apakah Renjun jatuh sakit karena terlalu memikirkannya? Jika diingat-ingat pun Renjun memang menjadi pendiam setelah ia pulang dari kampus dengan keadaan berantakan sehabis berduel. Namun Jaemin masih tidak yakin dengan hal itu.
Dengan lembut Jaemin menyeka keringat di dahi Renjun. Sepersekian detik ia merasakan pergerakan tidak nyaman dari tubuh Renjun sebelum ia melihat mata cantik itu terbuka. Jaemin segera mendekatkan dirinya, menatap penuh kekhawatiran pada pria yang lebih muda.
"Kenapa bangun? Kau butuh sesuatu?"
Tidak bisa disembunyikan lagi, nada khawatir Jaemin meluncur dengan halus. Aura tenang dan dingin miliknya hilang sudah, rasa kasih sayangnya cukup kuat menenggelamkan sisi dinginnya. Jaemin dapat melihat Renjun menggeleng pelan. Wajah pria mungil itu menunjukan ekspresi seakan ingin menangis membuat Jaemin kelabakan.
"Jaemin, kepalaku pusing. Badanku sakit semuaaa~"
Dan benar saja, setelah nada manja itu terucap, tangisan Renjun terdengar. Salah satu tangan mungil itu memegang kepalanya, matanya terpejam dengan lelehan-lelehan air mata beningnya. Jaemin menghembuskan nafas berat, sudah takut Renjun menangis karena alasan yang lain.
"Tidak papa, kau akan sembuh setelah minum obat. Sudah jangan menangis lagi"
Jaemin mengusap-usap kepala cantik itu dengan lembut, berharap bisa mengurangi pusing yang dirasakan Renjun. Sementara pria yang lebih muda malah bergerak-gerak berusaha bangun dari baringannya.
"Mau kemana?"
Jaemin menahan Renjun supaya tidak pergi dari tempat tidurnya, tapi Renjun keras kepala. Renjun malah meraih leher Jaemin dan memeluknya, membuat Jaemin setengah membungkuk.
"Kau ingin dipeluk? Baiklah, aku akan berbaring disampingmu"
Jaemin sudah bersiap melepaskan pelukan Renjun di lehernya, namun pria kecil itu malah semakin mengeratkan pelukannya. Jaemin bisa merasakan Renjun menenggelamkan wajahnya di leher Jaemin dan mengusap-usapkan pipinya di perpotongan leher pria yang lebih tua. Jaemin kembali menghela nafasnya, Jaemin hanya tidak tahu bahwa Renjun akan semakin manja saat sedang sakit. Tapi sungguh Jaemin tidak keberatan sama sekali.
.
.
."Jaeminnie ~ apa Renjun sudah bangun?"
Ibu Jaemin melongokan kepalanya dari pintu kamar Renjun yang sedikit terbuka. Mata wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik itu sedikit membulat terkejut saat menatap pemandangan di dalam kamar inang putranya. Senyumnya merekah cantik saat menatap Jaemin yang sedang mengisyaratkannya untuk tidak berisik dengan meletakan telunjuknya di bibir.
Nyonya Na mengangguk sebelum kemudian keluar dari kamar tersebut dengan satu kedipan jahil yang ia arahkan pada putra semata wayangnya tersebut. Ia kemudian kembali ke dapur dengan sebuah senyum bahagia dan senandung kecil. Perasaan resahnya beberapa menit lalu hilang entah kemana begitu mendapati sang anak dan inangnya nampak begitu dekat dan mesra.
Sangat mesra sebenarnya karena saat ini Jaemin sedang berada di posisi duduknya, bersandar pada kepala ranjang. Renjun berada diatas pangkuannya, melingkarkan kaki dan tangannya di tubuh Jaemin. Kepalanya miring bertumpu di pundak Jaemin menghadap leher pria yang lebih tua. Dengkuran halus terdengar dari bibir mungilnya yang sedikit terbuka. Jaemin gemas, ingin mencium pria mungil ini andai saja ia tidak ingat jika si mungil sedang dalam kondisi tidak sehat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fonte Di Vita // Jaemren ✔
FanfictionDijual orangtuanya sebagai sumber makanan makhluk yang disebut vampire, Renjun mendapat keberuntungan dibalik kemalangannya. Menjadi 'makanan' Jaemin adalah keberuntungan bagi Renjun. Jaemin x Renjun B x B Renmin/Jaemren