SERENADE
SEASON IIBAB V
Dalam satu masa, akan ada saatnya seseorang menemukan titik terjauh dari hatinya. Sebuah sudut yang dingin dan gelap. Sunyi dan hampa. Tak ada perasaan disana. Hanya setumpuk sampah kenangan yang tak ingin ia ingat. Dan itu terjadi hampir kepada semua penghuni bumi yang di sebut manusia.
Terkecuali pada satu hati yang kini terdiam menyendiri. Sakit dari kenangan masa silam itu tak hanya muncul di satu masa saja. Sakit itu selalu muncul ketika malam mulai menanjak. Puncak ketenangan dimana orang lain akan terlelap dalam gelung kenyamanan, justru membuat pedih semakin parah.
Beberapa hari telah berlalu semenjak kejadian ia bertemu Taehyung tanpa sengaja. Untuk yang pertama kalinya pertemuan mereka tertumpah darah. Isyarat dendam tak kasat mata yang menginginkan lebih dari sekedar tumbal.
Beberapa hari berlalu dan susu pesanannya tetap diantar. Namun yang muncul adalah wajah asing yang tak ia kenal. Bukan Jeon Taehyung yang sangat ingin ia lihat gurat penderitaannya.
“Ai Noona, aku mau pergi keluar, aku butuh udara segar, sambil mencari bahan lain yang ku butuhkan,”
"Luuu! Kau belum sarapan!" Airin memekik dari dalam.
Si manis berpamit pergi, sembari mengayunkan kaki, berlari keluar, tanpa menunggu balasan dari perempuan yang susah payah mengejarnya. Di lipatan telinganya tersemat wireless earphone. Pertanda ia tengah berkomunikasi dengan orang lain.
Celana jeans warna biru langit, di padu dengan atasan shirt putih yang terbalut kemeja warna navy, membawanya berjalan santai menyusuri ruas aspal panjang pedesaan yang asri. Suasana yang tenang dan hening. Jauh dari bising kendaraan dan jauh dari polutan. Seolah perpaduan senandung alam ini mampu mengobati segala luka dalam.
Melewati beberapa deretan rumah. Melewati anak-anak yang bermain di sudut-sudut desa. Mereka memandangnya dengan mata intimidasi yang kuat. Jungkook tak peduli. Kedatangannya ke tempat ini bukan untuk bermain. Dia hanya akan berkutat dengan penelitian bukan anak-anak kecil.
“Jauh sekali tempatnya Paman?” Dia bertanya pada seseorang di seberang komunikasi.
“Berapa lama lagi aku harus berjalan?”
“Di ujung desa? Baiklah, ku harap mereka sudah tua dan cukup umur untuk dipanen,”
Caranya berbicara di sepanjang perjalanan tanpa teman. Semakin membuat anak-anak menaruh kecurigaan yang mendalam. Anak-anak itu yang selama ini mengira para penghuni white house, begitulah mereka menyebut laboratorium gedung putih itu, adalah vampir penghisap darah.
“Mau sampai kapan kalian akan mengikuti ku?” Tanya Jungkook dengan lantang lalu menghentikan langkah kakinya. Ia putar arah seketika dan berbalik melotot pada anak-anak.
“Vampirrr!!!”
“Lariiiii!!”
“Selamatkan diri kalian teman,”
Begitulah reaksi anak-anak yang ia terima. Agak menyakitkan saat anak-anak itu berwajah ketakutan saat menatapnya. Namun melihat mereka berlari ketakutan, sedikit membuatnya tersenyum lucu.
"Dasar bayi," Gumam Jungkook geli.
Tingkah anak-anak memang selalu menggemaskan. Seperti dirinya dulu, yang selalu kekanak-kanakan demi sebuah perhatian.
Bicara soal perhatian, Jungkook lupa, perhatian apa yang dia dapatkan ketika usianya sama dengan anak-anak tadi? Apakah dia bebas bermain bersama teman di hari Minggu seperti ini? Apakah dia punya petualangan seru di luar rumah sampai menuduh orang asing adalah alien atau vampir?