SERENADE
SEASON IIBAB XI
Suatu hubungan itu ibarat seutas tali kekang. Panjang dan akan terus tersambung bila tak ada yang sengaja memutuskan. Rapuh dan rentan bila tak sungguh-sungguh dijaga. Lapuk termakan usia itu wajar karena tak ada hal yang abadi di dunia fana. Tapi pada kenyataannya, ada banyak hal yang bisa menjadi penyebab terputusnya sambungan.
Termasuk salah satunya yang paling berperan adalah manusia itu sendiri. Membina suatu hubungan hingga menjadi tali kasih. Memutuskan hubungan bila sudah tak lagi sejalan dengan hati. Lalu bermain dengan perasaan, itulah yang terjadi.
Waktu dimana fajar menyingsing. Cahaya terang muncul dari timur menyibak kegelapan yang mencekik batin. Setelah badai semalam mereda. Setelah rintik hujan hanya tertinggal dinginnya hawa. Setelah pagi yang tenang hadir kembali bersama dengan sinar surya. Rumah Nyonya Shin kedatangan tamu lagi di pagi buta.
"Ibu?" Taehyung membulatkan kedua matanya. Membuka gerbang rumah Nyonya Shin dengan mata yang masih sayup membelalak seketika.
Keterkejutannya disambut dengan rengkuh peluk sang ibunda. Detak kerinduan itu jelas sekali terasa dalam pelukan. Untuk enam bulan terakhir, pagi ini adalah pertemuan pertama mereka. Setelah sekian lama Taehyung tak kunjung pulang ke rumah.
"Aa-Ayah?" Sambung Taehyung, saat matanya kembali menangkap entitas lain yang baru saja keluar dari dalam sebuah mobil.
Pria paruh baya tersenyum tipis menatapnya. Melangkah mendekati kedua orang yang saling berpelukan di depan pintu gerbang. Gurat lelahnya, jelas sekali tercetak di wajah. Serta ada berbagai macam kecamuk perasaan yang tak terungkap.
"Ibu semalam menghubungi Jimin, dia bilang baik-baik saja dan kalian bertiga tengah bersama, tapi bagaimana ibu bisa tenang saat ibu mendengar suaranya yang parau menyedihkan, kebetulan Ayah semalam pulang mencari kalian," Ungkap Jeon Seorim, sembari kedua tangannya menangkup pipi Taehyung. Rindu, ia jelas sangat rindu dengan si sulung.
"Kita bicara di dalam," Ajak Taehyung, menggandeng tangan Seorim untuk ia bawa masuk ke rumah.
Sisa hujan semalam selain hawa dingin yang menusuk tulang, juga perasaan yang sampai kini masih mengganjal. Tentang apa yang terjadi setelah ketiga anak-anak Jeon ini saling berbagi airmata. Tentang kedua kakak yang kualahan menenangkan tangis histeris adiknya. Juga tentang urat cinta diantara mereka yang sekarang dalam keadaan sekarat.
Jungkook tak kuasa menahan perasaannya. Ia terkulai lemas di pundak Taehyung dengan seutas harapan yang telah sirna. Tak peduli apa yang akan terjadi setelahnya. Ia terlalu lelah untuk terus membuka mata. Rasa dalam hatinya hancur berantakan setelah Taehyung membuatnya dilema.
"Ibu, tolong jangan lakukan apapun, tetap tenang dan menangislah dalam diam," Ucap Taehyung, saat mereka bertiga sudah masuk ke dalam rumah nyonya Shin dan berada di depan sebuah pintu kamar.
Taehyung hanya tak ingin melihat Jungkook histeris kembali. Setelah ia dan Jimin hampir mati membuat Jungkook setenang pagi ini.
Perlahan, Taehyung buka pintu itu. Meminimalisir suara dan keributan. Demi menjaga ketenangan untuk yang tengah terbaring di dalam. Jimin yang terduduk di pinggir ranjang, tengah membereskan sisa kompresan semalam, seketika terkejut dengan hadirnya kedua orang tua di sana.
"Ibu?" Gumamnya, terharu bahagia.
Sosok sang ibu masuk pelan-pelan ke dalam. Setelah ia berikan Jimin senyuman terhangatnya, pandangan kembali terpusat pada sosok lain yang tengah Jimin jaga. Sosok yang terbaring memejamkan matanya. Sosok yang berhasil membuat jantung hampir meledak, lutut tiba-tiba menjadi lemas, dan langkah semakin berat.