~•~••~•~••~•~••~•~••~•~
Hanna, itulah nama panggilanku. Membuatku mendambakan kisah 'Imran dan Hannah. Keluarga yang dipilih oleh Allah dan menjadikan keturunan mereka--Maryam--agar menjadi ibu dari Nabi Isa.
Namun di sisi lain, aku bertanya-tanya. Pantaskah perempuan sepertiku mendapat laki-laki sebaik dirinya?
Dirinya memanglah tidak sebijaksana 'Imran, dan tidak pula sesempurna Rasulullah. Namun ia sesederhana Ali.
Aku pun tidaklah seberuntung Hannah, dan apalagi semulia Khadijah. Namun apa aku bisa setabah Fatimah?
Jika saja kuubah keinginanku, yaitu menjadikan kisahku bagaikan Ali dan Fatimah. Apa aku siap menjadi sesabar Fatimah dalam menanti Ali? Dan, lagi pula. Apa ia bersedia menjadi Ali dalam hidupku?
Aku masih mampu menahan pandanganku dari seorang lelaki yang tampan. Namun, mana bisa aku menahan hatiku dari seorang lelaki yang shalih nan sederhana sepertinya?
Dirinya adalah lelaki shalih, yang sangat taat pada agama. Sedangkan aku? Aku hanyalah perempuan yang masih berusaha berhijrah, yang baru saja mengenal agama.
~•~••~•~••~•~••~•~••~•~
•Hannafisa's POV ·on·•
Semuanya berawal sejak saat itu, pertemuan pertama kita.•9 tahun yang lalu•
•Rabu, pukul 11:35•
•27 Maret•Siang ini, aku baru saja selesai mengikuti BMQ (Belajar Mengajar Qur'an). Karena Kakak kelasku baru akan pulang sekitar pukul 11:45, aku dan teman-teman sekelasku pun memutuskan untuk menunggu dulu di saung belakang kantor guru.
Saung tersebut lumayan luas, di samping kanannya terdapat parkiran sepeda dan jika berjalan ke arah kanan dan lurus terus, maka akan terlihat kantin sekolah di sana.
Teman-temanku yang berada di sini pun tidak terlalu banyak. Hanya teman sebangkuku--Sylvia, Kayya, Najiha dan Meyla.
"Assalamu'alaikum," seru seorang ikhwan berpeci hitam ke arah kami.
"Wa'alaikumussalam," jawabku.
"Dek, liat Bu Iin nggak?" tanya ikhwan tersebut pada kami.
"Ih, apaan sih? Tiba-tiba dateng langsung nanya-nanya! Aneh," omel Sylvia yang duduk tepat di hadapanku.
"Eh, Syl …" ujarku tergantung.
"Wassalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumussalam," Baru saja aku ingin membelanya, tapi ia malah memutuskan untuk pergi.
Setelah memastikan ia sudah berjalan agak jauh, aku pun mencoba untuk bicara.
"Syl, kamu gak boleh gitu! Nggak sopan, dia 'kan Kakak kelas kita.." ujarku pada Sylvia."Iya deh, maaf," jawabnya ketus.
Aku menghela napas pelan. Ternyata memang benar, ya. Bahwa Islam itu datang dalam keadaan asing dan akan pulang (ke Akhirat) dalam keadaan asing pula. Contoh kecilnya, Kakak tadi. Ia hanya memakai peci saja, langsung dicap aneh.
Yah, meskipun penampilanku dengannya tidak jauh berbeda. Sudah hampir tiga bulan semenjak aku mengenakan khimar syar'i dan handsock. Itu karena aku baru berhijrah saat kelas 7 semester dua, tepatnya saat aku baru saja balligh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SFRS1] HAFIDZ
Ficção AdolescenteHAK CIPTA DILINDUNGI ALLAH! -Spin off HASNA [Spiritual-Fluff-Romantis] •Best rank: #2/10 in ketaqwaan #5/28 in keimanan #9/38 in takdirAllah #10/20 in anauhibbukifillah #17/85 in istikharah #46/728 in kesabaran #182/2,29k in penantian #328/3,25k in...