Enam Belas

11 1 0
                                    

Setelah terbongkarnya rahasia Rendra akhirnya Senja memilih meninggalkan cowok itu yang sudah kacau berantakan. Persetan dengan itu, Senja sudah tidak peduli dengan cowok yang tidak memiliki perasaan layaknya Rendra. Tetes demi tetes air mata jatuh pada pipi Senja namun ia memilih untuk membiarkannya saja. Ya, membiarkan rasa sakit itu melebur menjadi satu bersama dengan tangisnya. Senja terus berjalan walau kakinya sudah kelelahan, ia tidak ingin pulang dengan keadaan kacau seperti ini. Senja yakin, papa serta kakaknya sudah tau semua ini maka dari itu Senja memilih untuk menenangkan diri sendiri.

"Brengsek, Rendra brengsek!" 

"Bodoh Senja, kamu bodoh!" ucapnya merutuki dirinya sendiri.

"Kenapa kamu harus cinta sama cowok brengsek kaya gitu? Harusnya dari awal kamu nggak kenal dia!" ucapnya penuh dengan emosi.

"Harusnya dari awal dia nyakitin kamu, kamu tinggalin dia ... bukan malah percaya dia bakal berubah."

"Arrghhhh!" Senja menjambak rambutnya frustasi.

Kacau, benar-benar kacau. Tidak pernah terlintas di pikiran Senja bahwa kisahnya akan berakhir seperti ini. Pengkhianatan, lagi-lagi itu yang menjadi alasan.

"Rendra brengsek!" teriak Senja sambil menendang kaleng kosong yang berada di hadapannya dengan asal.

Tanpa Senja sadari, tendangan pada kaleng yang tak seberapa itu mendarat cantik pada kepala seseorang yang tengah duduk santai di atas motornya hingga membuat sang empu merintih kesakitan.

"Bangsul! Siapa yang ngelempar kaleng sih, nggak tau kena kepala orang apa?" tanya cowok itu entah ke siapa. Merasa dongkol karena kaleng itu sudah melukai kepalanya.

Senja membelalakan matanya, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah dikhianati terkena masalah lagi pula. Cepat-cepat Senja menghampiri cowok itu guna meminta maaf. Saat hampir sudah dekat dengan cowok itu, jantung Senja berpacu dengan cepat, ia takut jika cowok itu lebih galak darinya.

Senja berdehem, menetralkan perasaannya. Walaupun rasa takut lebih mendominasinya.

Cowok itu berbalik, membuat bola mata Senja hampir keluar dari tempatnya. Cewek itu terus merutuki dirinya sendiri, harusnya Senja lebih kencang menendang kaleng itu.

"Kak Denis!" pekiknya.

"Senja!" kaget cowok itu. "Kamu ngapain malam-malam di tengah jembatan kaya gini?" lanjutnya. Merasa penasaran dengan cewek itu.

"Hah? Tengah jembatan?" tanyanya. Lalu Senja melihat ke sekelilingnya, dan benar saja kini ia sedang berada di tengah jembatan bersama Denis.

Denis mengangguk. "Mana penampilan kamu acak-acakan lagi."

Sedetik kemudian Denis tersadar setelah melihat arlojinya sudah menunjukkan pukul 10.35, lalu cowok itu kembali meneliti Senja. Matanya yang sembab, bibirnya yang pucat serta rambutnya yang berantakan membuat Denis meneguk salivanya susah payah.

Benarkan ini Senja, bukan penghuni jembatan?

"Kak Denis?" panggil Senja namun cowok itu tetap diam saja.

"Kak?" panggilnya lagi, Senja melambai-lambaikan tangannya di hadapan Denis. "Kakak baik-baik aja? Kakak nggak kesambet 'kan?" tanya Senja takut.

Merasa kesal karena Denis tak kunjung menjawab, terlintas ide jahil dalam benaknya.

"Kak Denis!" teriak Senja tepat di telinga Denis, membuat Denis hampir terjungkal dari motornya.

"Senja!" bentak Denis, merasa kesal dengan cewek itu.

Senja terkekeh, "kakak kenapa? Kakak baik-baik aja?"

Kenapa? Hey, harusnya yang bertanya kenapa itu Denis.

Untuk Jingga✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang