Part 15

35 4 0
                                    


"Kata Fatur hati Arina sudah di penuhi dengan nama seseorang. Siapa orang yang di maksud Fatur.." Bayu bergumam dalam hati. Dalam pikiranya kata-kata Fatur dan Papanya masih terngiang jelas.

"Bay!"

"Kenapa si ar? Ngagetin aja lo!" Ucap Bayu tersadar dari lamunannya.

"Lo kenapa? Tumben ngalamun. Lagi mikir? Emang lo bisa mikir?"tanya Arina panjang lebar.

"Ya bisa lah. Gini-gini gue udah nggak bego banget. Lo kira otak gue buat ngapain kalo nggak buat mikir?" Jawab Bayu ketus.

"Kali aja buat pajangan dan kelengkapan. Kan nggak lucu banget tengkorak lo isinya tulang semua,"ejek Arina

"Ya nggak lah,"

"Tapi lo itu ya, punya otak kegunaanya buat mikir tapi kelakuan lo kadang kaya orang yang nggak punya otak dan nggak pernah mikir tau nggak,"

"Terserah lo deh. Eh nanti lo kalo udah sehat banget pulang kerumah gue lagi kan?"tanya Bayu mengalihkan pembicaraan.

"Ngikut apa kata Bunda aja. Kalo nggak nurut nanti paling di ceramahi Mbak Anara panjang lebar," jawab Arina malas.

"Arina kamu nggak papa nak?"teriak seseorang sedikit berlari.

"Bunda? Kok Bunda baru dateng," rengek Arina. Jika sudah ada Bundanya sifat manjanya akan keluar seperti sekarang ini.

"Baru sempet nak, nunggu Ayah pulang dulu terus jalanan macet. Lagian juga kan nggak deket dari Wonosobo ke sini," Irina mencoba memberi pengertian pada anak bungsunya. Walaupun kadang sering marah-marah tapi Irina tipe orang yang khawatiran dan jika dalam keadaan yang seperti ini dia sangat lembut.

"Ekhheemmm..." Arina mengalihkan pandanganya. Ia tak sadar ternyata dirinya telah mengabaikan Brata, Ayah Arina.

"Eh ayahhh.. hhee, udah lama yah berdiri disitu?"tanya Arina cengengesan.

"Menurut kamu?"

"Nah loh Ar, Ayah ngambek," ledek Bayu.

"Kamu ini bay. Senengane nggodain orang tua. Ndak mungkin Ayah ngambek udah tua bay, malu umur," ucap Brata dengan bahasa campur jawa indo.

Lalu semua orang tertawa lepas tak ingat jika mereka sedang berada di rumahsakit.

"Permisi, sudah sehat sekali rupanya ya. Sampai tertawanya sangat nyaring," kata sang Dokter yang menangani Arina.

"Maaf Pak Dokter. Tadi kelepasan, mereka itu emang suka gitu kok," ucap Irina.

"Bapak, Ayahnya Arina?"tanya Dokter menunjuk Brata. Dan Brata hanya mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan sang Dokter.

"Arina sudah boleh pulang. Keadaanya sudah membaik. Dijaga pola makanya dan jangan sampai kedinginan yang berlebihan. Apalagi dinginnya air hujan," Dokter itu berhenti sejenak sebelum akhirnya bertanya kembali.

"Kemarin Pak Dirga mengatakan Arina akan sakit jika terkena hujan. Itu hal yang sangat aneh dalam dunia medis. Tapi tidak menutup kemungkinan si jika Arina mempunyai peristiwa menyedihkan yang berhubungan dengan hujan. Sehingga menyebabkan benci yang berlebihan dan seperti halnya seseorang yang phobia terhadap sesuatu," terangnya panjang lebar.

"Emang ada satu peristiwa dulu dok. Tapi tidak akan saya ceritakan. Terimakasih dok," ucap Brata membenarkan dugaan Dokter.

"Jadi saya juga termasuk phobia sama hujan dok?" Tanya Bayu yang dari tadi hanya memperhatikan.

"Emang kamu juga nggak bisa terkena hujan?"

"Mereka dari kecil selalu bersama dok. Jadi apapun yang terjadi antara salah satu dari mereka pasti akan terjadi juga pada satunya," Irina menjelaskan.

Jogja & Sepucuk Surat SENJA (SELOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang