Rules or Moves

2.2K 354 30
                                    

Here's a double update to celebrate 14k readers! Thank you so much!💚































The fact that she almost being used by another guy makes Dinda scared to death now.

Tubuhnya masih bergetar hebat meskipun tidak ada raut panik di wajahnya, bahkan ekspresi Dinda cenderung datar sekarang. Jeff masih sibuk mengurus sesuatu dengan pihak keamanan komplek dengan Andaru sementara ia menunggu di ruang tengah.

Beruntung Johnny dan Juniya belum pulang, pertengkaran Barry dan Jeffrian nggak harus disaksikan kedua kakaknya. Jelas makin ribet semuanya kalau dua abangnya datang. Jujur, kalau nggak ada Andaru, mungkin Barry harus dilarikan ke rumah sakit karena habis dihajar Jeff. Dari sekian tahun kenal, baru kali ini Dinda melihat Jeff hilang kontrol sedemikian rupa sampai harus dipisahkan Andaru dibantu dengan petugas keamanan.

"Udah pulang si Barry nya, teh"

Suara Andaru membuat si bungsu sedikit tersentak, "Iya..." jawabnya pelan. Pemuda bersurai kecokelatan itu menyodorkan segelas teh hangat, "Nih minum dulu. Lo gemeteran banget" ujar Andaru.

Dinda meneguk setengah isi gelas dan menggumam terima kasih sebelum akhirnya sosok Jeff ikut bergabung. Ada jejak keringat di sepanjang dahi pemuda itu, wajahnya masih terlihat kemerahan – entah karena kepanasan atau masih terbawa emosi masalah tadi.

"Besok-besok nggak usah pake HP, ya? Nggak guna" ujar Jeff ketus. Pandangan matanya mengarah pada Dinda telak. "Coba tadi abang nggak dateng, udah jadi apa kamu?" lanjutnya.

"Bang, bang! Pelan dong jangan langsung ngegas gitu! Ini teteh juga masih nggak stabil kondisinya!" lerai Andaru sebelum Dinda bisa membalas.

Keadaan kembali sunyi beberapa menit sampai akhirnya Andaru beranjak dari duduk dan kembali dengan membawa kotak P3K dari rak dekat dapur. "Teh, obatin nih luka nya Bang Jeff. Ngobrol yang baik lu berdua. Mau berantem lagi gue usir satu-satu" ketus pemuda itu lalu menghilang di balik pintu kamar.

Bukan si bungsu yang beranjak, melainkan Jeffrian yang perlahan mendekat ke arah pacarnya itu. Tubuh Dinda masih bergetar pelan, bahkan tangannya masih tremor saat membuka kotak P3K. Pemuda berlesung pipi itu membiarkan gadis di depannya membersihkan dan mengobati luka di sepanjang punggung tangannya. Sebuah pengingat kalau beberapa menit yang lalu ia hampir menghilangkan nyawa seorang manusia dengan satu tangan. Entah dia kelewat kuat atau Barry yang kelewat lemah.

"Nggak mau jelasin apapun soal hari ini?" tanya Jeff dengan nada penuh tuntutan, tanpa tahu tremor pada tangan pacarnya semakin menguat. "Aku..." Dinda melirik sekilas Jeff yang kini memandangnya lekat-lekat, "kalo pun aku jelasin, ada jaminan abang nggak makin marah?" tanya gadis itu pelan.

"Seenggaknya harus ada alasan yang logis kenapa kamu pergi sama Barry tanpa ngabarin siapapun dan berakhir nggak enak kaya tadi" balas Jeff, masih dengan nada dingin.

Kembali hening

Kini Dinda sibuk menata ulang isi kotak P3K dalam diam sementara Jeffrian tetap mengawasi gadisnya. Terdengar helaan napas berulang kali hingga akhirnya tubuh mungil itu bergetar hebat diiringi isakan kecil yang lolos begitu saja.

"Sekali aja... Aku mau berusaha menyelesaikan masalah sendiri tanpa harus ngebebanin siapapun. Tanpa harus ngerepotin seorang pun... Aku yang bikin masalah, jadi aku yang harus ngelarin semua sampai akhir" jelas Dinda parau.

Jeffrian tetap bergeming di tempatnya, membiarkan Dinda larut sendiri dalam emosi nya.

"Aku sengaja nggak ngasih kabar ke siapapun karena takut pada nggak ngebolehin ketemu sama Barry hari ini, padahal niat aku ketemu dia biar semua masalah selesai hari ini juga. Kita cuma pergi ke salah satu tempat makan langganan pas SMA dulu, di Utara sana. Cuma makan sama ngobrol sebentar terus langsung pulang. Jalanan macet banget makanya sampe rumah kemaleman... Terus yang tadi..."

Bang Jeff 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang