Dua Puluh Empat

10.9K 1.2K 139
                                    

Versi lengkap bisa diakses di karya karsa, KBM, dan playstore. Versi cetak bisa dipesan di shopee samudra books.

###

"Loh, habis ketemu sama calon keluarga baru kok wajahnya muram gitu? Kenapa, masih kurang ya ketemuannya? Kalau belum resmi nggak boleh sering-sering ketemu, nduk. Nggak baik." Farida menggoda putri bungsunya yang terlihat mengunci mulut sejak mereka meninggalkan restoran tempat keluarganya dan keluarga Dian makan siang.

Pita hanya mengulas senyum lebar. Ibunya selalu bisa membuat dirinya melebarkan senyuman. "Ibu sama ayah dulu waktu nikah ketemunya gimana? Dari pacaran atau dijodohin sama eyang?"

"Loh, kok malah nanya hal yang sudah lewat. Kan ibu sudah pernah cerita. Masak lupa." Farida terkekeh. Ia tahu ada hal yang sedang mengganjal anak bungsunya. Namun gadis itu terlihat masih enggan membagi masalah dengan dirinya. Mempunyai dua orang anak dengan jarak usia yang cukup jauh membuat Pita selalu dimanja. Baik itu oleh dirinya dan suaminya ataupun juga Dimas anak sulungnya yang saat ini telah berkeluarga.

"Iya sih, Bu. Pita ingat. Ayah dan Ibu dijodohkan," Pita terkekeh menyadari kekonyolannya. Ia masih ingat dengan begitu jelas kisah orang tuanya yang sering ia dengar begitu ia menginjak remaja. Kedua orang tuanya menikah karena dijodohkan oleh kakek dan neneknya.

Awal yang sulit saat menyatukan hati mereka yang ternyata tak saling bertaut. Namun perlahan, perasaan itu tumbuh, berakar kuat dan merimbun. Benar kata orang, cinta itu datang karena terbiasa. Terbiasa bersama, terbiasa bertemu, akhirnya rasa saling menyayangi timbul dan perlahan cinta pun muncul.

Saat ini hal itulah yang selalu ada di otak Pita. Perasaannya dan Rajasa masih baru bersemi. Jika ia membasminya mulai saat ini mungkin saja rasa itu akan perlahan hilang. Toh perasaan mereka masih begitu dangkal. Sebelum semuanya memburuk ia harus mengatasinya.

"Sebenarnya ada apa? Pasti ada sesuatu yang jadi beban. Kamu menyesal menerima permintaan keluarga Dian, Nak?" wajah Farida mulai terlihat tak nyaman. Ia memang khawatir jika anaknya menerima pinangan Ical karena sungkan dan anaknya itu ingin membalas kebaikan sahabat dan keluarganya itu.

Pita menggeleng pelan. "Bukan itu, Bu." Pita bingung. Apakah ia harus membagi permasalahannya dengan ibunya ataukah memyimpannya sendiri. Namun mampukah ia mengatasi kerumitan ini jika ia menyimpannya sendiri?

Mengembuskan napas berat, Pita akhirnya berucap, "Pita salah, Bu."

Farida mengerutkan alisnya. Tak paham dengan ucapan sang anak. Suaminya yang sejak tadi berkutat dengan ponsel ditangannya segera mendekat menghampiri mereka. Telinganya menangkap sesuatu yang tidak beres.

"Coba cerita yang lebih jelas, biar Ayah dan Ibu tahu." Tirto menambahi.

Hening cukup lama sebelum akhirnya Pita membuka suara menceritakan semua yang terjadi, mulai dari awal kedekatannya dengan Rajasa hingga kesalah pahaman antara dirinya dan Dian yang berakhir dengan acara makan siang bersama dengan agenda permintaan orang tua Dian untuk melamar Pita.

Farida seketika menunjukkan wajah syok tak percaya. Tangannya seketika menggapai lengan suaminya. Berharap agar kecemasan yang seketika merasukinya segera teratasi. Namun pria paruh baya itu hanya diam. Keningnya tampak berkerut menandakan jika ia sedang berpikir.

Baik Pita maupun Farida tak ada yang berani berucap. Mereka masih menunggu reaksi orang kesayangan mereka dan berharap mendapatkan titik temu.

Menit demi menit berlalu akhirnya terdengar tarikan napas panjang dari sosok yang mereka tunggu kalimatnya terucap.

"Bagaimana perasaan kamu ke Haikal?" Hal itulah yang pertama kali terucap.

"Pita nggak tahu, Yah. Belum ada perasaan apapun ke mas Ical."

"Kenapa tadi kamu hanya diam?" tanya pria itu lagi.

"Ayah dan Ibu pasti tahu alasan Pita diam. Tidak mungkin kan Pita mempermalukan keluarga Dian?" Tirto menganggukkan kepala paham. Begitulah anak gadisnya. Tak akan mungkin berani menyakiti atau mengecewakan orang lain apa lagi orang-orang yang disayangi dan dihormatinya.

"Mungkin jika berada dalam posisi kamu, ibu juga akan melakukan hal yang sama, Nak." Farida menimpali yang lagi-lagi mendapatkan anggukan suaminya.

"Seharusnya Rajasalah yang bertugas menyampaikan kesalahpahaman ini tadi. Dia pihak laki-laki. Akan sangat memalukan jika kamu menolak permintaan ayah Dian namun ternyata Rajasa diam tak menanggapi. Mungkin kalian memang tidak berjodoh. Lagi pula jika dia sudah mengatakan niatnya kepada orang tuanya, kenapa orang tuanya tidak mengatakan apapun saat itu? Mereka keluarga dekat. Sudah pasti masalah ini sebelumnya dibicarakan bersama. Kesalahpahaman itu tidak murni salah paham. Mungkin ada hal lain yang telah terjadi di dalam keluarga mereka. Jadi menurut kesimpulan Ayah, Rajasa dan keluarganya memang tidak berniat untuk meminang kamu, Nak. Entah apa alasannya kita tidak tahu. Masalah ini sebenarnya mudah. Tapi justru jadi rumit. Yang sekarang jadi pertanyaan adalah apa yang akan kamu lakukan setelah ini? Semuanya tergantung kepada keputusan kamu. Jika kamu tidak sanggup menghadapi ini, kamu bisa membatalkan semuanya sekarang. Namun jika kamu ingin mencoba memulai semuanya dengan Haikal, doa Ayah dan Ibu akan selalu menyertaimu. Tak ada yang tak mungkin. Yang di atas maha membolak-balikkan perasaan. Saat ini kamu belum bisa mencintai Haikal namun siapa yang tahu besok atau lusa. Contohnya Ayah dan Ibu. Pikirkan baik-baik. Ayah dan Ibu akan mendukung apapun keputusan kamu. Semoga kamu mengambil keputusan yang tepat. Hubungan baik kamu dan Dian mungkin akan berubah jika kamu menolak permintaan keluarga mereka. Namun pikirkan juga perasan kamu. Apakah kamu sanggup menghabiskan sisa hidup kamu dengan Haikal. Pernikahan hanya satu kali, Nak. Tidak ada coba-mencoba."

Pita tak membalas ucapan panjang lebar ayahnya. Jika sudah seperti ini, langkah apa yang akan ia ambil? Apakah melanjutkan apa yang ada di depan mata. Dan tentu saja ia tak perlu menyakiti Dian dan keluarganya. Ataukah ia harus memegang ucapan Rajasa, yang bahkan hingga saat inipun belum ada kabar apapun darinya?

###

CINTAKU TERHALANG STRATAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang