On The Other Side

2K 344 27
                                    

Barry mendecak malas ketika telinganya menangkap suara gaduh di sekitar. Padahal ia sudah memasang sticky notes di kulkas dan di depan kamar bahwa hari ini ia ingin istirahat penuh atau dalam sebutan lainnya; hibernasi.

Banyaknya tugas sangat menyita waktu istirahat dan tubuh pemuda itu sudah memunculkan berbagai penolakan untuk dieksploitasi lebih lanjut dengan menunjukkan gejala flu dan batuk. Penyakit sepele, tapi sangat mengganggu.

"Mbak, kan saya sudah kasih pesan jangan ganggu–– "

Bukan sosok asisten rumah tangga nya yang didapat, justru sosok familiar yang sudah tahunan ini lama menghilang. Mata Barry yang semula teramat berat untuk dibuka, mendadak jadi sangat segar. Debar jantung nya juga jauh dari kata normal.

"Gianita?" panggil pemuda itu parau.

Gadis berblus putih itu menoleh, "Oh, bangun juga. Kirain mati" jawabnya dingin lalu melanjutkan beberes tumpukan buku-buku ke dalam rak nya.

Seluruh sel-sel tubuh pemuda berkulit tan itu masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi saat ini. Sejak kapan Gian ada di kamarnya? Kenapa mendadak gadis itu datang?

Kenapa Gianita bisa dengan santai nya bicara begitu dengan wajah dinginnya sedangkan Barry rasanya mau teriak frustasi?

"Kamu... Kenapa bisa masuk?" tanya Barry pada akhirnya setelah beberapa menit berpikir. Gian melepas cepolan rambutnya dan duduk di karpet, berhadapan dengan Barry yang meneguk ludahnya kasar. How she managed to be so hot even just untied her bun?

"Your mom letting me in. Tadi ketemu sebelum beliau berangkat kerja"

Kepala Barry mengangguk singkat sementara Gian terus memandangi nya lekat. Jenis tatapan yang bisa membuat siapapun ingin mengubur dirinya sendiri ke dalam tanah saking salting nya.

"Mandi. Aku bikinin sarapan" ujar Gian lalu beranjak dari duduknya.

Secepat kilat Barry menghambur ke dalam kamar mandi, mengusap tubuhnya berulang kali dengan sabun mandi agar wangi – bahkan memakai cologne, suatu kegiatan yang jarang terjadi saat ia di rumah. Biasanya juga kalau hari libur cuma diisi rebahan, main game, makan terus tidur lagi tanpa mandi.

Aroma harum bawang putih yang ditumis memenuhi ruang makan. Pemuda itu menopang kepalanya dengan sebelah tangan, memuja gadis yang membelakanginya saat ini karena sibuk mengolah bahan mentah yang akan menjadi sarapan nya.

Rasa bahagia yang membuncah itu terselip ketakutan yang cukup besar meski Barry berusaha menolak mengakuinya. Sangat aneh seorang Gianita mendadak muncul setelah lama menghilangkan diri dari Barry. Gadis itu pergi tanpa pamit, tanpa memberi kesempatan Barry untuk memeluk dan mengucapkan selamat tinggal.

"Jangan ngelamun terus"

Teguran Gian membawa Barry kembali ke kenyataan. Di hadapannya sudah tersaji aglio olio hangat dengan ekstra rawit, kesukaannya.

"Makasih..."

Barry makan dalam diam tanpa menawari Gian apa yang ia makan karena gadis itu sangat tidak suka pedas. Berbanding terbalik dengannya. Gadis bersurai hitam itu nampak sibuk dengan ponsel yang ia genggam sementara menunggu Barry menyelesaikan makan.

"Aku besok balik ke Seattle – and yes, I've been settled in Seattle from years ago. Maaf nggak kasih tau kamu soal itu..."

"Kamu kesini sebentar banget pasti ada alasan. Kenapa?"

Pemuda itu membalik garpu nya, pertanda selesai makan dan menyilangkan kedua lengan di depan dada. Bersiap mendengar penjelasan gadis di depannya ini. Gian being Gian. Kalau nggak ada hal yang sekiranya penting dan mendesak, dia nggak akan repot-repot turun langsung seperti ini.

Bang Jeff 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang