Lewat seminggu dari kejadian mencekam itu. Aku berusaha melupakan meski sungguh itu bukan hal yang mudah. Setiap harinya, bayang-bayang Redi mengacungkan pisau, muncul mengganggu dan terpaksa membuatku menelan obat tidur. Aku masih tidak bisa memercayai kenyataan. Semua ini seperti ilusi.
Redi telah merencanakan semuanya. Bahkan aku tidak yakin apa dia benar-benar tulus berteman denganku. Permainan setan itu, sengaja dia targetkan kami—aku dan Bastian—korbannya. Alasannya sederhana; dendam.
Setidaknya, itulah yang dia katakan di hadapan penyidik. Beserta bukti-bukti kematian teman kami yang semuanya merupakan rekayasa dirinya.
Serra hamil. Dan itu adalah anak Redi. Serra sejak lama memiliki perasaan pada Bastian, Redi yang menjanjikan akan mendekatkan mereka, justru dengan licik memanfaatkan gadis itu.
Sedangkan Jenny dan Wanda ... aku tidak tahu motif Redi membunuhnya. Polisi masih menyelidiki hal itu. Namun, jelas mereka punya bukti yang mengukuhkan dialah pelakunya.
Aku tidak habis pikir. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Redi yang terlihat biasa saja bisa melakukan hal itu? Maksudku, dia memang kadang-kadang suka jahil, tapi tidak pernah terbayang akan menghabisi nyawa orang.
Semua ini ... masih sulit kucerna. Dendam apa, tujuan apa, atau mungkin ritual apa yang melandasi rencana Redi? Sangat tidak masuk akal.
"Kak."
Fuka duduk di sebelahku. Kuncir kudanya bergoyang saat menggeleng.
"Redi menyerahkan nyawanya demi sebuah permainan."
Aku mengernyit. Fuka menoleh, lalu kembali menggeleng.
"Boneka itu. Kakak kira itu boneka biasa?"
"Maksudmu?"
"Redi sudah melakukan ritual terkutuk. Dia mengikat setan agar mendiami boneka itu, sebelum akhirnya meneror kita semua."
Aku memejamkan mata. Gempuran kabar ini sungguh membuatku semakin tidak nyaman. Rasa trauma itu masih membekas dan sulit dienyahkan.
"Tapi jangan khawatir. Dia tidak akan bisa mengganggu lagi."
Aku membalas senyum Fuka. Adikku itu menggenggam tanganku erat-erat.
"Kak."
Dia mengerling. Alisku terangkat.
"Ya?"
"Mama Kakak titip salam buat Kakak. Dia sangat menyayangi Kakak."
Mulutku terbuka lebar, sebelum mengatup kembali. Aku mengangguk.
"Semuanya akan terbuka perlahan. Itu pasti."
Fuka mengedipkan sebelah mata. Meskipun aku gatal sekali ingin bertanya apa maksudnya, tapi bibir terasa enggan. Aku hanya membalas dengan anggukan. Lalu, kembali menatap ke depan. Pulang dan berkumpul bersama keluarga setelah beberapa lama hidup sendiri, adalah momen yang tidak setimpal jika harus dirusak dengan kenangan trauma. Biarlah kemarin menjadi cerita. Yang misteri, tetap misteri.
Mungkin nanti, ada saatnya misteri itu perlahan terungkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petak Umpet Setan (End)
HorrorTiga remaja melakukan suatu permainan terlarang di sebuah rumah kosong. Kejadian demi kejadian aneh terus terjadi. Tak hanya itu, bahkan hingga permainan selesai pun, teror masih membayang. Beberapa teman mereka yang tidak ada sangkut pautnya dengan...