Selama di Jogja sudah 11 tahun sejak pertama kali kuliah, saya selalu bisa berkunjung ke indomart melepas penat. Kalau ramai ya ke alfamart. Selalu bersama teman. Setidaknya teman kos. Kemudian masa-masa itu kini sudah berakhir. Mulai dengan kesendirian panjang yang tidak tahu harus berakhir seperti apa.
Masih berlanjut dari bab sebelumnya, bukti kecemasan itu nyata. Saya akan berpisah dengan sahabat baik. Dia akan ke Jepang. Mengadu nasib. Entah kapan pulang. Masalahnya mungkin akan lama. Dia di sana bersama teman-teman lama saya juga. Walau saya tidak kenal akrab dengan lainnya. Tapi bedanya, saya di sini sendiri.
Sebagai introvert, sulit menemukan teman cerita bertahun-tahun. Saya selalu bisa menangkap mana teman yang suka mengelabui, mana yang suka cari untung sendiri, mana yang tiba-tiba suka hilang entah ke mana dan datang kalau lagi butuh saja. Karena introvert itu sendiri adalah mereka yang memang menyukai hal yang tidak basa-basi. Artinya susah sekali nyambung sama orang lain yang tidak introvert juga atau kalau mau ekstrovert harus yang cocok.
Akhirnya mengenang masa-masa ke indomart bareng atau menghabiskan waktu bareng hanya duduk ngobrol tidak tentu arah.
Selain itu, masalah lain muncul. Saya merasa kalau saya ini bukan teman yang baik. Bukan sahabat baik. Seakan-akan yang dekat dengan saya sulit sekali untuk sukses. Salah satu teman baik, adik kelas satu kos, akhirnya pindah dan bekerja di daerah Jakarta. Sukses dengan pergerakan cepat bisnisnya yang semua bersama saya di Jogja, stagnan. Ini jadi pukulan telak setelah sahabat semasa SMA akhirnya mendapatkan tawaran kerja di Jepang itu.
Kenapa ya? Apa karena memang saya tidak sukses jadi merangkul orang lain untuk menjadi teman dan sahabat itu malah menjadi racun bagi mereka?
Pertama, saya pikir ini berlebihan. Tapi ada benarnya juga. Saya kembali berjuang sendiri. Tidak perlu dukungan. Hanya harus sendiri dan lebih sabar saja menjalankan yang sudah ada. Ya, menjadi seorang penulis.
Kedua, usia memang penentunya. Tidak ada hal yang perlu dirisaukan karena semakin bertambahnya usia maka semakin sendiri. Semakin sepi dan juga semakin ditinggalkan. Karena berbeda dalam hal apa pun.
Ketiga, sedih sih. Harusnya memang sudah menikah saja. Memiliki teman hidup, berbagi bersama, suka dan duka. Tidak lagi bergantung pada yang lain yang tidak bisa satu rumah. Tapi mau bagaimana lagi. Rezki belum siap, apalagi jodoh. Masih jauh sekali bisa diteropong.
Itu cerita sedihku. Sambat hari ini. Indomart sekarang harus kusinggahi sendiri. Tidak ada lagi teman, tidak ada lagi kawan, tidak ada lagi sahabat. Semua harus serba sendiri. Menyelami hari-hari sendiri. Atau, aku harus mencari teman baru lagi saja ya? Semoga ada sahabat baru di tahun-tahun mendatang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Sambat
Non-FictionIni adalah cerita setiap bab berbeda. Tentang sambatku akan dunia dan juga opini hal lainnya juga. Semua yang kutulis bisa benar bisa salah. Jadi mohon dimaklumi. Apalagi ini non-fiksi berdasarkan penulis sendiri tanpa riset apa pun. Namanya juga sa...