Kuputuskan untuk menikahi rindu.
Karena kita sudah tidak mungkin bertemu.
Kau di bulan, aku di bumi.
Kau di keramaian, aku dalam pelukan kesepian.
Kuputuskan untuk menyudahi tawa.
Karena setelahnya tangis bisa berderai derai lamanya.
Kau memilih akal, aku masih dalam kebodohan.
Salah satu puisi yang kutulis di Twitter ini sedikit banyak menggugah nalarku. Rindu pupus sudah karena yang dituju sudah bersanding dengan yang baru. Bahkan sudah berlari meninggalkanku. Sambat sih masih. Itulah kebodohanku. Apakah kamu juga sama? Masih terkurung masa lalu dari cinta yang gagal dan kandas. Lalu masih menyalahkan dirinya yang seharusnya menjadi milikmu?
Manusia butuh cinta. Apapun bentuknya. Mau dari orang lain, pacar, kekasih, pasangan hidup, orang tua, bahkan netizen. Kebayang gak kalau ternyata kamu juga nulis di sini tapi gak ada yang baca. Mau jungkir balik sebagus apa juga tetap tidak terbaca. Sampai bingung sendiri dan bilang,
"Orang-orang ini pada baca apa sih sebenarnya?"
Ya, itulah hidup. Itulah nasib. Ada yang beruntung bisa menemukan solusi dari masalahnya secepat kilat. Ada yang menemukan solusi selambat kura-kura. Mau yang mana saja harus dipahami sebagai bentuk jalan hidup. Tapi badan dan pikiran ini sudah babak belur habis-habisan. Lalu harus bagaimana lagi?
Aku juga sadar tentang itu. Mau tidak mau optimisme harus ada di depan mata. Satu senti tepatnya. Agar terus terbayang dan teringat. Agar terus bisa berjuang dan berjuang lagi.
Tidak ada seorang pun suka kegagalan. Bahkan kegagalan menahun. Dosa apa ya kira-kira? Dosa karena tidak serius menjalani hidup? Duh, rezki memang gak bakal bisa ketukar, kan ya? Aduk saja buburnya dan makan perlahan. Makin hambar juga rasakan saja. Tambah kecap kalau bisa. Kalau gak nemu kecam ya garam juga bisa.
Cinta juga begitu. Sudah empat tahun sejak berpisah masih belum berhasil memantaskan diri untuk siapa pun yang sedang berada dalam angan-angan. Wajahnya saja tidak tahu. Apalagi namanya. Tapi apa berhenti untuk berdoa meminta agar bisa dipertemukan? Tidak dong. Mari terus berdoa dan berusaha. Sembari sambat juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Sambat
Non-FictionIni adalah cerita setiap bab berbeda. Tentang sambatku akan dunia dan juga opini hal lainnya juga. Semua yang kutulis bisa benar bisa salah. Jadi mohon dimaklumi. Apalagi ini non-fiksi berdasarkan penulis sendiri tanpa riset apa pun. Namanya juga sa...