Matahari sudah kembali ke dalam peraduannya, menyisakan langit dengan gelapnya tanpa bintang dan bulan sebagai cahaya. Cowok dengan jaket berwarna navy sudah siap dengan kunci motornya, berlari menuruni anak tangga dengan lincahnya tidak peduli jika ia akan jatuh bahkan tergelincir karena tidak berhati-hati.
"Dreons, mau ke mana kamu, nak?" tanya seorang wanita paruh baya dengan lembut hingga membuat langkah kaki Dreons terhenti.
"Main," jawabnya singkat.
"Mau ke mana malam-malam seperti ini?"
"Warnet," jawabnya sambil memainkan kunci motornya.
Anggraini menutup majalahnya lalu menghembuskan napasnya lelah. Anaknya ini tak pernah mau berubah. "Dreons, lebih baik kamu di rumah daripada keluyuran nggak jelas kaya gitu."
"Nggak jelas gimana sih, bunda? Dreons nggak cuma main tapi juga kerja."
Anggraini bangkit, menatap Dreons dengan tatapan intens. "Kerja? Keluyuran nggak jelas malam-malam kaya gini kamu bilang kerja? Emang bunda nggak tau kamu ke mana aja?"
"Bunda, dengerin penjelasan aku dulu."
"Mau jadi apa kamu kalau kaya gini terus?"
"Bunda, aku udah gede ... aku berhak nentuin jalan mana yang aku pilih," ucap Dreons tenang.
"Dengan kamu keluyuran nggak jelas kaya gini?"
"Bunda, Dreons bukan cuma keluyuran nggak jelas tapi--"
"Tapi kamu juga ikut balapan, liaran nggak jelas di jalanan. Itu yang kamu bilang udah bisa nentuin jalan yang kamu pilih?"
"Bunda, dengerin Dreons dulu." Dreons menahan emosinya.
"Dari pada kamu taruhin nyawa kamu di jalanan sama ngehabisin waktu kamu cuma buat main game ... lebih baik kamu turutin apa kata bunda sama ayah."
"Dreons nggak cuma balapan liar yang nggak jelas di jalanan, Dreons nggak cuma main game di warnet buat ngehabisin waktu!" ucap Dreons tersulut emosi.
"Dreons, turunin nada bicara kamu!"
"Bunda harus tau apa yang Dreons lakuin selama ini bukan cuma sekadar main-main aja!" Dreons sudah tidak bisa menahan emosinya.
"Dre, bunda tau mana yang terbaik buat kamu," ucap Anggraini sedikit melembut.
Kilatan emosi memenuhi mata Dreons, gemuruh di dadanya seakan segera ingin dikeluarkan detik itu juga. Sesak yang selama ini ia simpan, ingin rasanya segera dilontarkan.
"Tapi bunda nggak tau apa Dreons mau atau nggak! Jangan mikirin egois bunda sendiri, Dreons capek!"
"Bunda ngelakuin ini karena bunda peduli sama kamu, Dreons!"
Dreons tertawa hambar, "iya memang bunda peduli. Tapi apa ayah juga peduli sama Dreons? Nggak, ayah nggak pernah peduli!"
"Dre, ayah kamu--"
"Kenapa, ayah lebih mentingin istri sama anak barunya, iya?" potong Dreons cepat.
Biarlah Dreons dikatakan lancang dan sudah durhaka terhadap Anggraini. Tapi Dreons juga tidak kuat menahan semua ini lagi. Muak, Dreons cukup muak dengan semua topeng yang ia pasang.
"Dreons!" bentak Anggraini dengan tangisnya.
Dreons mengepalkan tangannya, ia benar-benar berdosa dan ingkar janji sudah membuat bundanya menangis.
Dreons terduduk lemas di hadapan Anggraini, suaranya memelan begitu juga pertahanannya runtuh seketika. Ia menangis, ia menangis dalam sesaknya.
"Bunda kenapa izinin ayah buat nikah lagi? Padahal bunda mati-matian buat nahan sakit begitu juga sama Dreons dan Kak Ifa," ucapnya dengan nada parau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Jingga✔
RomansKita adalah kesalah pahaman yang sulit untuk diluruskan. Kita adalah dua orang yang saling menyayangi namun memilih untuk seolah tak peduli. Kita adalah dua orang yang saling mencintai namun memilih untuk saling bungkam tak memberi tau. Dan, pada ak...