D; Sembilan

12.4K 855 17
                                    


Berita Dimas memutuskan semua kekasihnya, tentu menyebar luas. Yap, selama lima hari ia menemui satu per satu siswi yang ia pacari. Meski ia bingung, kenapa harus mengikuti aturan dari Reya? Ingat, Dimas tidak suka diatur apalagi oleh orang baru dalam hidupnya. Padahal setelah ia temukan gadis incaran Sullivan bukankah tugasnya sudah selesai?

Tapi sekarang, apa yang Dimas lakukan di luar logikanya sendiri. Dia benar-benar hanya memiliki Siska.

Siska? Perlukah ia melepaskan? Tidak. Karena bukan Dimas jika ia akan melakukan semuanya tanpa rencana. Maka ia tidak salah menjadikan Reya target.

Dimas ... punya rencana.

"Aku kira kamu gak akan dateng."

"Dari perjalanan Bali aku langsung ke sini karena kamu minta. Ada apa, Si?"

Siska menghampiri Dimas yang sudah duduk rapi di sofa ruang tamu. Cowok itu melemparkan senyum lebarnya ketika gadis berponi lucu menempati ruang kosong di sampingnya. Dimas menyelipkan beberapa helai rambut Siska membuat perasaan gadis itu menghangat seketika. Ia begitu rindu tatapan sayang dan usakkan tangan kekar cowok ini. Hingga tanpa sadar Siska meluruhkan air matanya.

"Loh, Si? Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Dimas berubah panik. Dia meneliti wajah Siska serta mengecek suhu badan gadis itu lewat dahinya hingga lehernya.

"Si, jangan nangis. Apa yang sakit?" Dimas sudah berkeringat frustrasi, menangkup wajah Siska lembut.

Tanpa menghentikan tangisnya, Siska menekan dada kirinya, "Di sini, Dim. Sakit."

Pikiran Dimas sudah berkelana ke mana saat Siska menunjukkan rasa sakit yang sangat lebih lewat tangisnya. Apalagi tempatnya itu begitu fital, tepat di jantung.

"Kita ke rumah sakit sekarang," putus Dimas tanpa menghilangkan raut paniknya. Dia sudah siap beranjak berdiri dan akan membopong tubuh kecil Siska. Tapi gadis itu malah mendorong berat tubuh Dimas agar menjauh, sebuah bentuk penolakan.

Bola mata Siska yang berair menusuk hati Dimas secara tidak langsung. Sudah menjadi peringatan bahaya jika Siska menangis di depannya. Sejak dulu Dimas tidak suka melihat Siska menangis.

Dimas memilih diam, kembali merengkuh tubuh Siska dan tidak mau bertanya alasan gadis yang ia sayang itu begitu terluka. Membiarkan Siska menangis walau ia tidak tahan untuk mengepalkan tangan menahan emosi yang bergejolak.

"Tante masih di Bandung?" tanya Dimas merasakan sepi dari sekitar. Rumah ini memang selalu sepi, jarang ia melihat Ane---Ibu Siska menetap di rumah.

Siska mengangguk lemah, masih sesenggukan dalam dekapan Dimas. Mengerti karena Siska sudah mulai tenang, cowok itu menunduk menatap wajah merah Siska. Menyingkirkan rambut yang basah karena air mata.

"Udah? Masih sakit?" tanya Dimas penuh perhatian.

"Jangan tinggalin aku, Dim."

Mendengar itu Dimas mematung bingung. Sebenarnya apa yang mengguncang Siska hingga berucap seperti itu?
Sial, jangan-jangan Siska tau rencananya dan salah paham?

"Dimas?" Siska mendongak, menatap manik Dimas dalam. "Kamu gak akan tinggalin aku, 'kan?"

Perlahan Dimas menarik ujung bibirnya, membentuk senyum menenangkan. Tangannya mengusap air mata gadis itu lembut, tanpa menyisakan setetes pun.

Beautiful SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang