Dua Puluh Tujuh

8.8K 1.1K 220
                                    

Versi lengkap bisa dibaca di karyakarsa, google playstore dan KBM.

Mampir juga ke lapak baru, Riverside yg sudah jalan 28 bab.

###

"Sudah masuk semua, kan? Tidak ada yang tertinggal?" Farida, Ibu Pita sekali lagi bertanya untuk memastikan semua barang yang akan putrinya bawa ke Surabaya sudah masuk ke dalam mobil Ical. Pagi ini Ical akan mengantarkan Pita ke indekostnya yang baru di Surabaya setelah sehari sebelumnya pria itu tiba di rumah Pita. Meskipun sudah bertunangan namun pria itu semalam tidak menginap di rumah Pita. Tirto, ayah Pita menitipkan Ical di rumah salah satu kakaknya untuk menginap di sana. Kebetulan rumah paman Pita hanya berjarak tak lebih dari seratus meter dari rumah Pita.

Mereka tinggal di desa, akan sangat tidak pantas jika menerima tamu yang bukan kerabat apalagi sampai menginap. Setelah meminta izin ketua RT setempat akhirnya ayah Pita bisa menitipkan Ical dengan perasan lega.

"Sudah, Bu. Cuma ini aja yang belum masuk." Tunjuk Pita pada dua buah kantung plastik berisi camilan dan di plastik lainnya berisi beberapa jenis buah dalam kotak-kotak plastik dan juga minuman dalam kemasan.

"Ya sudah, hati-hati di jalan. Kabari terus ya biar Ibu nggak cemas." Farida meraih tubuh anaknya memeluknya erat. Meskipun sudah terbiasa melepas putri bungsunya untuk berkuliah namun saat ini perasaannya berbeda. Ia melepas putrinya untuk bekerja dan di saat bersamaan, gadis itu juga baru saja memasuki fase baru kehidupannya.

Pita saat ini sudah memiliki calon suami yang tak lama lagi akan segera menjadi suaminya. Ia berharap gadis kecilnya yang sudah tumbuh dewasa itu akan bisa menjaga dirinya dengan baik. Dan juga perlahan bisa mencintai calon suaminya.

"Pasti Pita kabari Ibu terus. Pita pamit ya, Bu. Ibu jangan terlalu khawatir. Pita bisa jaga diri." Pita melepas pelukan ibunya lalu meraih punggung tangan wanita itu lalu menciumnya. Hal yang sama dilakukan Ical juga.

"Titip Pita ya, Nak Ical." Farida masih belum sepenuhnya bisa melepas putrinya.

"Saya akan selalu berusaha menjaga Pita, Bu. Ibu jangan khawatir." Ical meyakinkan.

Beberapa menit kemudian Pita dan Ical meninggalkan rumah diiringi tatapan sendu kedua orang tua Pita. Doa yang terbaik selalu mereka panjatkan untuk kebahagiaan anak mereka.

***
Saat hari menjelang siang, mobil yang ical kendarai akhirnya tiba di depan indekost Pita. Untungnya Indekost Pita bisa dikatakan cukup nyaman. Halaman yang cukup luas yang bisa difungsikan sebagai area parkir yang teduh karena ada beberapa pohon lengkeng yang tumbuh di beberapa sudut halaman.

Bangunan tiga lantai itu juga terlihat bersih dan tertata rapi. Maklum saja selain mematok tarif yang cukup tinggi setiap bulannya, induk semang di tempat itu juga menyediakan fasilitas kebersihan juga laundry bagi penghuni indekostnya.

Saat pertama kali menemukan tempat ini, Pita seketika jatuh cinta. Ia pasti akan betah di indekost barunya. Namun saat ia mengetahui tarif yang harus ia bayar setiap bulannya,Pita seketika mundur teratur. Namun karena desakan orang tuanya yang menginginkan Pita merasa nyaman di tempat barunya. Akhirnya Pita memutuskan menyewa salah satu kamar di tempat ini. Dan tentu saja semua itu masih dibiayai orang tuanya. Ia dapat uang dari mana? Kerja saja masih akqn dimulai.

"Kamu tepat kalau pilih tempat ini, Pit. Suasananya nyaman, bersih, juga ada penjaga indekostnya di depan." Ical berucap saat ia memasuki kamar Pita. Meletakkan semua barang-barang Pita di lantai kamar berukuran empat kali empat meter itu.

"Iya, udah gitu kamar mandinya ada di dalam kamar lagi. Enak nggak usah takut kalau pengin ke kamar mandi malam-malam."

Ical hanya terkekeh mendengar ucapan Pita.

CINTAKU TERHALANG STRATAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang