11

280 44 3
                                    


Wonho duduk di bangku depan dengan sebuah foto di genggamannya, kenangan yang menggambarkan kebersamaannya dengan mendiang shownu. Salah satu alasan ia berminat dengan bela diri hingga berhasil mendapatkan penghargaan beberapa kali.

Ia sangat mengerti dengan kondisi Minhyuk beberapa minggu terakhir, kehilangan orang terdekat memang sangat menyakitkan.  Siapapun akan merasa terpukul, menghabiskan waktu hanya untuk mengenang kembali masa lampau yang tinggal cerita.

Jooheon menghela nafas ketika mendapati sosok Wonho yang kuat dengan otot bisepnya terdiam menatap kosong ntah kemana, ia tidak suka dengan keadaan sendu seperti ini.  Takdir memang tidak ada yang bisa menebaknya.

Tangan Kihyun mendarat lembut di bahunya, "bisa bicara sebentar?" tanya Kihyun mencoba menghentikkan perjalanannya dengan Jooheon, "aku tetap tidak ingin membatalkannya, lagipula kenapa kau sebegitu memaksanya?"

"aku hanya punya firasat buruk, heon-ah. Dan sebelum kepergian Changkyun salah satu dari kita juga merasakan hal yang sama" Kihyun terus mencoba berharap Jooheon luluh dengan perkataannya, "aku tidak percaya dengan firasat, jika kau memang tidak ingin ikut maka biar aku saja yang pergi sendiri" Jooheon melengos menuju kamarnya meninggalkan Kihyun yang sudah kehabisan ide untuk mencegah takdir mengerikan yang sudah menanti mereka.

Kedua matanya melirik keluar jendela, mengamati setiap pergerakan Wonho yang tak nyaman. Mungkin ia juga akan begitu jika kehilangan Jooheon. Membayangkannya saja sudah terasa menyedihkan, ia tidak boleh menyerah begitu saja.

...

Minhyuk sudah berdiri di sebuah bangunan yang selalu ramai dengan orang yang berlalu lalang, bersiap untuk lepas landas meninggalkan Seoul.  Ia sedang berada di bandara untuk mendapatkan kabar terbatu tentang Changkyun.

Ia tidak sendiri, ada beberapa keluarga korban yang turut berbaris meminta kejelasan setidaknya untuk mayat korban yang harus di semayamkan dengan layak. Minhyuk turut bergabung dalam barisan yang tidak terlalu panjang.

Tapi seorang nenek di dorong dengan kasar oleh petugas karena mendesak masuk, spontan Minhyuk membantu sang nenek untuk berdiri dan membalas perlakuan petugas tersebut. Kepalan tangannya menghantam dengan kuat hingga menimbulkan luka memar di bibir lelaki berseragam itu.

Sikapnya barusan berujung pada sebuah sanksi, Minhyuk diminta menunggu di sebuah pos keamanan bandara. Duduk berdampingan dengan 'korban' yang terus menatapnya dengan tajam.

Pintu ruangan itu terbuka dengan paksa, Minhyuk menunduk ketika tahu siapa yang ada di balik pintu. Chaerin mendekat dan langsung mengikuti setiap prosedur yang diarahkan oleh pihak keamanan agar Minhyuk bksa segera keluar tanpa masalah lagi.

Chaerin memijat keningnya dengan frustasi dengan sosok Minhyuk yang mengekori sejak keluar dari pos keamanan, "kau sudah gila? Mau kubuat kau masuk penjara? Kenapa melakukan hal bodoh seperti tadi!" bentak Chaerin berada dalam puncak kekesalannya, "kau tidak akan mengerti posisiku".

Jawaban Minhyuk yang terkesan meremehkan membuat Chaerin berjongkok dan menutup wajahnya, sesenggukan dengan bahu yang mulai bergetar karena tak tahan dengan sikap kekanakkan seorang  Lee Minhyuk.

"hei kenapa malah menangis? Tidak malu?" Minhyuk mencolek lengan Chaerin dan tidak mendapatkan respon apapun.

"ayo kita pulang" Chaerin berjalan lebih dulu ketika ajakkan Minhyuk terdengar, mereka saling diam selama perjalanan seperti kedua orang asing yang tak saling kenal.

Mobil terhenti di tepi jalan, Minhyuk menoleh dengan ragu dan memegang tangan Chaerin. "aku tidak akan mengulangnya lagi" ujar Minhyuk dengan nada rendah nyaris tak terdengar, "aku juga merasa kehilangan, aku sudah bilang kalau aku tidak ingin semua ini terjadi.."

DramaramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang