Bab XII

3.5K 496 80
                                    

SERENADE
SEASON II

BAB XII



Pepatah mengatakan pelangi akan muncul setelah badai mereda. Tapi, bagaimana bila kasusnya badai tak pernah mereda. Badai terus memporak-porandakan dunia. Tempat kecil yang sangat nyaman itu berantakan dan tak lagi bisa digunakan. Bagaimana bila pada kenyataannya badai tak pernah berakhir seperti yang ada pada cerita.

Terlalu pedih untuk dirasakan, terlalu sakit untuk terus dikenang, tapi semua itu sudah melekat dalam ingatan. Terbawa oleh arus waktu sampai di akhir tujuan. Sepanjang ruas jalan kehidupan yang mulai menyimpan jutaan harapan. Dalam munajat yang terngiang dikala badai menghujam.

Kim Hwan hanya bisa menatap sendu pada seraut wajah lelah yang tertidur di sampingnya. Mereka berdua masih berada di dalam mobil setelah Kim Hwan menjemput Jungkook dari rumah nyonya penjual susu.

Wajah itu telah lama menahan sakit yang tak seharusnya ia terima. Wajah manis yang sangat berharga jika hanya untuk menjadi pajangan. Selayaknya senyum bahagia terukir disana. Bukan gurat pedih kesakitan yang tak ada ujungnya.

Tak ingin mengusik istirahat Jungkook, tak ada cara lain, Kim Hwan harus menggendongnya masuk ke dalam. Posisinya mengharuskan ia hanya bisa membawa Jungkook di depan. Digendong mirip bayi koala oleh sosok yang membuatnya nyaman, justru semakin membuatnya tidur terlalu lelap, serasa ditimang.

“Tuan Kim?”

"Pssst!"

Airin menjadi orang pertama yang memergoki ayah dan anak ini saling bermesraan. Kim Hwan memberikan isyarat untuk Airin menunda pertanyaannya. Hanya khawatir itu akan mengusik tidur si bayi koala.

Jungkook nampak rileks dan nyaman, menyandarkan kepala di salah satu pundak sang ayah. kedua tangan terkulai lemas di sisi tubuh Kim Hwan. Badannya yang tergolong mungil itu tenggelam dalam dekap tangan sang ayah.

Kim Hwan sama sekali tak merasa kepayahan, membawa Jungkook sampai ke lantai dua. Justru terus tersenyum di sepanjang langkah. Mengingat kembali bagaimana Jungkook lebih memilih berlari padanya dari pada ayah dan ibunya sendiri.

Menjadi malaikat tak seburuk yang ia kira. Menyelamatkan Jungkook dari situasi yang mengerikan sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan perannya. Dia tidak jahat kepada keluarga Jeon. Dia hanya melakukan apa yang seharusnya seorang ayah lakukan untuk anaknya. Begitulah alibi yang selalu ia gumamkan.

“Ayah? sudah sampai mana?” Jungkook bergumam setengah sadar. Mereka berdua masih menyusuri lorong lantai dua menuju ke ruangan Jungkook.

“Kita sudah sampai ke lab,”

“Kenapa aku tidak dibangunkan? Dan kenapa ayah malah menggedong ku seperti ini?”

“Karena ayah ingin,”

“Semua orang pasti melihatnya? Aahh, reputasi ku!!”

Wajahnya mendadak meledak merah, ia sembunyikan di belah bahu sang ayah. Mengeluh tentang reputasi yang diambang kehancuran, tapi yang ia lakukan justru bertolak belakang. Tak ada niatan untuk turun dari rengkuh kedua lengan Kim Hwan. Dan masih nyaman bergelantungan dalam gendongan. Persis seperti bayi yang mengalami kegagalan pertumbuhan. 

“Ayah, apa kau akan segera pergi? Aku masih ingin bersama mu,”

“Jauh-jauh datang kemari kenapa ayah harus cepat-cepat pergi?”

“Kau kan orang sibuk, sampai berbulan-bulan baru bisa menjenguk ku,”

“Ayah tidak sibuk, hanya saja ayah pikir kau butuh waktumu sendiri tanpa ayah,”

Serenade II Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang