Dua Puluh

7 1 0
                                    

Lima bulan sudah semenjak putusnya hubungan Senja dengan Rendra, itu berarti lima bulan juga ia mengenal sosok cowok konyol yang kini sudah berada di sampingnya. Sekilas Senja teringat tentang kabar beberapa hari yang lalu, Senja mendapatkan kabar bahwa Rendra--mantan kekasihnya itu akan bertunangan dengan Zahra. Lucu ya, ternyata yang berjuang akan kalah dengan yang selalu ada. Di sini Senja menyesal karena dulu ia mempercayai Rendra saat hubungan jarak jauh diantara ia dengan Rendra.

31 Desember 2018, harusnya hari ini ia dengan Rendra sudah resmi bertunangan. Tapi apa daya? Takdir tidak merestui hubungan mereka dan semesta mendukung semua. Tuhan tau apa yang Senja tidak tau. Ya, Tuhan tau bahwa Rendra bukanlah seseorang yang tepat untuk mendampingi Senja di masa depannya. Setidaknya, Senja berterimakasih kepada Tuhan karena memberikan rasa sakit ini diawal.

Gemuruh ombak pantai serta semilir angin kini sudah menerpa kulit Senja. Matahari yang akan kembali pada peraduannya membuat senyum milik Senja terukir dengan indahnya. Senja tau, bahwa ini bukanlah akhir dari segalanya, melainkan langkah awal untuk masa depannya.

Cewek itu menghembuskan napasnya, semua sudah berakhir, rasa sakit itu perlahan tertutup dengan sendirinya, walaupun Senja tau itu belum sepenuhnya. Tapi Senja bersyukur, seseorang yang berada di sampingnya selalu siap untuk menopangnya.

"Indah."

Satu kata meluncur begitu saja dari bibir cowok yang berada di samping Senja, hingga lamunannya buyar seketika.

"Iya." Senja mengangguk menyetujui.

Cowok itu tersenyum, pikirannya sudah berkelana ke mana-mana. Apakah ini sudah waktunya? Ah, mungkin iya. Dirinya tak ingin lagi menunda, sebelum ia kehilangannya. Tidak, ia tidak siap untuk menerimanya.

Lima bulan sudah ia bersama Senja, ia sadar ini bukan lagi perasaan suka melainkan perasaan sayang, mungkin.

"Senja," panggil cowok itu.

Senja menoleh, wajahnya yang terkena sorot langit sore menambah kecantikannya. Membuat jantung cowok itu berdesir dengan hebatnya.

"Iya, Jingga?"

Ya, cowok itu bernama Jingga. Lebih tepatnya Dreons Jingga Dirgantara. Cowok konyol yang selalu Senja ceritakan pada Ayah serta kakaknya. Walaupun Senja sudah tau nama asli Dreons, tapi cewek itu lebih suka memanggilnya Jingga--bukan Dreons, membuat Dreons merasa menjadi sosok spesial dalam hidup Senja.

Dreons menggarukkan tengkuknya yang tak gatal. Sial! Mengapa lidahnya menjadi kelu dan dirinya menjadi segugup ini?

Senja terus memerhatikan Dreons dari tempatnya, menahan tawa detik itu juga. Sungguh, Dreons tidak pantas untuk memasang wajah serius seperti ini!

Dreons berdehem sebentar, menimang kata apa yang ingin ia lontarkan. Bodoh! Kenapa mendadak narasi yang sudah ia siapkan lenyap begitu saja dalam otaknya?

"Jingga?" panggil Senja membuyarkan lamunan Dreons.

"Pacaran yuk!"

Sial! Kenapa kata itu yang harus keluar terlebih dahulu?

Harusnya kan ada kalimat pembukanya dulu, Dreons! Masalah mata kuliah jago, giliran nembak cewek nggak jago! Bego!

Dreons merutuki dirinya sendiri. Sementara Senja mematung di tempatnya. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar sebelumnya.

Dreons menggarukkan tengkuknya. "Ah, Senja ... Anu, maksud aku--"

"Yuk!" potong Senja, mungkin inilah saatnya.

Kini Dreons yang dibuat mematung oleh Senja. Mulutnya terbuka, membuat Senja kesal dibuatnya.

"Mau sampai kapan mulutnya dibuka kaya gitu? Mau sampai aku berubah pikiran?" tanya Senja kesal.

Untuk Jingga✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang