SERENADE
SEASON IIBAB XV
Rasa sakit itu tercipta untuk diobati. Rasa sakit itu tercipta bersamaan dengan penawar yang selalu menyertai. Sakit yang bahkan sampai membuat seseorang enggan bernafaspun pada hakikatnya tak akan abadi. Karena semua rasa hanyalah semu dan akan silih berganti seiring dengan waktu yang selalu menjadi penyembuh sejati.
Termasuk hati yang sebagian membusuk lantaran dendam yang terlalu lama menumpuk. Lambat laun akan memudar sejalan dengan amarah yang perlahan takluk. Hati mulai berdamai dengan logika, dan ketegangan dalam benak pada akhirnya tertunduk. Kokohnya pondasi dendam akhirnya lapuk.
Pada akhirnya setelah badai mereda yang tersisa hanyalah kesuyian jiwa. Kosongnya ruang hampa, ditinggal sirna oleh dendam membara. Kosong dalam hati yang berlubang menganga. Merindukan rengkuhan sarat kehangatan demi membangkitkan kembali gairah yang lama hilang.
Mata itu terpaku tanpa paksaan pada sebuah papan kecil yang tertempel pada dinding di atas meja belajar. Jemari meraih kertas kecil yang tergores tulisan tangannya di masa silam. Mata berkaca-kaca terkenang akan dirinya yang dulu amat menyedihkan.
Bantu ibu ke minimarket
Bersihkan halaman jam 4 sore
Bantu ibu masak makan malam jam 5 sore
Tugas matematika
Tugas bahasa inggris
Ujian tanggal ** / **Tulisan itu seolah menyimpan energi usang yang masih terasa kuat. Mendorong hatinya yang datar kembali bergejolak. Ujung jemarinya gemetar dan kerinduan itu meledak hebat. Rindu akan dirinya, rindu akan hatinya, juga rindu akan kepolosan Jungkook kecil yang tetap bertahan walau bergelimang kesakitan.
“Adek,”
Suara berbisik memanggilnya dari keheningan yang mencekam. Seseorang berdiri di ambang pintu kamar. Lalu seorang lagi menyusul membawa tumpukan bantal dan selimut dikedua tangan. Ia tersenyum melewati pintu tanpa permisi dan meletakkan bawaannya di atas kasur tanpa ijin pemilik.
“Kakak menjaganya tetap rapi dari semenjak kau pergi,” Ucap Jimin, berdiri di samping Jungkook, lantas mengambil kertas dari tangan sang adik untuk ia tempel kembali ke tempat semula.
“Terimakasih,” Balas Jungkook singkat.
“Maaf, kakak sudah lancang membaca ini,” Itu Taehyung yang turut bergabung lantas menunjukkan memo merah jambu dari atas tumpukan buku kepada Jungkook.
Pergi lama dari rumah tidak lantas membuat Jungkook lupa dengan benda pribadi miliknya. Ia masih ingat apa saja yang ia tinggalkan di dalam kamar minimalis ini. Karena memang tak banyak benda yang ia miliki. Saat itu ia hanyalah seorang pelajar yang hanya membutuhkan buku pelajaran dan seragam.
Kembali pada ingatan masa silam, buku merah jambu itu sudah seperti duplikat isi hati Jungkook. Semua hal yang tak sempat ia utarakan, atau yang tak berani ia ucapkan, dan semua hal yang hanya ia simpan dalam kesunyian dunianya, tertuang semua dalam lembar demi lembar catatan usang.
Jungkook! Kamu kuat!!
Kakak Jimin, semoga Tuhan memberi mu kekuatan!
Kakak Taehyung kira-kira kapan akan mengajari ku main piano ya?
Lembar yang Taehyung buka adalah yang paling membuat sakit hatinya. Saat pertama kali bertemu dengan buku itu, saat itulah neraka yang penuh penyesalan mulai menghantui hidup Taehyung.
Disambung dengan sebuah daftar tujuan hidup yang dibuat begitu sistematis oleh seorang remaja laki-laki berusia enam belas tahun. Bertajuk 10th Live Goals Jeon Cutie Kookie, semua keinginan Jungkook dan harapan masa depan ada disana.