Dua Puluh Tiga

6 1 0
                                    

Akhirnya, waktu untuk Dreons kembali telah tiba. Masa cutinya telah habis hari ini dan sekarang waktunya ia untuk kembali pada aktivitas seperti biasanya. Kuliah, rasanya Dreons enggan untuk kembali pada kota yang penuh dengan kenangan pahit itu. Terlebih, ia sudah nyaman pada kota ini dan seseorang yang berada pada kota ini. Yogyakarta--di mana cinta itu tumbuh tanpa diminta.

Sekarang yang harus Dreons pikirkan, bagaimana caranya ia berpamitan pada kekasihnya? Haruskah ia pergi tanpa kata perpisahan? Ah, tidak! Itu bukanlah cara yang baik. Tapi, mengatakan kejujuran pun rasanya sangat berat sekali untuk Dreons. Meninggalkan Senjanya? Tidak, Dreons tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya ia tanpa adanya Senja disampingnya.

Ya, Dreons sudah terbiasa dengan kehadiran Senjanya.

Cowok itu meraih ransel hitamnya, memandangnya lurus dengan tatapan kosong yang ada. Berat, haruskah ia kembali ataukah tetap tinggal di sini? Jika ia kembali, sudah pasti ia akan bertemu dengan Vanya--masa lalunya. Jika ia tetap tinggal, bagaimana dengan kuliahnya? Dreons bisa saja pindah, tapi ia tidak ingin merepotkan ayah maupun bundanya.

Ya Allah, Dreons harus gimana?

Dreons menghela napasnya panjang, ia memutar-mutar ponselnya menunggu balasan dari seseorang di seberang sana. Berharap seseorang itu akan mengerti keadaannya.

"Sayang," panggilan lembut itu membuyarkan lamunan Droens.

"Ah, iya, bunda?"

"Jadi, gimana?" Anggraini menatap sendu anaknya.

"Dreons tetap berangkat, bunda." Dreons tersenyum tipis.

Anggraini menghela napasnya. "Kalau kamu mau pindah, bilang sama bunda atau ayah. Biar cepet diurusnya."

Dreons menggeleng. "Nggak, bunda. Nanggung."

"Sayang--"

"Bunda," kata Dreons tak terbantahkan.

Anggraini mengalah. "Ya sudah kalau itu mau Dreons. Kalau Dreons capek, pulang ke bunda ya," katanya penuh harap.

Dreons memeluk bundanya erat, seakan meminta kekuatan pada seseorang yang selalu menyayanginya tanpa jeda.

"Pasti," lirihnya.

Anggraini mengurai pelukannya, lalu menangkup pipi anak laki-lakinya itu.

"Senja gimana?" katanya dengan tatapan jahil.

Sang bunda pintar sekali mencairkan suasana. Dreons memalingkan mukanya, merasa malu kepada bundanya.

Astaga, kenapa jadi kaya cewek gini sih?

"Belum ada balesan bunda." Dreons menatap lesu bundanya.

"Mungkin dia lagi sibuk," ucapnya memberi pengertian pada anaknya.

"Mungkin."

Anggraini mengangguk. "Cepet lulus biar kamu bisa tetep di sini sama bunda."

Ada pengharapan dalam setiap kata sang bunda, Dreons tau bundanya tak akan pernah bisa melepaskannya. Terlebih jika ia harus tinggal serumah dengan seseorang yang sudah merusak keluarga mereka.

"Do'ain ya, bunda ... Biar Dreons bisa bahagiain bunda."

Anggraini tersenyum tulus lalu mengusap puncak kepala Dreons.

"Do'a bunda selalu, sayang."

Dreons memeluk Anggraini kembali. Rasanya ia tidak ingin pergi jauh dari sini. Dreons hanya ingin tinggal di sini. Bahagianya, sedihnya dan lukanya sembuh di kota ini--Yogyakarta. Akankah ia harus meninggalkannya?

Untuk Jingga✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang