18 | Merasa Tidak Pantas.

207 16 0
                                    

-Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama!
-#jangan_lupa_vote!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Jangan berharap lebih!
Kamu bisa saja ditakdirkan bertemu, tapi belum tentu ditakdirkan bersatu.”
-HAFIDZ-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

•Senin, 13 Mei•
•Pukul 12:15•
•Hafidzuan's POV•

Selesai menunaikan Shalat Zhuhur di Masjid dekat sekolah, aku dan Raffi berjalan beriringan menuju ruang guru. Karena rencananya, kami dan dua orang adik kelas kami akan meminta uang takziyah pada murid kelas siang.

Sebagian besar anggota Rohis kelas pagi sudah pulang. Jadi yang memintakannya hanya aku, Raffi, Rayna dan Hannafisa. Itu pun sebab kedua gadis itu ada kegiatan BMQ, sehingga bisa ikut membantu kami.

"Fidz, kamu kenapa dah? Lagi seneng banget, kayaknya." tanya Raffi.

"Hm?" Aku melirik singkat ke arahnya. "Bukan apa-apa. Cuma nanti, aku sama keluargaku mau ngunjungin Khair di pesantren-nya."

"Di Hari Senin begini? Emang boleh sama pihak sana-nya?"

"Boleh. Abi 'kan udah bilang ke pengurusnya, kalo kami mau ke sana."

"Loh? Khair mondok-nya nggak di pesantren yang Abimu kerja?"

"Nggak, pesantren-nya agak jauh dari tempat Abi kerja."

"Kenapa gitu?"

"Takutnya Khair diperlakukan beda dan memperlakukan dirinya sendiri beda, karena menganggap dia itu anak dari pengajar di pesantren." jelasku.

Kami sekeluarga tak ingin Khair jadi besar kepala atau jadi merasa lebih dari teman-temannya, karena merupakan putri dari pengajar di pesantren yang ditempatinya.

Terlebih lagi, mungkin beberapa guru atau para temannya akan menjadi agak segan bila berhadapan dengannya. Atau sebaliknya. Mereka merasa Khair bisa diterima di pesantren itu karena posisi Abi.

Karena itu, Khair dimasukkan ke pesantren yang lokasinya lumayan jauh dari rumah. Yang mengakibatkan, kami akan sulit untuk mengunjunginya. Apalagi mengingat polahnya yang menggemaskan, membuat kami tak jarang merindukannya.

Raffi ber'oh'ria tanpa suara, hanya membulatkan mulutnya. "Bagus sih. Tapi jadinya susah dong, kalo mau ketemu?"

"Iya, makanya itu.."

"Kayaknya kamu sayang banget ya, sama Khair?"

Aku mengangguk seraya tersenyum. "Kami sekeluarga sayang banget sama dia. Soalnya Khair 'kan anak terakhir dan anak perempuan satu-satunya."

Selang beberapa menit berjalan sambil berbincang, akhirnya kami sampai di depan ruang guru. Namun tak masuk ke dalamnya, karena akan menunggu Hannafisa dan Rayna terlebih dulu.

"Kalo Hannafisa, sayang nggak?" Kulihat Raffi tersenyum jahil.

Aku sontak mendelik tajam ke arahnya. Bagaimana kalau ada yang mendengarnya? Dan yang lebih mengkhawatirkan, bagaimana jika Rayna atau Hannafisa-nya sendiri yang mendengarnya?

[SFRS1] HAFIDZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang