Dua

22.1K 1.2K 3
                                    

Sesuai rencana. Ruang remang berasap dan sedikit ramai ini adalah tujuan Dimas and the gang. Gilang dan Rama sudah mendorong cue berkali-kali hingga sesi 8 ball tersisa dua bola.

Trak, bola ke empat belas Dimas sodok, masuk tepat di lubang. Senyum miring cowok itu terbit, meluruskan punggung sambil menyugar rambut ke belakang.

Menunjuk wajah Rama, Dimas berujar enteng, “Traktir minum setelah ini, awas lo.”

Gilang bertepuk tangan mengejek, “Haha, mampus lo, Ram.”

Yang ditantang hanya mendengus sebal. Salah memilih taruhan agaknya cowok ini.

“Anjir, nyesel gue,” umpat Rama.

Dimas terkekeh lalu mendirikan stik di sisi table, segera rogoh saku celananya. Bibirnya gatal, apalagi sejak tadi asap mengepul samar. Benda panjang dibakar ujungnya sambil ia hisap, setelah cukup, asap mengepul sempurna.

“Gak jantan banget lo nyesel sama omongan sendiri,” ejek Dimas, “traktir tetep traktir,” lanjutnya.

Rama membalas setelah bola miliknya melenceng jauh dari lubang, sedikit berdecak, “Iya!”

“Di luar yuk, Dim,” tiba-tiba Gilang mengajak, turut keluarkan bungkus rokok.

Dimas hanya menggerakkan kepala sebagai tanda setuju. Kedua cowok yang memakai jaket untuk menutupi seragamnya itu keluar beriringan, meninggalkan Rama. Belum malam, tapi karena selepas hujan udara cukup sejuk dan dingin. Dimas menyembunyikan kedua tangannya di saku jaket.

“Tumben lo ngajak ke sini,” akrab Gilang, asap mengepul ke udara saat ia baru duduk di tangga pintu masuk.

Dimas memilih berdiri, menatap atap yang basah bekas hujan. Pipinya menirus sebelum jawab penuh lugas, “Lagi pengen mikir.”

“Cih.” Gilang injak rokok pertamanya lalu disambung batang ke dua.

“Lo inget cewek yang di kantin?” tanya Dimas.

“Neta?”

“Bukan, nyet!” ngegas Dimas, “ah gue juga lupa namanya.”

Gilang tertawa ngakak, “Haha, emang kenapa sama ceweknya? Suka lo?”

“Itu,” Dimas mengarahkan telunjuknya ke seberang jalan, “gue mau manggil tapi lupa namanya.”

Gilang spontan mengikuti arahan telunjuk Dimas, iya ke seberang jalan, ada seorang gadis yang sedang mendorong sepeda motor. Lebih parah lagi, basah kuyup. Rokok di bibir Gilang langsung jatuh ke tanah sebab ia menganga kaget.

“Aduh, mata gue,” ucap Gilang cepat-cepat menutup matanya.

Dimas yang hafal apa isi pikiran Gilang seketika menoyor pelipis temannya itu, “Dasar setan.”

Rokok yang masih setengah Dimas buang, langkahkan sepatu hitamnya melewati aspal basah sambil berpikir heran. Jalanan ini sepi, kenapa cewek ini sampai sini? Lagi, siapa nama cewek ini? Bagaimana Dimas memanggilnya?

“Hai,” sapa Dimas.

Gadis dengan rambut lepek itu menoleh, wajahnya semrawut basah serta seragamnya yang kuyup tak tertutup apa pun lagi. Wajah lelahnya berubah terkejut, segera kenali wajah Dimas saat itu juga. Hembus kasar gadis itu mengudara bersamaan roliing bola mata indah itu. Uh, Dimas suka.

Beautiful SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang