27. Bom Waktu

21 0 0
                                    

"Bagaimana barang itu bisa ada di tas kamu, Deva?"

Deva diam, tapi tatapan matanya sama sekali tak menyiratkan ketakutan. Datar, santai, tapi cowok itu menegakkan punggungnya agar terlihat serius, setidaknya ia menghargai guru Bimbingan Konseling yang cukup sering ia temui waktu kelas sebelas.

Tak mendapat jawaban, wanita paruh baya itu akhirnya beralih pada anak yang duduk di hadapan Deva. "Gimana kamu bisa menemukan barang itu di tasnya?"

Sepertinya ada yang sedikit terbalik disini. Kalau orang melihat pasti Odin yang dikira sebagai terdakwa karena terlihat ketakutan dan Deva hanyalah siswa kelas duabelas yang minta bimbingan melanjutkan sekolah, sambil ngadem di ruang BK dan absen pelajaran.

"Saya kan dapat bagian sidak di kelas dua belas, terus saya buka tas Kak Ardeva, dan saya ngeliat bungkusan plastik serbuk putih. Saya tanya, kakaknya jawab nggak tau, terus saya tanya sama teman dibilang itu ya itu seperti yang dibilang mencurigakan. Belum sempat melapor udah banyak yang penasaran dan ngefoto-fotoin."

Bu Indri beralih pada Deva. "Lalu benar itu punya kamu?"

"Bukan," jawabnya mantap dan tenang. "Sebelumnya gimana ibu bisa tau itu narkoba?"

"Belum bisa dipastikan karena belum ada penyelidikan dari kepolisian, tapi diduga kuat, Deva. Kamu sebelumnya sempat nitip tas ke orang lain kah?"

Tok tok tok

Sebuah suara dibalik pintu membuat orang dalam ruangan kompak menoleh. Begitu pintu dibuka, Arief langsung masuk disusul oleh Kana... lalu kemudian Andra. Pandangan gadis itu langsung bertemu dengan Deva, mata dengan mata.

Begitu Odin dibawa ke ruang BK, Bu Indri memustuskan untuk langsung memanggil ketua dan wakil ketua OSIS. Bahkan sebelum Bu Indri bertanya, Andra terlebih dulu berdeham, membuat guru paruh baya itu fokus menatapnya. Pokoknya gadis itu ingin segera enyah dari sini.

"Mohon maaf kami dari pihak OSIS ijin menjelaskan," ujarnya tegas. "Rapat untuk sidak sudah dilaksanakan beberapa kali, dan kemarin sudah dilaksanakan rapat dengan pembina OSIS. Kami lakukan sesuai jadwal yaitu sebulan sekali tapi tentunya tanggal pelaksanaan sangat dirahasiakan. Yang bertindak adalah kelas sepuluh, selanjutnya diberikan kepada Sekretaris OSIS untuk didata, dan Ketua OSIS yang melaporkan dan menyerahkan ke Bimbingan Konseling."

Gadis itu menarik napas sejenak. "Karena ini juga pengalaman baru bagi adik kelas kami, ada sedikit miss komunikasi. Dan kehebohan yang terjadi di sekolah itu memang murni kesalahan teknis dari pihak kami."

"Apa kalian bisa pastikan kalau tidak ada sabotase dalam kasus ini?" Kegusaran terdengar jelas dalam kalimat Bu Indri. "Masalahnya begini, kalau memang benar itu adalah sabu-sabu, maka kalian akan berurusan dengan polisi, bukan cuma Deva, juga Odin yang memeriksa, tapi semua anggota OSIS yang terlibat dalam sidak akan diperiksa. Dan satu sekolah bisa diperiksa juga. Kalau kasus ini meledak, nama sekolah pasti akan tercemar, kalian pasti paham itu kan?"

"Saya tau," jawab Andra tegas.

"Kalau begitu sistemnya, maka kemungkinan yang akan dicurigai cuma dua pihak. Deva sebagai tempat dimana barang itu ditemukan, dan anggota kalian."

"Ijin menambahkan, Bu, mengenai sistem sidak," Arief tersenyum sopan. "Begitu siswa masuk ke lingkungan sekolah, motor langsung diperiksa di parkiran saat itu juga, lalu siswa langsung diarahkan ke kelas. Di kelas sudah ditunggu oleh OSIS dan tas nya diperiksa. Para anggota OSIS juga diperiksa apa saja yang mereka bawa sebelum melaksanakan sidak," jelasnya.

BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang