10. Perjuangan Seorang Dixon

15 1 0
                                    

Belum Revisi.





Karessa POV.

Sesuatu terasa sedang menindih tanganku, aku berusaha menggerakkan tubuhku yang sepertinya seluruh otot tubuhku terlepas dari peradapannya. Bahu dan lengan kiriku terasa nyeri. Nafasku tersengal, ditambah dengan suasana gelap membuatku kesulitan meraih oksigen.

Dengan perlahan dan sedikit ku paksakan, akhirnya mata ku dapat menangkap cahaya silau tersebut. Pandanganku ku edarkan keseluruh penjuru ruangan bernuansa putih dengan aroma khas obat obatan.

Disana jam dinding menunjukkan pukul dua lewat 15 siang. Melirik arah samping, dimana sesuatu tengah menindih tanganku.

Arkano tengah menenggelamkan kepalanya ditepi brankar tempat ku tidur sambil menggenggam tanganku yang ia jadikan bantal untuk kepalanya.

Aku berusaha menggerakkan jari jariku untuk membangunkan nya. Lihatlah, ia langsung terbangun dan menatapku dengan mata merah khas bangun tidurnya.

Dengan senyum cerah dan mata berkaca ia berdiri dan mengusap rambutku. Itu bagian terfavorit ku.

"Sa, kamu sudah sadar." Tanya nya dengan masih terus mengusap rambutku, aku hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Menatap nakas yang tak jauh dariku, bermaksud mengkode Arkano bahwa aku sedang haus.

"Ah, aku sampai lupa. Ini, minumlah." Arkano membantuku dengan menempelkan bibir gelas pada bibirku.

Setelah dirasa cukup, ia kembali meletakkan gelasnya dan menekan tombol darurat untuk memanggil dokter dan memeriksa keadaanku.

"Kemana yang lainnya.?" Aku mem0erbaiki posisi baring dan memejamkan mata. Masih sedikit silau dengan cahaya terang diruangan yang ku tempati.

"Sedang mengurus pekerjaan, mungkin nanti sore baru kembali." Jawab Arkano. Belum sempat Karessa menimpali jawaban Arkano, pintu sudah dibuka oleh beberapa orang dengan seragam khas dokternya.

Setelah mereka melakukan beberapa pemeriksaan, dokter yang tak asing bagiku menatap dengan senyum teduhnya.

"Kondisi mu sudah lebih baik, perbanyak istirahat dan jangan terlalu bergerak sampai retak pada bahu kirimu benar benar pulih." Aku hanya mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban.

"Kalau begitu kami permisi. Selamat beristirahat Nona Karessa." Setelahnya, dokter yang diikuti oleh kedua susternya benar benar meninggalkan ruangan dan hanya menyisakan aku dan Arkano.

Author POV

"Gadis nakal." Arkano menghampiri Karessa dan menyentil hidungnya. Arkano benar benar dibuat khawatir semenjak hilangnya Karessa lalu ditambah dua hari Karessa hanya tertidur, enggan membuka mata.

"Bagaimana jika waktu itu ayahmu gagal menemukan mu, bagaimana jika terjadi sesuatu yang lebih fatal padamu. Kau masih harus menyelesaikan sekolahmu bodoh." Arkano memeluk Karessa, menumpahkan segala kekhawatiran yang selama ini mendera. Sedangkan Karessa hanya bungkam dalam pelukan Arkano, sesekali ia menepuk punggung Arkano agar sahabatnya ini tenang.

"Maaf. Kau juga seharusnya bisa merawat dirimu sendiri." Karessa melepaskan pelukan Arkano dan menatapnya kesal. "Lihat, matamu sudah menyerupai panda. Dan apa ini, sudah berapa tahun kau tidak mengganti baju mu.? Lalu kenapa wajahmu terlihat pucat.? Kau sudah berniat pergi ke alam baka huh.?" Cerca Karessa panjang lebar ketika menyadari betapa kacau penampilan Arkano. Sedangkan sang empunya hanya tersenyum tidak berdosa.

"Semua yang kau keluhkan tidak akan mengurangi kadar ketampananku Sa, sudahlah abaikan saja."  Arkano mengibaskan tangan didepan wajah Karessa, lalu meraih mangkuk bubur diatas nakas yang sejak tadi sudah disiapkan oleh pihak rumah sakit.

Arkano & KaressaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang