SERENADE
SEASON IIBAB VI
Pagi ini mendung menggantung indah di kolong langit. Tirai jendela tak menjadi penghalangan pemandangan. Terbangun di pagi kelabu dengan hati berbunga. Menikmati dinginnya angin lembab pembawa hujan.
Gerimis merintik mulai membasahi pelataran perlahan. Gerimis mengundang rasa malas yang menyebalkan. Beberapa pekerjaan mungkin akan terhambat. Namun tak banyak yang mengumpat. Justru gerimis mengundang kebahagiaan lain yang tergurat.
“Bawa pick upnya saja Vi, sepertinya akan turun hujan, kamu bisa kebasahan kalau tetap pakai sepeda,” Ucap Nyonya Shin, sibuk mempersiapkan beberapa botol susu untuk Taehyung bawa ke Whitehouse.
“Ada yang lebih penting dari pada kehujanan nyonya,” Balas Taehyung mengundang pertanyaan lain tanpa jawaban yang pasti untuk Shin Hyeryun.
Sebab bersepeda dengan Jungkook akan lebih menyenangkan dari pada mengendarai mobil. Bukan karena hal lain, yang Taehyung inginkan hanyalah mencoba untuk kembali dekat dengan sang adik. Bersepeda akan membuat Jungkook mau tak mau berpegangan padanya. Dan itu tidak akan terjadi bila mereka naik mobil.
Dasar bucin
“Kamu gampang flu, jangan sampai kedinginan,”
Seperhatian itu majikan dengan pekerjanya, hanya untuk Taehyung yang telah lama ikut bersamanya. Begitulah Shin Hyeryun memperlakukan Taehyung selayaknya anak. Karena memang di rumah itu tak ada pemuda lain kecuali dirinya. Kedua anak nyonya Shin merantau ke kota besar.
Jaket tebal terlempar ke arah Taehyung tanpa peringatan. Membuatnya gelagapan menangkap. Sayang kalau sampai jatuh ke lantai bisa kotor. Jaket itu tak seberapa, tapi nilai perhatian dari seorang ibu yang merindukan anaknya itulah yang Taehyung lihat.
“Aku berangkat nyonya!!”
“Hati-hati, semoga Tuhan memberkati,”
Taehyung segera mengayuh sepedanya keluar dari halaman rumah Shin Hyeryun. Membawa kotak berisi beberapa botol susu pesanan Whitehouse. Membelah gerimis yang seperti tangis yang enggan mereda. Dingin desir angin menusuk persendian, mengkikis semangat. Namun itu tak jadi penghalang. Bertemu dengan Jungkook membakar semangatnya.
Dasar bucin (2)
Pertemuan kembali dengan sang adik, membuatnya tak bisa memejamkan mata semalam. Jantung berdegub kencang dan rasa tak percaya menggantung dalam benaknya. Jika sekarang Jungkook masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja. Lantas, jenazah siapakah yang Tuan Kim antarkan ke pemakaman tujuh tahun silam.
Taehyung diam bukan berarti ia tak memikirkannya. Setelah pertemuan menyakitkan dengan adiknya, pikiran menjadi tak tenang. Permainan apa yang tengah mereka jalankan. Siapa saja kah yang terlibat dalam misi penghacuran perasaan.
Apa tujuan mereka memperlakukan keluarga Jeon sampai sejauh ini. Lalu apa saja yang telah Jungkook lalui sampai akhirnya dia menjadi sosok yang mengagumkan. Ini tak pernah terbesit.
Memang benar jika entah Taehyung atau keluarga Jeon yang lain menginginkan Jungkook hidup kembali. Menginginkan kesempatan kedua untuk mereka menebus kesalahan. Sayangnya, kenyataan yang Taehyung rangkai menjadi asumsi kasar semalaman, justru membuat hatinya meradang.
“Ayo kita bongkar apa yang kau sembunyikan adik ku sayang,” Gumam Taehyung geram di sepanjang perjalanan.
Rasa bersyukurnya masih mendominasi ruang hati. Bersyukur untuk Jungkook yang benar-benar kembali. Rasa itu tersemat seiring dengan kemarahan kecil. Dia seperti dipermainkan dengan sengaja dan ditertawakan orang lain yang berdiri di balik layar sandiwara.