Eren terduduk di lantai, matanya terbelalak dan berkaca-kaca, tubuhnya gemetar hebat dan ia berkeringat dingin, ia menggigit jari-jarinya hingga darah mulai menetes sedikit demi sedikit, "beban... Levi bilang aku beban..." gumam Eren dengan pelan, ia memeluk dirinya dengan erat, "beban... Levi tidak butuh aku... aku beban..." gumamnya pelan kembali
Matanya kemudian menangkap sesuatu di depannya, sebuah pisau kecil di dapur, "apa Levi tidak menginginkanku lagi?" Eren berdiri dari duduknya, ia berjalan perlahan menuju dapur, "ayah dan ibu juga tidak menginginkanku..." gumamnya, ia menatap lekat pada pisau di depannya itu, "apa aku harus pergi? agar Levi bisa bahagia"
***
Di dalam kamar Levi menghela kasar, "kenapa aku seperti itu?" gumamnya, ia kini telah sadar seutuhnya dari mabuknya, kenapa bisa-bisanya ia melawan pria dengan penyakit seperti itu? dimana harga dirimu sebagai orang waras?
Tiba-tiba entah mengapa perasaan tidak nyaman menghantui dirinya, ucapan Hanji tentang emosi Eren tiba-tiba teringat begitu saja seperti sebuah alarm, merasa tidak tenang Levi berdiri dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya, dalam hati ia berharap bahwa Eren masih baik-baik saja dan melupakan semua hal yang ia lakukan saat ia mabuk tadi.
Levi tampak melihat ke sekitar ruang tamu dan tidak menemukan Eren disana, apa Eren berada di kamarnya?
Perasaannya semakin tidak nyaman dengan suasana sunyi di dalam apartemennya ini, langkahnya cepat menuju kamar Eren, ia berharap Eren hanya tidur dengan tenang disana.
Levi membuka pintu kamar Eren dengan kasar, saat ia membuka pintu tersebut, ia dapat melihat bagaimana cairan merah menetes pada lantai dari kasur pria brunette itu, Eren terbaring lemas di kasurnya, tangannya telah tersayat oleh pisau yang berada di tangan kanannya itu.
"EREN!"
Panik
Itu perasaan Levi, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, pertama ia harus menghentikan darah yang keluar dari lengan Eren dengan kain, wajah Eren terlihat pucat, Levi masih bisa merasakan nafas yang keluar dan masuk dengan halus pada pria brunette itu, "Eren! bangunlah!" tak kunjung bangun Levi semakin panik, ia segera mengangkat tubuh ramping Eren dan membawanya pada mobilnya
Dengan terburu-buru Levi menginjak pedal gas hingga mobil melaju seperti pesawat di tengah kota yang masih gelap itu.
Levi membawa Eren ke rumah sakit terdekat disana, saat tiba di rumah sakit semua dokter dan perawat tampak terkejut melihat pemilik rumah sakit membawa seseorang di pelukannya
"APA YANG KALIAN LIHAT!? CEPAT BAWA BANGSAL KEMARI!!" teriak Levi menyadarkan semua dokter dan perawat disana, dengan tergesa-gesa semua orang disana langsung panik karena Levi, mereka mencari bangsal yang kosong dengan terburu-buru.
tak lama sebuah bangsal tiba, Levi menaruh tubuh Eren yang lemas pada bangsal, ia menatap nanar para dokter dan perawat yang membawa tubuh Eren semakin menjauh dari pandangannya, hati nya berdegub dengan sangat kencang, nafasnya pun tersengal, keringat bercucuran dari tubuh nya, entah mengapa rasa dingin menyelimuti dirinya sekarang, rasa ngeri dan panik bercampur aduk sekarang, Levi melihat tangan dan bajunya yang telah terlapis oleh darah yang cukup banyak, ia kemudian mengepalkan tangannya, ia menggertakkan giginya dengan sangat kuat, "sialan" gumamnya pelan
***
"kenapa bisa terjadi?" tanya Erwin pada Levi yang duduk pada bangku yang berada di depan ruang operasi Eren, Erwin dapat melihat bagaimana pria dengan OCD itu kini sangat terlihat berantakan dan kotor akan darah
"aku tidak menyangka hal ini akan terjadi..." balas Levi dengan lemas
"kau meninggalkannya?"
Levi mengangguk, "hari ini aku pergi ke bar untuk bersenang-senang, saat pulang entah mengapa Eren terlihat sangat marah padaku... entah apa yang terjadi padaku tadi namun aku membentaknya karena kesal dan meninggalkannya sendiri saat aku mencarinya dia sudah terbaring lemas di ranjangnya dengan darah yang mengalir cukup banyak dari tangannya..."
