Dua

16.9K 1.7K 157
                                    

Tiga puluh menit kemudian mereka sudah menyelesaikan sarapan masing-masing. Kali ini Dian akan memesan taksi untuk menuju terminal bus. Travel bag Dian benar-benar tak bisa diabaikan begitu saja. Mereka tak mungkin naik angkutan umum berwarna biru itu menuju terminal bus. Sudah bisa dipastikan tangan salah satu dari mereka akan terlepas karena saking beratnya beban yang dibawa.

Perjalanan yang mereka lalui menuju terminal bus Arjosari lumayan lancar. Tak sampai satu jam mereka sudah tiba di tempat tujuan. Begitu turun dari taksi yang mereka naiki, perdebatan kembali terjadi. Dan biang dari masalah tetap sama, travel bag Dian yang luar biasa beratnya. Mereka masih harus membawa benda sialan itu menuju bus yang akan membawa mereka menuju Surabaya.

Tak kurang dari lima belas menit kemudian akhirnya mereka sudah duduk di dalam bus yang akan membawa mereka ke Surabaya. Mereka sudah membuat keputusan, travel bag Dian harus menjadi tanggung jawab mereka berdua. Dan akhirnya merekapun membawa travel bag itu bersama-sama.

"Kamu gila, Di. Masak oleh-oleh bisa seberat itu. Pasti kamu naruh sesuatu." Pita menghempaskan tubuhnya di kursi bus disusul Dian di sebelahnya.

"Kamu terlalu banyak mengeluh," sahut Dian cuek.

"Aku jadi lapar lagi. Pasti nutrisi sarapanku satu jam yang lalu telah lenyap. Kamu harus bertanggung jawab." Dian mendengus sebal. Sahabatnya ini benar-benar luar biasa. Entah terbuat dari apa perutnya. Baru satu jam yang lalu menandaskan sarapan tapi sekarang sudah mengeluh kehilangan nutrisi.

"Nanti kalau ada penjual asongan masuk aku beliin." Sebelum bus berangkat biasanya beberapa pedagang asongan akan menaiki bus untuk menawarkan dagangannya. Mulai dari camilan, buku cerita anak, bahkan peralatan dapur terkadang juga ada.

"Yah, aku padahal pengennya itu," tunjuk Pita pada gerai donat tak jauh dari bus yang mereka naiki. Dian berdecak.

"Kok nggak bilang tadi, ini mumpung dapat bus yang langsung ke Surabaya. Nunggu lagi lama, Pit. Sabar ya, ntar kalau sampai Surabaya kita beli. Nggak apa-apa, kan?" Dian mencoba menawar dan untungnya Pita mengangguk mengiyakan.

Tengah hari mereka tiba di terminal bus Surabaya. Sebelum melanjutkan perjalanan, mereka menyempatkan diri membeli donat yang diinginkan Pita di salah satu gerai di terminal. Mereka akan menyantapnya nanti dalam perjalanan.

"Iki perjalanan pertamaku nang Meduro, Di. Aku kok wedi, yo,¹" Pita mendesah saat ia sudah mendudukkan dirinya dalam bus yang untungnya cukup nyaman.

"Kamu diajak dari dulu nggak pernah mau."

"Ayah sama ibumu beneran ngizinin aku ikut? Aku sungkan, Di,"

Dian mencibir. "Telat. Sungkan kok baru bilang sekarang."

Pita hanya meringis. Percuma ia mengucapkan kata sungkan, jika ia sudah setengah perjalanan menuju rumah Dian. Perjalanan yang cukup panjang dan biasanya akan menghabiskan waktu sekitar empat jam dengan menaiki bus.

Sebenarnya orang tua Dian sangat berat membiarkan putri bungsunya pulang dengan menggunakan transportasi umum. Mereka biasanya mengirim sopir keluarga mereka untuk menjemput sang buah hati. Namun, kali ini mereka tak mampu berkutik saat Dian mengancam tidak akan pulang jika tak diizinkan menaiki kendaraan umum. Gadis itu ingin merasakan bagaimana seru dan menyenangkannya sensasi terburu-buru menaiki bus juga riuhnya bus yang sarat penumpang. Apalagi ia mengajak sahabatnya ikut serta bersamanya pasti akan menjadi pengalaman yang benar-benar luar biasa.

"Di, kamu ojok turu², katanya mau jadi tour guideku. Percuma dong aku ikut kalau kamu ngorok."

Di tiga puluh menit perjalanan mereka mata Dian terasa berat dan akhirnya terpejam.

CINTAKU TERHALANG STRATAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang