Duapuluhsembilan

1.6K 177 30
                                    

Kyungsoo tak tahu, semua bermula dari mana. Ia memilih duduk bersimpuh disamping ranjang Jena dan melupakan niat awalnya meninggalkan Seoul dan semua luka yang ia alami. Chunyang meneleponnya beberapa menit lalu dan mengucapkan salam perpisahan karena Chunyang memiliki kehidupan pribadinya sendiri. Tapi ia sadar, kemungkinan-kemungkinan lain yang bakal ia hadapi. Tentang hal-hal menyakitkan yang disembunyikan. Tentang alasan mengapa ia harus hidup.

"Kau akan menguburku hidup-hidup."

Ucapan racau Jena yang menimbulkan pedih sendiri di hatinya. Jena terus mengatakan jika ia benar-benar bahagia melihatnya sedekat ini, tapi Jena juga takut jika Kyungsoo menjadi nyata. Jena terus bergumam, Kyungsoo kau harusnya sudah mati.

Dadanya bergemuruh tapi otaknya menyangkal dan terus mengatakan ibunya dalam tekanan tinggi dan itu bukan alam sadarnya.

Sudah beberapa hari sejak Jena pinsan dan terus meracau, Kyungsoo dan Baekhyun membawa Jena ke rumah sakit Hanyang. Tak ada suara, Baekhyun tetap dingin pada Kyungsoo dan Kyungsoo hanya diam.

Tak ada pesan dari Soojung, Kyungsoo mematikan ponselnya. Ia kawatir pada Soojung sebenarnya, gadis itu pasti merasa bersalah karena merasa, semua ini terjadi karena dirinya. Tapi jujur, Kyungsoo hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk Soojung kali ini.

Semuanya memang menyakitkan, tapi rasanya menjadi lega tak harus menutupi jati diri, bisa berjalan dengan identitas jelas dan tak perlu berpura-pura atau melihat dari jauh saja.

Ia bisa membanggakan diri sebagai anak Kim Jena. Hanya itu.

"Kau tak menghubungi Soojung?"

Kyungsoo menoleh pada Baekhyun yang duduk di seberangnya dengan tatapan dingin. "Dia seperti mayat hidup. Memohon padaku, untuk bisa bertemu dengan mu. Juga teman-teman gedung C mu."

Kyungsoo menarik nafas beratnya. Rasanya, ia juga rindu sahabat-sahabatnya, terutama si Oh Sehun yang juga sudah lama ia tinggalkan.

"Baekhyun, " panggil Kyungsoo lirih. Baekhyun hanya melirik sekilas Kyungsoo yang memandangnya penuh.

"Aku selalu memikirkan mu. Aku selalu menyayangimu, dan aku ingin memanggilmu, adik." ucap Kyungsoo menunduk, menyembunyikan buliran air mata yang hendak menetes dengan lancang. "Aku selalu bangga melihat mu berdiri diatas podium sampai aku tak bisa menatapnya karena Ibu memelukmu dengan erat. Kau tahu itu yang selalu kuharapkan, kan?"

Baekhyun terdiam. Ingatan-ingatan masa kecilnya bersama Kyungsoo terputar dan berakhir dengan rasa sedih dan terpuruknya ketika harus kehilangan kakinya. Ia menyalahkan Kyungsoo, dan setiap hari ia merasa jatuh dan sakit melihat Kyungsoo yang bisa tertawa dan berlarian dengan leluasa bersama teman-temannya. Sedangkan ia hanya melihatnya dari balik jendela dengan embel-embel tak berguna dari teman-teman mereka. Itu membuat kebenciannya memupuk dan ia lega, suatu hari tak menemukan Kyungsoo di manapun termasuk di rumahnya. Kyungsoo menghilang, pikirnya kala itu. Dan itu menjadi hari-hari yang baik untuknya.

Tapi saat Kyungsoo tak ada, ia juga kehilangannya. Ia juga merindukan Kyungsoo, ia juga melihat beberapa kali Jena mengusap foto Kyungsoo walaupun rahangnya kokoh mengatakan jika ia tak membutuhkan Kyungsoo.

"Sekarang kau mendapatkan ibu. " gumam Baekhyun, "Kau juga mendapatkan hati Soojung. Kau menang. "

Kyungsoo mendecih, "Menang? Pertarungan apa yang sedang kita mainkan? "

"Semuanya! " Baekhyun berdiri dengan wajahnya yang memerah. Dan laki-laki itu memilih untuk meninggalkan kamar Jena.

.....

"Kau harus makan, Soojung. Badan mu mengecil dan kau bisa jatuh sakit." Soojung hanya mengangguk tanpa minat sedikitpun untuk meraih sendok makannya. Ia meletakan kepalanya di meja, ia merasa, untuk mengangkat kepalanya saja sangat berat.

You Know His NameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang