Dua Puluh Lima

6 2 0
                                    

"Jadi?" tanya Dreons membuka pembicaraan ketika mereka sudah sampai pada salah satu restoran favoritnya.

Aldi yang asik memainkan ponselnya pun berhenti sejenak, menatap Dreons tak mengerti.

Ini gue yang diajak ngobrol apa si Vanya sih? Batinnya tak mengerti.

Vanya yang sedang mengunyah pun segera menelannya dan menatap Dreons tak mengerti.

"Cowok lo nggak marah jemput gue?" lanjutnya ketika melihat dua orang saling menatapnya bingung.

Oh, si Vanya toh yang diajak ngobrol. Kasian amat dah gue. Berasa jadi jangkrik.

Aldi menganggukkan kepalanya saja. Toh, ia tidak mau tahu urusan mereka berdua--setidaknya untuk saat ini.

Vanya tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Gue udah putus."

Kini Dreons paham, dan dugaannya pun benar. "Kok bisa?" tanyanya berbasa-basi. Padahal ia sudah tahu jika itu akan terjadi.

"Selingkuh," jawabnya singkat.

Dreons hanya mengangguk.

"Nggak apa-apa, semua orang bakal dapet karmanya masing-masing," ucapnya santai.

Aldi tersedak lalu ia segera menyikut lengan Dreons agar mulutnya sedikit difilter.

Vanya menundukkan kepalanya. "Maaf."

"Bukannya gue udah maafin lo dari dulu?" Mata Dreons sedikit memicing.

"Iya, tapi--"

"Nyesel emang selalu datang di akhir, Vanya," katanya lembut. "Gue nggak masalah lo mau nyakitin gue kaya bagaimana pun. Toh, gue percaya bakal ada seseorang yang nyembuhin luka itu."

"Selamat ya, Dre," ucapnya berusaha untuk tersenyum.

Sakit? Jangan ditanya. Bagaimana perasaan kalian jika orang yang kalian cintai sudah mempunyai tambatan hati? Vanya akui ini memang salahnya, tapi tidak adakah celah untuk mendapatkan hati Dreons kembali?

"Terimakasih." Dreons tersenyum tulus.

Aldi berdehem sejenak. "Kayanya gue perlu ke toilet deh. Lo berdua lanjutin aja obrolan kalian."

Setelah mendapatkan persetujuan, Aldi segera ke belakang. Bukan, ia tidak benar-benar ke toilet. Aldi tahu, jika obrolan mereka akan berujung serius dan Aldi tak berhak ikut campur di dalamnya. Dari pada ia menjadi jangkrik, bukankah lebih baik ia memberi waktu untuk mereka berdua menyelesaikan semuanya?

Semoga keputusan gue bener.

"Dreons," panggil Vanya.

Dreons mengangkat sebelah alisnya. "Ya?"

Vanya membuang napasnya sejenak. "Udah nggak ada kesempatan buat gue lagi ya?" tanyanya sendu.

Bukannya Vanya tidak tau diri, tapi Vanya tidak bisa jika tanpa Dreons. Vanya sudah terbiasa dengan Dreons.

Ingin rasanya Dreons memeluk tubuh itu, seperti dulu lagi. Tapi, Dreons tidak bisa.

"Untuk saat ini nggak ada."

"Gue bener-bener minta maaf, Dre. Gue--"

"Kalau lo sadarnya sejak dulu, mungkin gue bakal ngasih lo kesempatan buat kembali." Dreons memberi jeda sejenak. "Jangan buat gue bimbang, Van."

"Gue nggak bermaksud buat lo bimbang, Dre ... Tapi, gue nggak bisa tanpa lo."

Dreons tersenyum kecut. "Lo ngomong gini karena lo udah putus sama dia?"

Untuk Jingga✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang