Part 3

82 23 5
                                    

""Pagi ini seperti biasa, aku bangun dengan satu mimpi dan sejuta harapan. Memilikimu dan mengukir kenangan, itulah yang aku impikan."
~alfihidayati"

Arina pov

Setelah selesai mandi aku turun untuk mengisi perutku yang sudah keroncongan. Dari atas sudah tercium aroma masakan bunda yang tidak ada duanya. "Pasti bunda sudah masak"-kataku dalam hati

Belum sempat aku menuruni tangga aku melihat satu sosok perempuan yang sedang membantu bunda masak. Dari bentuk tubuhnya aku paham sekali kalo itu adalah kakakku Anara. Aku memperlambat langkah kakiku " Wahh, alamat kena ceramah ni"- kataku dalam hati lagi

"Jam berapa sekarang ar?" Itu adalah suara mbak anara. Dia bertanya tanpa menoleh. Seperti biasa dengan nada sadisnya. "Tujuh" jawabku malas "Nggak usah ceramah pagi pagi jangan bikin mood orang rusak" aku tau apa yang ingin mbak anara katakan. Ceramahan panjang lebar pastinya langsung saja kupotong ketika mbak anara mau angkat bicara lalu ku tinggal pergi keluar. Tadi sempat kulihat Nadia ponakanku yang tak lain adalah anak mbak anara lagi main di halaman depan sama ayah. Soal mbak anara aku nggak tau bagaimana ekspresinya ketika mendengar ucapanku

"Nadiaaaa, tumben tadi dateng nggak bangunin tante?" Tanyaku padanya
"Tadi langsung main sama eyang jadi lupa deh" katanya menggemaskan

Nadia itu seperti duplikatnya aku. Dia crewet nakal usil nggak bisa diem dan sering bikin siapa saja marah hanya saja dia tidak terlalu emosian sepertiku. Kata nenekku itu karna dulu waktu mbak anara hamil nadia, mbak anara sering sekali bergumam dan merasa heran sama sikap aku yang beda jauh dari saudara saudaranya. Maka dari itu nadia jadi mirip banget sifatnya kek sifat aku. Begitulah mitos dari orang jawa. Aku sebenarnya nggak terlalu percaya tapi mau gimana lagi kluargaku masih kental dengan adat dan budaya jawanya. Dan jika di hubungkan entah kebetulan atau tidak mitos sama faktanya selalu sama.

"Tumben ayah mau ngajakin cucunya main?" Aku menatap heran ayah. Pasalnya ayah jarang sekali ngajak cucunya untuk main.

"Ya sekali kali kan nggak papa ar" hanya itu yang ayah katakan.

"Nadia laper nggak? Masuk yuk kita makan." Aku menggendong nadia masuk.
"Tadi nadia udah makan pancake" kata nadia

"Pancake?" Tanyaku pada nadia. "Dari mana pancake? Mama nadia yang bawa? Perasaan eyang nggak punya pancake?" Tanyaku makin heran

"Iyaa, pancake. Pancake nya enak. Manis. Tadi kata eyang pancakenya dari oma. Om bayu yang nganterin." Jawab nadia

Jadi tadi bayu dari sini. Tumben nggak masuk kamar buat bangunin aku.

"Nadia makan dulu nak, ayo turun." Tak sadar sudah sampai meja makan bunda menyuruh nadia turun dari gendonganku.

Tak lama nadia duduk di sebelah mbak anara.
Saat itu dia sedang mengambilkan nasi untuk nadia.

"Ayah mana ar? Tanya bunda. "Masih di depan bun, tapi tadi udah lagi jalan kesini kok. Oh iya bun, tadi bayu kesini? Tanyaku kemudian

"Iya, dia bawa pancake. Katanya tadi pagi mamanya bikin pancake. "Kamu udah nyobain?" Jawab bunda yang sedang mengambil nasi untuk ayah.

"Eh belum bun. Tumben bayu nggak ke kamar arina bun? Biasanya..."
Belum selesai aku ngomong sudah di potong sama si mak lampir "nggak baik cowok masuk kamar cewek. Lagian kamu itu perempuan bangun harus pagi. Nggak malu sama ayah bunda? Dan satu lagi kamu itu nggak boleh terlalu welcome sama bayu sampe segitunya." Katanya sadis

Jogja & Sepucuk Surat SENJA (SELOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang