Renjun sedang berusaha mencari kotak obat di kabinet dapur. Ia sedikit berjinjit untuk menggapai kotak obat yang ternyata diletakan dibagian atas. Ia segera berlari kecil ke arah kamarnya. Jaemin masih tengkurap dengan bertelanjang dada di ranjang Renjun.
Renjun menghampiri Jaemin dan duduk di sisi ranjang. Lengan Jaemin segera meraihnya saat ia merasakan pergerakan Renjun diatas ranjang. Melingkarkan tangannya dipinggang pria yang lebih kecil. Merengkuhnya dengan posesif.
Renjun segera membuka obat dan mulai membersihkan luka Jaemin dengan alkohol. Sesekali Jaemin merintih pelan menahan sakit dan Renjun akan ikut meringis ketika mendengar rintihannya. Dengan telaten Renjun menbersihkan, merawat dan mengobati luka Jaemin. Berusaha keras melakukannya dengan lembut supaya pria yang sedang terluka itu tidak terlalu merasa kesakitan.
Setelah membalut luka dipunggung Jaemin dengan kain kasa, Renjun menyimpan kotak obat dipangkuannya ke atas nakas. Ia kemudian menatap Jaemin meminta penjelasan. Sementara pria yang ditatap masih memejamkan matanya, seakan tidak menyadari tatapan Renjun.
"Kenapa kau bisa seperti ini?"
Renjun bertanya, nada suaranya sedikit menuntut. Ia begitu penasaran dengan alasan dibalik luka punggung Jaemin yang begitu mengerikan menurutnya.
"Jaemin!"
Renjun memanggil nama pria yang sedang telungkup di ranjangnya itu dengan kesal. Jaemin mengabaikannya. Renjun tidak suka itu.
"Kalau kau tidak menjawab aku tidak mau merawatmu" Renjun memutar tubuhnya. Ia masih duduk di sisi ranjang namun dengan posisi membelakangi tubuh Jaemin. Tangannya terlipat di depan dada. Matanya menyorot tajam karena kesal, sementara bibir bawahnya merengut lucu.
.
.
.Jaemin masih bergeming mendengar ancaman pria kecil yang sedang duduk disampingnya itu. Inginnya ia bangkit dan memeluk pria itu saking gemasnya, tapi luka dipunggungnya membuatnya tidak bisa bergerak. Andaikan saja luka itu bukan dikarenakan perak murni, pasti ia sudah sembuh seperti sedia kala. Ia harus ber terimakasih pada Mark brengsek Lee untuk luka ini.
"Aku berkelahi, dengan siswa tahun terakhir. Berhentilah merajuk Renjun-a. Kau bukan anak kecil"
Bukannya Jaemin takut dengan ancaman Renjun, ia hanya tidak bisa mengabaikan pemuda kecilnya ini. Tangan Jaemin bergerak kembali menarik lengan Renjun agar ia ikut berbaring di ranjang itu. Renjun sendiri masih diam, kukuh dengan acara merajuknya. Pria mungil itu menolehkan kepalanya menatap Jaemin. Wajah kesalnya teramat lucu dan menggemaskan.
"Hei, seorang siswa yang bertengkar tidak akan mengakibatkan luka separah itu. Jangan coba-coba membohongiku"
Mata sipit Renjun menyipit tajam, berusaha mengintimidasi pria yang lebih tua. Jaemin geli sendiri melihat tingkah bocah huang itu.
Dengan susah payah Jaemin berusaha duduk. Ia meringis merasakan sakit yang seperti menyengat di punggungnya. Sial Jaemin ingin sekali mengumpat merasakan sakit yang tidak tertahankan dipunggungnya. Namun saat tangan mungil Renjun berusaha membantunya, juga ekspresi khawatir Renjun yang terpampang didepannya, Jaemin segera menelan kembali umpatan yang sebenarnya sudah siap terucap.
Jaemin duduk bersila di atas ranjang. Ia dapat melihat Renjun sedang memerah. Dengan senyum kecil yang hampir tidak terlihat, Jaemin menyentil dahi Renjun yang saat ini fokusnya mengarah ke tubuh bagian atas miliknya.
"Berhenti memperhatikanku Renjun-a"
.
.
.Suara berat Jaemin seakan menarik kesadarannya. Ia segera menatap wajah Jaemin dan mengalihkan pandangannya dari abs Jaemin. Sial dia ketahuan. Wajahnya merah padam menahan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fonte Di Vita // Jaemren ✔
Fiksi PenggemarDijual orangtuanya sebagai sumber makanan makhluk yang disebut vampire, Renjun mendapat keberuntungan dibalik kemalangannya. Menjadi 'makanan' Jaemin adalah keberuntungan bagi Renjun. Jaemin x Renjun B x B Renmin/Jaemren