Erwin terdiam mendengar ucapan Levi, "tenanglah" hanya itu yang bisa ia ucapkan
Levi menjambak rambutnya dengan erat, "ini salahku, aku hampir membunuh seseorang karena keegoisanku"
"tenanglah, itu bukan salahmu" ucap Erwin kembali menenangkan sahabat nya tersebut
"dia akan mati karena aku, seperti ibu" gumam Levi dengan pelan, ia semakin meremas rambutnya dengan erat
"hey, Levi! ini bukan salahmu!"
Levi tampak sangat panik, matanya terbelalak bahkan tubuhnya bergetar, "sialan, kenapa tidak aku saja yang mati?"
Erwin menggertakkan giginya, ia menggenggam erat bahu Levi, "EREN BELUM MATI! KAU MASIH BSIA MINTA MAAF PADANYA!!" bentak Erwin pada Levi
"sir Ackerman" panggil dokter tiba-tiba membuat Levi dan Erwin menoleh
"bagaimana keadaan pemuda itu?" tanya Erwin pada dokter
"untung saja master membawa pria itu tepat pada waktu nya, selang beberapa detik pria itu bisa saja meninggal, pria itu kini tidak apa-apa, dia akan bangun dalam waktu dekat ini" jelas dokter tersebut dengan senyuman
"terima kasih" ucap Erwin dengan senyuman, Erwin menoleh ke arah Levi di belakangnya, "kau dengar? dia belum mati, jangan menyimpulkannya sendiri"
Levi terdiam, ia menghembuskan nafas lega saat dokter mengatakan hal tersebut, "terima kasih"
***
Levi menatap lekat pada tubuh Eren yang terbaring di ranjang itu, ia menatap tangan pria itu yang terbalut perban, hatinya sakit, sakit sekali entah mengapa, Levi mengambil tangan kiri Eren yang terluka itu, menggenggamnya tak begitu erat, ia kemudian mengecup pelan tangan berlapis perban itu, "maafkan aku" gumamnya pelan.
***
Terik matahari menyinari ruangan dengan warna putih yang dominan, mata emerald sayu-sayu terbuka perlahan, pria manis itu merasakan tangannya yang terasa nyeri, apa yang terjadi? apa dia berada di surga sekarang?
"Eren!"
Merasa terpanggil Eren menoleh pada sumber suara tersebut dan mendapatkan Levi di sebelahnya
"kau sudah bangun? kau boleh tidur lebih lagi" ujar Levi dengan senyum simpul
"kenapa menyelamatkanku?" tanya Eren, "biarkan saja aku mati, aku hanya beban untuk kalian semua, kenapa kau tidak membiarkan aku mati dengan tenang saja?"
"tentu saja aku harus menyelamatkan mu..."
"untuk apa? kau tidak menyukaiku kan? aku hanya beban untukmu, kau membenciku karena aku memilihmu sebagai pendampingku, aku tahu aku gila, tapi aku tak segila itu hingga aku salah tentang perasaanku, walau hanya sekedar ilusi dan ingatan semata aku mengenalmu, apa aku tidak bisa memiliki perasaan padamu? apa aku sudah tidak berhak mendapatkan perasaan mu?" suara pemuda brunette itu semakin serak dan pelan, matanya berkaca-kaca menatap pria eboni di depannya itu, hatinya terasa sakit hingga terasa sesak di dalam sana, bagaimana bisa ia mencintai pria itu?
Levi berjalan mendekat pada Eren, ia menatap lekat pada pria yang masih terbaring di ranjang itu, "kau boleh mencintaiku" ujarnya dengan pasti, "kau boleh marah padaku, kau boleh melakukan apapun yang kau mau" Levi menarik tubuh Eren mendekat padanya kemudian memeluknya dengan erat, "kau tidak boleh meninggalkanku, kau tidak boleh mati"
"kenapa? apa kau merasa kasihan pada ku?"
Levi menatap nanar pria brunette itu, ia kemudian mengecup pelan bibir ranum milik pria brunette manis itu, "aku akan belajar untuk mencintaimu"
(TBC)

KAMU SEDANG MEMBACA
Schizoaffective (Levi X Eren)
FanficWarning ! Read Before Regret. Disclaimer © Hajime Isayama Riren (Rivaille x Eren) FANFICTION / FICTION / FIKSI YAOI HOMO BOYSLOVE oooo Schizoaffective / Skizoafektif adalah gangguan mental dimana seseorang mengalami gejala Skizofrenia, seperti ha...