Part 6.

1.1K 12 16
                                    

Ericha POV :

Aku baru pulang dari kantorku setengah jam yang lalu. Akhir-akhir ini pekerjaan di kantor sangat banyak, dan mewajibkan aku untuk pulang larut malam. Sungguh satu minggu terahir ini rasa-rasanya aku benar-benar lelah.

 Aku memutuskan untuk mandi. 

Setelahnya aku turun kebawah untuk sekedar membuat teh hangat. 

Aku meminum sedikit demi sedikit teh yang kubuat tadi, merasakan kehangatan nya di tenggorakan ku, dan cukup ber-efek untuk tubuhku yang benar-benar lelah. Aku memutuskan untuk membawa teh yang kubuat tadi ke atas. 

Saat baru akan melangkahkan kakiku ke tangga, izka memanggilku.

“Ica?” katanya pelan.

Aku langsung menoleh dan tersenyum padanya.

 “Kok belum tidur ka? Udah malem kayak gini.”

“Hmmmm sengaja.”

“Sengaja?” tanyaku dengan kening berkerut.

“Iya. Aku nunggu kamu pulang, aku mau ngomongin sesuatu sama kamu.” Katanya menatapku.

“Oh, yaudah ngomongnya di kamar aku aja.”

“Oke.”

Setelahnya aku naik ke lantai dua dan masuk kedalam kamarku, menuju balkon. Di ikuti izka dari belakang.

 Aku menaruh teh yang kubuat tadi dimeja. 

“Jadi…apa yang mau kamu bicarakan?” tanyaku langsung.

“Tadi….mmmmm…..tadi….eric  mengajak aku untuk menikah.” Katanya menatapku sambil tersenyum malu-malu. Bisa kulihat semburat merah diwajahnya saat mengatakan ‘pernikahan’

Sakit!

Perih!

Sesak!

 Sejujurnya aku tidak kaget dengan apa yang dikatakan izka barusan, karna aku tau cepat atau lambat akan ada perasaan sakit seperti sekarang.

 Aku ingin sekali menangis, menumpahkan semua sakit yang kurasakan di dadaku. Rasa….sakit di hatiku menjadi suatu kesatuan yang benar-benar membuatku sakit.

Tahan ericha! Tahan! Jangan kau menangis di hadapan izka! Apa kau tega merusak kebahagian nya dan eric? Hah? Jangan egois! Batinku memperingatkan aku.  

“Ica kok diem aja? Kenapa?” pertanyaan izka membuyarkan lamunanku.

“Gak papa. Jadi….kapan rencana nya kalian mau menikah?” tanyaku langsung.

“Hahaha. Aku sih tergantung sama ericnya” katanya tersenyum senang.

“Kalau gitu selamat” kataku tersenyum dan memberikan uluran tanganku padanya.

Izka membalas uluran tanganku dan tersenyum membalas senyumanku.

“Yaudah. Aku Cuma pengen ngomong itu sama kamu ca. Aku tidur duluan ya.” Katanya pamit dan langsung keluar dari kamarku dan menuju kamarnya sendiri.

 Dan…tinggal sendirilah aku sekarang. Merasakan sakit yang benar-bernar sakit. Memejamkan mataku, menghirup udara malam dan berharap dengan cepat dapat melupakan rasa sakit ini.

Akhirnya cairan bening itu keluar dari mataku. Ya cairan bening itu adalah Air mataku yang semenjak tadi kutahan. Tumpah tanpa pertahanan.

Bisaku rasakan hujan mulai turun sedikit demi sedikit. Membasahi wajahku perlan.

Aku mencintainya. Bukan kah itu sederhana?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang