"Di, ibu ngomong apa?" Pita berbisik pelan setelah ibu Dian melepas kedua pundaknya dan mempersilakan mereka memasuki rumah yang terlihat begitu megah itu. Wanita baya itu memasuki rumah sambil memanggil entah siapa Pita tak tahu. Wanita itu juga tampak berbicara pada seorang wanita. Apa yang mereka bicarakan tak Pita ketahui karena mereka berkomunikasi dalam bahasa Madura.
"Kamu cantik," balas Dian cuek. Ia berjalan mendahului Pita. Ingin segera merebahkan dirinya. Berjam-jam duduk di bus membuat pantatnya terasa gepeng. Padahal Dian memiliki tubuh dengan pantat berisi. Apa kabar si Pita yang bertubuh langsing? Pasti tulang-tulangnya ngilu saking lamanya duduk di atas kursi yang tak begitu nyaman. Setidaknya mereka masih beruntung mendapatkan bus PATAS berpendingin udara. Bayangkan jika mereka harus menaiki bus ekonomi yang biasanya selalu penuh sesak ditambah lagi keriuhan penjaja makanan, obrolan sesama penumpang, bahkan aroma-aroma tak sedap dari tubuh penumpang yang berkeringat sering kali membuat Dian maupun Pita mual seketika.
"Ibu ngomongnya panjang gitu, Di. Masak cuma bilang cantik." Pita mempercepat langkahnya menyusul Dian. Ia penasaran dengan kalimat ibu Dian.
"Tanya aja langsung sama ibu," putus Dian.
"Kenapa nggak nanya sama aku aja, Pit?" Ical tiba-tiba sudah berada di samping mereka sambil mengulum senyum. Pria itu meletakkan travel bag sumber sengketa Pita dan Dian di atas meja ruang keluarga.
"Jangan percaya sama mulutnya Mas Ical, Pit. Sesat tahu nggak." Dian memelototkan matanya mengancam sang kakak.
"Awas kalau aneh-aneh." Dian bukannya tidak mau menjelaskan arti kalimat ibunya. Ia hanya tak ingin Pita merasa tak nyaman dengan kalimat itu. Ia tak ingin merusak suasana yang menyenangkan yang sudah ia rencanakan.
Sejak beberapa waktu yang lalu, ibu Dian memang sudah pernah mengatakan kenapa Dian tidak pulang ke rumah dengan mengajak Pita? Dian bisa mengenalkan sahabatnya itu pada sang kakak. Siapa tahu mereka cocok. Usia Ical sudah cukup untuk mulai merencanakan hidup berumah tangga. Apalagi si sulung, Raihan kakak Ical dan Dian dalam waktu dekat juga akan menempuh hidup baru.
Meskipun belum mengenal Pita. Namun, ibu Dian sudah terlanjur suka pada sahabat Dian itu melalui cerita-cerita yang sering Dian bagi pada ibunya. Bagaimana dekatnya ia dengan Pita. Pita si baik hati yang selalu membantunya, selalu ada kapan pun Dian membutuhkan.
Makanya tak jarang jika Laily, ibu Dian mengirimkan makanan atau juga camilan untuk anaknya, ia juga menyuruh Dian membaginya pada sahabatnya itu.
"Pita, istirahat dulu, Nak. Sambil ibu siapkan makan siang untuk kalian." suara Laily terdengar di seluruh ruang keluarga. Wanita itu mungkin baru saja dari dapur. Terlihat dari nampan yang ia bawa. Nampan berisi minuman dingin yang terlihat menggiurkan.
"Ibu buat apa itu?" Dian seketika menghempaskan tubuhnya di sofa diikuti Pita di sebelahnya.
"Yang pasti kamu tidak akan menolak." Laily membalas. Wanita itu meletakkan nampan yang ia bawa. Kemudian mengangsurkan mangkuk berisi sop buah yang langsung diterima Dian dengan suka rela.
"Panas-panas gini mantap banget makan beginian. Habisin, Pit. Sumpah kamu pasti bakal nagih." Dian menyendokkan isi mangkuk ke dalam mulutnya. Pita hanya mengulum senyum. Menerima mangkuk yang di ulurkan Laily. Setelah mengucapkan terima kasih, gadis itu pun mengikuti Dian menikmati isi mangkuknya.
Benar kata Dian. Rasa sop buah yang ibu Dian buat memang luar biasa. Apa lagi dinikmati dalam suasana panas seperti saat ini.
Mereka berbincang akrab ditemani ayah Dian dan juga Ical. Namun, karena tak tega melihat wajah lelah Pita, akhirnya ayah Dian meminta Pita dan Dian beristirahat di kamar Pita sambil menunggu makan siang mereka siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTAKU TERHALANG STRATAMU
ChickLitMempunyai kekasih tampan, dermawan, baik hati dan bermasa depan cerah adalah impian Pita sejak lama. Dan ajaibnya hal itu terwujud pada sosok yang telah resmi menjadi tambatan hatinya. Namun, tentu saja kenyataan tak seindah harapan. Keluarga sang k...