Rearranging

2.6K 378 39
                                    

Barry kira yang dingin hanyalah es dan hawa selepas hujan, ternyata gadis di sampingnya sama dinginnya dengan kedua objek itu.

"Aku dari awal udah bilang. Jangan jatuh cinta sama aku, Barry"

Pemuda jangkung itu tersenyum miris, "Apa aku ada daya buat atur perasaan ini? Apa aku ada daya buat milih harus jatuh cinta sama siapa dan kapan?"

"Apapun itu alasannya. Kita nggak bisa bersama seperti apa yang kamu harapkan"

"Kenapa? Karena temen kuliah kamu itu? Cowok yang baru kenal 5 hari lalu? Siapa namanya? Jeffrian?"

Gadis itu semakin datar saja ekspresinya. Tatapan nya seolah bisa menembus tubuh Barry dengan begitu dingin, "Iya. Karena Jeffrian. Jadi kamu bisa jauh-jauh setelah tau alasannya"

"Nggak semudah itu, Gianita! Kamu anggep apa aku selama ini?! Siapa yang selalu ada waktu kamu butuh?! Siapa yang jagain kamu selama ini? Jeffrian? Bukan! Aku, Gian! Aku!"

Sudah susah-susah dipendam, amarah itu lepas juga pada akhirnya. Wajahnya merah padam dengan kedua tangan terkepal di sisi kiri-kanan tubuhnya. Gadis itu tetap bergeming. Masih sama dingin nya.

"Barry, semakin kamu tua harusnya bisa belajar untuk nggak berharap pada sesuatu yang nggak pasti. Jangan biarin harapan kamu melambung terlalu tinggi. See? Sekarang siapa yang sakit? Kamu kan?"

"Kenapa harus Jeffrian? Kenapa bukan aku?" tanya Barry, tanpa mengindahkan pertanyaan Gianita barusan. "Apa karena dia mirip sama Tevy? Kamu berharap Tevy bisa hidup lewat Jeffrian?"

Pertanyaan Barry sontak membuat ekspresi gadis itu berubah. Wajahnya perlahan memerah, sama-sama menahan amarah. "Itu bukan urusan kamu, Barry"

"Itu urusan aku! Apapun yang menyangkut kamu itu urusan aku!"

"STOP!"

Pekikan gadis bersurai hitam itu berhasil membungkam Barry. Air mata sudah membasahi pipi Gian. Dapat Barry lihat bagaimana lengan gadis itu perlahan bergetar karena serangan tremor.

"Stop. Disitu." ujar Gian penuh penekanan. "Jangan pernah ganggu aku lagi. Jangan coba ganggu hidup aku. Jangan bawa-bawa Tevy ke Jeffrian. Atau kamu bakalan terima akibatnya!"

Selasar temaram itu dihujani suara berisik sepatu hak tinggi Gian yang beradu dengan lantai marmer di bawahnya. Meninggalkan Barry yang masih terdiam di tempat. Manik mata kecokelatan itu hanya bisa memandangi tubuh itu perlahan menjauh, jauh, dan hilang dari pandangan nya.

Kepala itu menggeleng singkat dan menaruh kembali lembaran foto itu pada selipan dompet nya.

Sudah banyak cara menyimpan foto yang baik dan benar, Barry lebih menyukai menaruh foto yang ia anggap sangat berharga di dalam dompet.

Ia tahu sosoknya sudah pergi begitu jauh, namun baginya tetap dekat.

Kenangan nya.

Barry tertawa getir begitu melihat pengemudi mobil sedan itu keluar dan disambut gadis berponi depan yang nampak begitu cantik dalam setelan warna peach nya. Setelah berhari-hari terbiasa melihat Dinda yang hanya berkenan memakai baju tak jauh dari warna hitam, putih dan abu-abu, kenapa baru saat ini gadis itu keluar dengan pakaian warna cerahnya?

Bahkan nampak jelas Dinda merias wajahnya, meski hanya membubuhkan perona warna senada dengan pakaiannya dan lipstik tipis warna merah muda. Cantik. Dinda kelewat cantik hari ini.

Bahkan sepertinya Jeffrian pun setuju. Senyum lengkap dengan sepasang lesung pipi itu tak kunjung luntur semenjak turun dari mobil hingga melepas pelukannya dari sang pacar.

Bang Jeff 2.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang