Kelas terasa hening, mata kuliah pengganti hari ini dipegang oleh seorang dosen killer dan dingin, pantas jika para peserta yang menghadiri perkuliahan nampak kelewat fokus. Manfred sendiri sama tidak perdulinya seperti biasa, dia memang tipikal lelaki seperti itu.*Drrt. Drrt. Drrt.*
Ponsel Gia bergetar, satu pesan muncul dilayarnya. Manfred menyadarinya dan memutuskan untuk sedikit mengintip isi pesanya.
Tamara.
Hanya nama tersebut yang dapat dilihat olehnya, selebihnya pemuda itu tidak mengamatinya lebih jauh. Terdapat desir aneh ketika nama Tamara terbaca olehnya, seakan nama tersebut mengandung sengatan listrik yang meskipun tidak menyakiti namun cukup membuat nyeri. Manfred mencoba membaca pikiran Gia. Normalnya prosesi membaca pikiran akan dilakukan melalui mata, tapi Manfred bukanlah orang biasa, atau bisa dikatakan dia bahkan bukan manusia.
Satu kali...
Kedua kali...
Semakin Manfred mencoba, semakin kabur apapun yang coba dibacanya. Selama ini dia hanya mendengarkan keluhan dari Rafael mengenai sulitnya membaca pikiran Gia, malahan akhir-akhir ini baik Rafael maupun Tobi tidak lagi mampu mengganti beberapa ingatan Gia.
Kali ini Manfred merasakanya sendiri. Jika kedua lelaki yang diakui sebagai kakaknya tersebut buta akan perubahan Gia, Manfred justru dapat memperkirakan penyebabnya.
Lelaki ini tanpa sadar terus memperhatikan Gia, hingga gadis ini ijin keluar kelas dengan alasan ingin membuang sisa urin didalam kandung kemihnya. Mata Manfred mengikuti gerak tubuh Gia hingga menghilang dibalik pintu kelas. Dengan tangan kananya, Manfred menggosok pelan dagunya dan sesekali mengepal-ngepalkan tanganya, ia berpikir dan mencoba menajamkan pengelihatanya hingga menembus setiap dinding beton bangunan kampus. Cara ini jauh lebih efektif untuk mengawasi kemana Gia pergi dari pada membaca apa yang ada dipikiran Gia.
Fokus Manfred kini tertuju pada sudut kosong ruangan, persis seperti seseorang yang sedang melamun. Dosen pengajar yang menyadari sikap kurang sopan dari mahasiswanya entah kenapa tidak dapat menegur, atau memang sengaja dibungkam.
Dilihatnya Gia berjalan menaiki tangga untuk menuju rooftop gedung. Tiga orang gadis nampak sedang menunggu Gia sambil bersembunyi.
"Interesting."
Dugaan Manfred benar. Dua diantara ketiga gadis tersebut mulai mencekal tangan Gia dan yang satunya menampari Gia habis-habisan. Mata Manfred memincing saat mencoba menelisik lebih dalam pada gadis yang sedang menampari Gia.
"Shit!"
Manfred menyadari sesuatu, dia langsung melompat dari tempatnya duduk dan berlari keluar tanpa permisi. Tidak jauh dari luar kelas ia bertemu dengan Jimin yang sepertinya sedang menunggunya.
"Kenapa kau diam saja brengsek!!" Bukanya menyapa, Manfred justru mengumpati Jimin yang dengan santainya menyandarkan tubuhnya pada dinding.
"Ada saatnya dimana aku hanya memperhatikan."
"Enyah saja kau tukang usir!" Bentak Manfred tanpa kenal takut.
Jimin mengangkat kedua tanganya dan sedikit menyingkir. Dia menatap penuh arti pada sosok teman lamanya tersebut yang mulai menaiki tangga lalu menghilang.
"Waktu untukmu sudah tiba Araqiel." Ucap Jimin dengan nada rendah sebelum melangkah pergi.
Sebenarnya alasan Manfred mendadak menyusul Gia ke atap adalah aura hitam pada tubuh gadis yang sedang menampari Gia. Auranya terlalu legam, bahkan manusia yang sedang murka sekalipun tidak akan memiliki aura sehitam itu. Manfred tahu dengan pasti bahwa yang seperti itu hanya dimiliki oleh iblis dari kasta tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Devil Obsession [ COMPLETE ✔️ ]
Fanfic[21+] [Mature Content] Pernahkah kalian menyangka akan dipertemukan dengan seseorang yang tidak terduga? Itulah yang terjadi pada Gianna-Han tidak pernah menyangka akan dipertemukan dengan seseorang yang tidak terduga. Jey adalah seorang laki-laki k...