D; Empat belas

11.9K 860 33
                                    

Rumah besar yang biasanya sepi mendadak ramai oleh beberapa orang berseragam. Garis polisi membentang di antara pintu dan lubang besar di mana kaca sudah kosong tak tersisa.

Reya sulit percaya. Sepatu putihnya kini menginjak lantai penuh pecahan kaca. Udara dingin sebabkan hidungnya merah tapi bola matanya belum puas amati keadaan ruangan tersayangnya. Bukan hanya hancur, melainkan berubah suram. Mendongak seraya pejamkan mata lelah, hembuskan napas keluar, Reya sulit tahan air matanya.

"Ya? Polisi temuin ini," ucap seseorang yang baru datang.
Gadis itu membuka mata, tatap cowok di depannya tengah ulurkan satu batu. Tangannya terbalut sarung tangan karet menandakan ia sudah membantu kekacauan ini menjadi lebih reda.

"Temuin apa, Ram?"

Ya, Rama, salah satu teman Dimas. Setelah mendengar jerit panik dan lenguh Reya kesakitan, Dimas segera hubungi semua temannya dan meminta periksa keadaan Reya. Walau awalnya Reya bingung dan canggung, tapi penjelasan bahwa Dimas panik bukan main, Reya bisa terima orang-orang asing ini masuk sekarang.

Jari Rama melepas karet dari batu tersebut, ternyata ditutup kertas bertulisan rapi,

"I lose, you loser," baca Reya.

Telan ludah samar, Reya eratkan posisi selimut di bahunya, mencoba tenang dengan melihat lagi sekitar ruangan.

"Rekaman CCTV gimana?" tanya Reya.

Rama menjawab begitu jeli, "Ruangan ini paling tinggi, jadi sulit tertangkap kamera di luar, lo juga gak pasang di plafon luar. Polisi lagi cari di bagian bawah, karena pasti batu ini dilempar gak jauh dari kawasan rumah lo."

Anggukan kepala mengerti, Reya dekati garis polisi yang tertabrak angin tepat di ujung mengerikan itu. Ia melihat ke bawah, lontarkan satu pendapat, "Mustahil dilempar dari bawah, ini terlalu tinggi."

"So?" tanya Rama.

Telunjuk Reya yang diperban mengarah ke pagar beton di samping bagian rumah, tersenyum sinis, "Gue nyesel gak pasang kawat berduri di sana."

"Woah, gue bakal gak mikir ke sana," celetuk Rama, "gue bakal minta polisi cari CCTV di samping rumah lo."

"Ram," cegat Reya saat cowok itu akan pergi, "gue mau kasih kabar sama Dimas."

"Ah, iya, dia nyuruh lo cepet-cepet kasih kabar. Karena ponsel lo lagi jadi barang investigasi di tkp, lo boleh pake hp gue," Rama merogoh saku untuk ambil ponsel, sekalian carikan kontak Dimas dan tekan ikon panggil.

Karena tangan kanan Reya terbalut perban, terpaksa ia terima gunakan tangan kiri, "Sorry."

Reya berjalan sedikit jauh dari keramaian ruangan, tunggu panggilan diterima.

"Rama? Halo? Gimana?"

Lucu sekali pacar Reya ini. Berdeham tipis, Reya berusaha memanggil tenang, "Dimas?"

"Reya? Sayang? Oh God, thanks!" desah lega Dimas dari seberang, "lo gimana? Ada luka parah gak? Sumpah, gue harus pulang sekarang. Gue lagi pesen tiket, Ya."

"Hey, tenang Dimas, gue cuman kena pecahan kaca, gak sampe mati."

Terdengar Dimas mengumpat kasar, bahkan pukulan pada satu benda turut ribut di sana. Secemas itukah?

Beautiful SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang