13. Kejutan

31 2 0
                                    

"Widiii kemane ni drummer Brotherhood. Manggung, Dek?"

Andra yang tadinya sudah berjalan menuju dapur sontak berjalan mundur menghampiri sang kakak di sofa yang sejatinya ia lewati tadi. Gadis itu memakai kaus hitam lengan pendek v-neck, jeans pensil hitam panjang, sneakers putih dan rambut digerai membuatnya tampak santai dan manis.

"Tumben kalian manggil aku 'adek'," ujarnya heran. Ia kira itu Nova atau Bima, ternyata malah Alden. Tapi ia baru ingat bahwa Nova biasanya kerja sampai jam enam, sedangkan Bima itu tipe mahasiswa kura-kura alias kuliah-rapat kuliah-rapat. Yah, mirip-mirip lah dengan Andra.

"Dipanggil adek salah, dipanggil kunyuk salah, dipanggil tuyul salah. Mau apa kamu?" Aldo ikut membela.

Aduh, kalau urusan menyebalkan, mereka mah tiada duanya. Tapi kan mereka berdua? Jadi hitungannya tidak ada tiganya. Eh?

"Nanti jangan pulang terlalu malem. Sini salim!" Aldo dan Alden menjulurkan tangannya berbarengan membuat Andra mengernyit.

"Heh, aku gak salim kecuali sama Mama, Papa, Kak Nova dan Kak Bima. Rasa hormat aku mahal!"

"Kamu juga harus hormat sama kita, pokoknya harus! Kamu tuh ya, kecil-kecil tapi belagu!"

Andra berdecak sebal sebelum akhirnya mengalah dan mencium tangan kedua kakaknya sebelum melesat ke dapur.

"Mah, Mama dinas apa?"

Diandra yang tadinya sibuk memasak lantas menoleh ke arah putrinya.

"Kamu mau manggung?" Mama memperhatikan pakaian anaknya dari atas sampai bawah. "Nanti Mama mau ke rumah sakit lagi."

Andra mengangguk-angguk lalu berpamitan pada ibunya. "Oh gitu. Yaudah, Andra pergi dulu, Mah."

Namun, air muka Mama sedikit berubah seakan mencegah Andra pergi, dan benar saja, wanita paruh baya itu berujar demikian. "Kamu mesti banget ya manggung sekarang?"

Andra mengernyit bimbang. "Iya sih, soalnya udah dikontrak buat ngisi acara. Nanti dibilang gak profesional. Ini juga Andra ditunggu di depan."

"Oh, yaudah kalau gitu. Kamu hati-hati, inget minum jangan sampai dehidrasi, terus suruh Reon bawa mobilnya jangan ngebut." Mama menghela napas panjang. "Oh, sekalian suruh Alden buat kontak Kak Nova, Kak Bima, sama Papa. Perasaan Mama agak enggak enak."

"Okee?" Andra sempat sangsi untuk pergi mendengar hal itu dari Mamanya. Tapi toh akhirnya ia pergi meninggalkan rumah sembari mengkontak keluarganya sekedar memastikan mereka baik-baik saja.

***

"Sepuluh menit lagi kita, yuk siap-siap." Reon berdiri mengkomando teman-temannya. "Yang haus, minum aja dulu."

"Yuk, Nta, semangat dong," ujar Agus sembari merangkul Anta. "Eh---" Cowok itu tersentak kecil dan langsung memperhatikan wajah Anta.
"Lo sakit?"


Agus menempelkan telapak tangan pada leher dan dahi Anta. Panas sekali. Jika diukur kira-kira mencapai 39 derajat.

Suara Agus menarik perhatian keempat sahabatnya yang lain. Deva yang posisinya agak jauh bahkan langsung melesat dan dengan cekatan mengecek lengan, serta bagian tubuh Anta yang ternyata memiliki bercak merah. Selama ini ia sembunyikan dibalik seragam sekolah.

"Udah berapa kali gue bilang?! Jangan maksa. Lo kira sakit gini gak bahaya?"

Mereka semua langsung bungkam. Walau dengan nada yang ditinggikan sedikit saja, ucapan cowok itu sudah sukses membuat teman-temannya tak bergeming.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang