ǝɔuǝpuǝdǝᗭ
“Kak, Jiheon keluar dulu yah? Kalau mau mandi, Jiheon udah siapin air hangatnya. Kalau mau sarapan, Jiheon udah siapin Lasagna di atas meja pantry. Kalau mau yang lain minta tolong aja ke Kak Yerin. Dadahh..”
Mengunjungi kediaman Cho tentunya bukan hal asing lagi bagi Yerin. Gadis cantik dengan kulit pucat itu selalu meluangkan waktunya di pagi hari untuk sekadar membangunkan Seungyoun, merapihkan tempat tidur dan menyiapkan pakaian apa yang ingin Seungyoun pakai. Tak heran jika orang - orang sekitar sering menyebutnya sebagai calon istri Seungyoun. Menampik pun percuma. Ketika Yerin tak membenarkan, Seungyoun justru membiarkan. Tidak peduli.
Seperti sekarang ini, Yerin hanya bisa mengelus dada ketika tahu lagi - lagi Seungyoun belum juga terbangun dari tidurnya. Ia jadi berfikir, barusan Jiheon berbicara dengan siapa kalau sang kakak saja masih terlelap seperti ini?
“Lo gak ada niatan buat bangun gitu, Youn?” ujarnya, sambil berlalu melewati Seungyoun. Setelah membuka gorden kamar, barulah ia menarik selimut yang sedaritadi membungkus tubuh Seungyoun tanpa celah. “Tadi malem tidur jam berapa sih?! Kemaren Joy ngasih tau gue kalau lo ada main di pub nya Wooseok. Iyah ‘kan?! Ngaku! Gak ngaku, gue musuhin lo seumur hidup.”
Dengan kondisi setengah sadar, Seungyoun bangkit dari tidurnya. Terduduk lemas dengan mata yang masih setia tertutup. Sesekali ia menguap, sambil berusaha membuka mata dan melihat setiap gerak - gerik yang Yerin lakukan.
“Jam berapa?”
“Sepuluh.”
“Lo datang dari tadi?” tanya Seungyoun lagi. Kali ini matanya sudah benar - benar terbuka dengan lebar. Detik berikutnya ia menerima lemparan kaos oblong berwarna putih dari Yerin.
Alih - alih menjawab, gadis berkulit pucat itu justru mengomel. “Udah dibilangin kalau tidur tuh pake baju. Gorden ditutup tapi jendelanya dibiarin ke buka, ya gimana gak masuk angin? Suhu AC dibiarin rendah, sedangkan lo malah gak pake baju. Lo tuh udah dewasa, Cho Seungyoun. Udah bukan anak tk lagi yang harus di arahin. Lo itu–”
“Iyah.” Seungyoun buru - buru menyela. “Lain kali gue bakal pake baju. Lagian yang ngeliat badan gue cuma lo doang ‘kan?”
“At the moment. Gimana kalau Jiheon liat semua tato yang ada di badan lo?” sahut Yerin, seraya menunjuk beberapa gambar yang terukir jelas di permukaan tubuh Seungyoun. Maniknya menelusuri setiap inci tubuh pemuda yang masih terduduk di atas ranjang itu. Yerin berdecak, menghela napas kala menemukan satu gambar baru di tengkuk belakang sang pemuda. “Seungyoun, lo bikin tato baru lagi?!”
Pemuda yang di teriaki hanya memperlihatkan senyum lebar. Kemudian mengambil handuk yang sedari tadi Yerin pegang. “Iya, hehehe.”
“Habis ini gue mau pergi ke kantornya Kak Seungwoo. Dia pasti punya banyak kenalan tattoo artist ‘kan?”
“Ngapain? Mau ngelabrak tattoo artist langganan gue?”
“Mau bikin tato juga lah. Percaya diri banget deh, Masnya.”
Seungyoun terkekeh sambil menyunggingkan senyum manis yang terkesan menyebalkan. Ya, pemuda tampan itu tahu sekali bagaimana Yerin ketika sudah berurusan dengan jarum suntik. Gadis pucat itu akan sangat ketakutan di kala senja. Dari situ saja sudah cukup menjelaskan bagaimana konyolnya seorang Jung Yerin ini. Terkena sinar matahari saja kulit vampirnya sudah berbintik kemerahan. Apa lagi di tato. Lagi pula Seungyoun sudah melakukan koordinasi dengan Seungwoo untuk merahasiakan identitas para tattoo artist langganan mereka dari siapapun termasuk Jung Yerin dan Han Dongpyo. Meskipun Dongpyo masih berusia tiga belas bulan, setidaknya lambat laun ia akan tumbuh dewasa. Melihat banyak ukiran tato di tubuh sang Ayah, tak menutup kemungkinan untuknya ikut menato juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
•DEPENDENCE ; CSY & JYR•
Fiksi PenggemarCho Seungyoun itu seperti layaknya Zat Psikoaktif. Membuat Yerin berubah menjadi pribadi yang ketergantungan. Entah fisik, ataupun psikologis. Gadis itu tidak menyadari bahwa memabukkannya seorang Cho Seungyoun selama ini. Meski keduanya tahu hubung...