Sembilan Belas

8.6K 1.2K 89
                                    

Man-teman yang mau beli buku si Pita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Man-teman yang mau beli buku si Pita. Kebetulan masih ada tuh, stok di penerbit. Bisa diangkut untuk dipeluk dirumah.

Format Pemesanan

Nama :
Alamat :
RT/RW :
Kelurahan :
Kecamatan :
Kota/ Kab :
Kode Pos :
No. Hp :
Judul Buku + Jumlah :

Harap mengisi data secara lengkap.

Cara pemesanan via :
WA  : +62 877-3283-3332

Atau bisa dipesan di shopee samudraprinting1.

Info lebih lanjut bisa cek ig saya yusniaikawijaya atau samudraprinting83.

###

"Bagaimana, Pit?" suara pelan Rajasa menyentak pikiran Pita yang sudah mengembara kemana-mana.

Menarik napas pelan akhirnya Pita berucap, "Mas paham dengan apa yang sudah Mas ucapkan barusan?"

"Tentu aku paham. Makanya aku mengatakan hal itu."

"Apa yang membuat Mas Rajasa mengajakku berkomitmen untuk menjalani hubungan yang lebih dekat lagi. Mas pasti sudah tahu resikonya kan? Kita berjauhan. Kita juga belum mengenal satu sama lain. Dan yang pasti, apa bisa sih, Mas jatuh cinta dalam waktu sesingkat itu sama aku?" Pita kembali mencoba menyangkal semua ucapan-ucapan Rajasa.

Rajasa menarik napas berat. Dia tahu apa yang akan terjadi jika ia berterus terang kepada gadis yang sedang menatapnya ini. Namun, ia harus melakukan, mengatakan semuanya sesegera mungkin. Semakin cepat semakin baik apa lagi dia saat ia sudah memiliki kesempatan.

"Aku tahu kita memang masih butuh waktu untuk saling mengenal. Kita akan melakukan itu. Alasanku mengatakan keinginanku secepatnya tentu karena kita akan berjauhan setelah ini dan mungkin akan jarang bertemu. Aku ingin pulang dengan hati tenang. Aku sudah menyampaikan niatku. Ganjalan di hatiku juga sudah terlepas. Aku tidak mau menyia-nyiakan waktu dengan menunggu tanpa kepastian. Apa lagi bisa saja selama aku tidak ada di dekat kamu ada orang lain yang mendekati kamu." Pita mengulas senyum. Pintar juga caranya, Pita hanya bisa membatin.

"Lalu aku harus bagaimana?" pertanyaan bodoh. Sedetik setelah melontarkan pertanyaan itu Pita seketika menyesalinya. Kenapa ia harus bertanya kepada Rajasa? Bodoh.

"Tentu saja aku ingin kamu menjawab iya, Pit. Aku ingin kamu bersedia menerima permintaanku. Kamu tidak usah berpikir terlalu berat. Kita jalani dulu hubungan ini apa adanya. Sebentar lagi kan Wisuda kamu juga Dian. Orang tuaku juga akan datang ke sini. Aku akan memperkenalkan kamu secara resmi ke kedua orang tuaku. Memperkenalkan kamu sebagai orang yang aku pilih dan harapkan sebagai masa depanku." jawab Rajasa yakin. "Jika kamu bersedia, aku juga berharap mengenal orang tua kamu secepatnya. Saat ini pun aku bersedia untuk bertemu dengan mereka," lanjut Rajasa yang seketika mendapat pelototan tajam dari Pita.

"Jangan sembarangan!" ancam Pita. Apa kata orang tuanya jika tiba-tiba Pita pulang membawa laki-laki bersamanya. Ia belum punya nyali untuk melakukan hal itu.

"Setidaknya aku juga ingin segera bertemu kedua orang tua kamu. Mungkin memang waktu yang tepat adalah saat wisuda kamu nanti. Setelah itu aku bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Ingat Pita. Aku tahu hubungan ini akan dibawa ke mana. Aku serius dengan apa yang menjadi tujuanku."

