SERENADE
SEASON IIBAB IX
Walau pada akhirnya rintik hujan itu akan mereda juga. Namun hawa dingin sudah terlanjur merebak menusuk tulang. Jalanan pun terlanjur basah. Tak ada sudut yang kering lagi. Walau pada akhirnya prahara telah berlalu. Luka dan bekasnya masih tertinggal disana. Tersembunyi indah dibalik senyum menawan.
Dan itu terasa ketika sang kakak mencoba untuk memandang wajah adiknya. Gurat tenang yang tergores disana tak terbaca. Sama sekali tak melukiskan apa yang terjadi pada hati. Bertanya padanya tentang apa yang ia tahan itu percuma. Taehyung tak akan menemukan jawaban yang benar dari mulutnya.
“Ada lagi yang ingin dibawa?” Tanya Taehyung sembari sibuk memasukkan beberapa peralatan Jungkook ke dalam box.
Pagi ini mereka para penghuni white house melakukan persiapan untuk bakti sosial. Pada akhirnya acara itu disetujui dengan mudahnya oleh kepala desa. Jadilah Jungkook mengundang beberapa dokter dari Seoul untuk membantunya.
“Ada,” Jawab Jungkook yang sekarang tengah mematut diri di depan cermin. Membenahkan kancing kemeja putih yang ia kenakan.
“Apa? Biar ku angkut sekalian ke bawah,” Tawar Taehyung. sebenarnya ia bingung, apa lagi yang akan Jungkook bawa. Semua perlengkapan yang ia siapkan di atas meja sudah Taehyung bereskan.
“Aku,”
Eh?
Sejenak Taehyung terbengong dengan mulutnya membentuk huruf o sempurna. Ia lihat Jungkook berdiri didepannya dengan rupa yang menawan. Adik kecil yang dulu sering ia temukan tengah memegang gagang sapu kini telah tumbuh begitu indah.
Taehyung angkat salah satu lengannya. Telapak tangan kasar itu rasanya sangat tak pantas untuk menyentuh Jungkook lagi. Ia pandang tangan itu cukup lama. Ada sisa kekecewaan disana.
Tangan yang dulu sering menyakiti jungkook, kini berharap Jungkook akan menggenggamnya lagi? mustahil bukan? Tokek di dinding sampai menertawakan Taehyung.
“Kau ingin ku gendong Dek?” Tawar Taehyung jahil.
“Gendong babi saja sana,”
Jungkook berdecak kesal lantas berjalan melalui Taehyung begitu saja. Perdebatan kecil yang sengit, itu yang sering terjadi antara mereka berdua akhir-akhir ini. Pertengkaran yang tak ada manfaatnya. Ribut kesana kemari, membahas sesuatu yang terdengar menyebalkan.
Setelah insiden di rumah Nyonya Shin, hati Jungkook masih belum melunak. Ia ramah kepada semua orang kecuali satu, Jeon Taehyung atau Vi. Ia tersenyum untuk mereka semua tapi tidak untuk kakaknya. Wajah cemberut tertekuk dan gurat menyeramkan sudah menjadi makanan setiap detik Taehyung bekerja di whitehouse.
“Bunny, kau mau kemana?”
Taehyung dan Jungkook menghentikan langkahnya di ujung tangga. Seseorng baru saja masuk ke lobi. Berdiri gagah menyambut langkah sang adik.
“Kak Namjooooon!!!”
Jungkook berlari setelah memekik lantang meneriakkan nama sosok yang belakangan ia rindukan. Judulnya ia melakukan penelitian dengan Kim Namjoon. Tapi pada kenyataannya, Namjoon dipanggil ke kantor pusat untuk menyelesaikan satu urusan. Jadilah beberapa hari Jungkook melakukan pekerjaannya sendirian.
“Kemana saja? kenapa baru datang? Kan aku kesepian,” Rengekan manja itu terdengar kembali setelah tersembunyi dibalik sikap yang dingin.
Posisinya sekarang, Jungkook bergelayut dalam pelukan Namjoon. Membelakangi Taehyung yang masih tak bergerak dari ujung tangga. Taehyung jelas tidak buta. Ia bisa melihat lekat-lekat hangatnya hubungan Jungkook dengan Kim Namjoon.