Setelah menjadi Ghostwriter, saya mulai mengikuti lomba menulis lagi. Ya, lomba menulis novel yang tidak pernah saya selesaikan. Penyakit perfeksionis selalu datang. Padahal setiap karya layak dibaca kalau sudah selesai. Semakin tidak selesai maka semakin tidak layak dibaca. Selesai dulu baru bisa kita katakan karya. Kurang lebihnya bisa diperbaiki nanti.
Akhirnya dapat gaji tapi ya, tidak penuh karena memang belum final pembuatan buku dari ghostwriter yang saya lakoni. Mulai kembali rizki surut. Perlahan-lahan dan mulai tenggelam. Lalu bagaimana?
Kita semua mengalami ini. Rizki yang mulai tenggelam. Bagi kamu yang bahkan punya gaji bulanan, rizki ini akan terus menurun. Ditandai dengan semakin bertambahnya biaya dan tagihan-tagihan bulanan. Dari tagihan tempat tinggal, air, listrik, internet dan bensin. Belum makan bulanan dan acara jalan-jalan untuk refreshing.
Aku tidak punya kiat jitu untuk ini. Mau membuka keran rizki lainnya, aku juga kehabisan akal. Kebisaanku hanya menulis. Bagaimana caranya agar menulis ini bisa lebih menghasilkan uang? Padahal jelas sekali kalau masyarakat Indonesia tidak gemar membaca. Benar, kan? Duh, pusing gak karu-karuan.
Akhirnya mau tidak mau mulai mengencangkan ikat pinggang. Mulai berhemat, mulai mengurangi makan yang mahal dan mulai makan yang biasa saja. Tidak lagi mengeluarkan uang untuk hal tidak perlu lainnya seperti hal-hal yang saya ingin beli walau bisa beli. Semua harus ditutup perlahan keran-keran pengeluaran.
Ini tidak mudah. Setiap orang pasti pengen beli sesuatu. Setiap bulan pasti pengen jajan, ngemil dan pengen beli hal-hal yang menarik lainnya. Kita seakan sulit sekali lepas dari jebakan-jebakan belanja.
Ya, sambat kali ini masih soal uang. Padahal sudah lama tidak menulis di sini dan masih seputar soal uang. Maaf kalau mulai tidak nyaman membaca ini. Tapi keresahanku memang sama bertahun-tahun yaitu tentang uang.
Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan. Tapi dengan uang kita bisa memenuhi kebutuhan, membayar biaya dan tagihan serta membeli hal pokok untuk tetap terus hidup. Walau mungkin bahagia juga masih jauh dari harapan.
Ayo berhemat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Seribu Sambat
Não FicçãoIni adalah cerita setiap bab berbeda. Tentang sambatku akan dunia dan juga opini hal lainnya juga. Semua yang kutulis bisa benar bisa salah. Jadi mohon dimaklumi. Apalagi ini non-fiksi berdasarkan penulis sendiri tanpa riset apa pun. Namanya juga sa...