Pita terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali berucap, " Masak secepat itu sih, Mas?" lagi-lagi Pita mengeluh dalam hati. Kenapa ia melontarkan kalimat itu. Bukankah hal itu setidaknya menunjukkan jika ia sudah menyetujui permintaan Rajasa? Seharusnya ia sedikit saja jual mahal.

"Memang apa yang harus ditunggu? Kalau bisa secepatnya kenapa harus dibuat lama?" Pria itu memandang Pita lekat.

"Usiaku sudah sangat cukup untuk menikah. Saat ini aku berusia tiga puluh satu tahun. Kakak dan adikku, Mas Indra dan Irda juga sudah berumah tangga. Aku juga sudah mempunyai penghasilan yang semoga saja akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluargaku nantinya di masa depan. Lalu apa lagi yang ditunggu? Aku berharap kamu memberiku kesempatan, Pita. Saat ini kamu memang belum mempunyai perasaan apapun kepadaku dan terus terang perasaanku mungkin belum terlalu dalam. Tapi kita bisa memupuknya bersama-sama. Aku memang tidak bisa menjanjikan kebahagiaan sempurna untuk kamu. Mungkin nanti di depan sana akan ada badai juga hal-hal tak terduga lain yang akan mendatangi kita. Namun aku akan selalu berusaha membahagiakan kamu. Kebahagiaan dan ketenangan hati kamu adalah prioritasku. Jadi, maukah kamu memberiku kesempatan, Pita. Beri aku kesempatan untuk menjaga dan melindungi kamu. Beri aku kesempatan untuk membahagiakan kamu sehingga kita kelak akan berbahagia bersama-sama."

Hening.

Tak ada kata yang terlontar setelah ucapan panjang Rajasa. Pita mencoba berpikir jernih menyikapi apa yang telah ia dengar baru saja dan sepertinya Rajasa juga enggan bersuara. Ia ingin memberikan Pita waktu untuk berpikir agar gadis itu bisa memberinya jawaban sesuai dengan yang telah ia harapkan. Ia berharap gadis itu akan memberinya kesempatan. Kesempatan yang tak mungkin ia sia-siakan begitu saja.

"Pitaloka." Suara pelan Rajasa akhirnya menarik Pita dari pikirannya yang sedang bekerja keras. Mempertimbangkan apa saja yang akan ia hadapi nantinya.

"Oke, Mas. Aku bersedia. Kita coba jalani hubungan ini dan semoga saja membawa kebaikan untuk kita semua. Tidak hanya kita berdua namun untuk semua orang. Keluarga kamu juga keluargaku," ucap Pita panjang lebar yang membuat senyum Rajasa melebar seketika.

"Terima kasih, Pita. Aku akan menjaga kepercayaan yang telah kamu berikan. Kita akan jalani hubungan ini dan segera mengesahkannya. Aku akan segera membicarakan hal ini dengan keluargaku. Aku harap kamu juga melakukan hal yang sama dan dua minggu lagi saat kita bertemu di wisuda kamu, kita sudah bisa saling mengenalkan keluarga masing-masing." Rajasa berkata antusias tanpa sadar tangannya telah menggenggam jemari Pita erat. Saat pandangan Pita mengarah pada jemarinya seketika pria itu melepaskan jemarinya yang menggenggam erat jemari Pita.

"Maaf. Nggak sadar. Saking senangnya mendengar jawaban kamu aku sampai lupa." Rajasa tersenyum penuh permohonan maaf.

"Nggak apa-apa kok, Mas," 'Duh, Bang, di lamain dikit kenapa sih. Adek juga masih betah dipegang-pegang'. Sayang, dua kalimat terakhir Pita hanya mampu terucap dalam hati saja.

###

CINTAKU TERHALANG STRATAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang