4. Kepala Batu

46 7 1
                                    

"Tak akan selamanya hatimu itu membeku, kutub utara aja kadang es nya meleleh karena cuaca, masa kamu nggak bisa meleleh karena aku"

Pemilik kaki mungil dengan sepatu hitam pekat dan kaos kaki setinggi mata kaki itu terus saja melangkah, ia baru saja meninggalkan koperasi sekolah. Diliriknya jam tangan mungil yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya.

"Waduh udah jam sembilan lagi"

Ia terus saja melangkah hingga tepat berdiri di depan kelas XII MIPA 1.

"Waduh keren juga murid kayak aku bisa diterima di kelas unggulan di sekolah ini. Luar biasa Aila tingkatkan" ucapnya lalu menarik nafasnya panjang.

"Assalamualaikum" ucapnya di depan pintu.

"Waalaikumussalam" jawab semua tang ada didalam kelas.

"Sini masuk!!" Panggil seorang guru yang sepertinya wali kelasnya.

"Maaf bu saya telat" ucapnya saat tiba tepat dihadapan guru itu.

"Ya nggak apa-apa, kamu kan murid pindahan itu?"

"Iya bu"

"Ya sudah, kenalin diri kamu sekarang!" Seru guru itu.

Ataila pun menarik napas panjang kemudian menghembuskannya pelan lalu memasang senyum yang luar biasa manisnya, yang pasti dapat melelahkan hati mereka yang melihatnya.

"Baiklah perkenalkan nama saya Langit Ataila Anwa, siswi pindahan dari SMA Global Nusantara. Seneng bisa sekelas sama teman-teman sekalian. Semoga saya dapat berteman baik dengan kalian semua" katanya memperkenalkan diri yang disambut dengan riuh tepuk tangan dan sorakan para lelaki yang merasa senang dengan kehadiran Ataila di kelasnya. Bahkan ada yang berani langsung menggodanya ada pula yang bersiul dan mengedipkan matanya.

Namun, hanya ada seorang lelaki yang tak menghiraukan kehadiran Ataila si siswi baru cantik itu, ia malah merasa bodoh amat bahkan merasa terusik dengan kehadiran Ataila di kelasnya.

"Ya sudah kamu duduk di samping Agizka! " seru Bu Ana_wali kelas mereka.

"Baik bu"

Ia pun melangkah menuju kursi yang diperintahkan.

"Hai" sapa seorang gadis dengan gigi kelincinya.

"Hai" balas Ataila.

"Kenalin gue Agizka Tri Andara, Panggil aja Gizka"

"Langit Ataila Anwa, Panggil nya langit aja"

"Kenapa bisa pindah sekolah? Kan sayang banget udah kelas tiga"

"Ya papa aku tugas dinas ke kota ini jadi kami sekeluarga terpaksa harus ikut pindah juga"

"Bagus deh kita jadi bisa kenal"

Ditengah perbincangan Ataila dengan teman barunya Agizka, suara Bu Ana kembali mengalihkan perhatian mereka berdua.

"Ataila maaf di kelas ini ada peraturan kalau ada murid pindahan harus mematuhi Tata tertib kelas XII MIPA 1 agar kelas ini makin aman" kata bu Ana.

"Kamu boleh minta tatibnya sama ketua kelas, setelah itu tanda tangani terus kembalikan ke ketua kelas"

"Baik bu"

"Kalau gitu ibu ke kantor dulu" ucap Bu Ana lalu meninggalkan mereka.

Seperti biasa di kebanyakan sekolah, jam kosong adalah kemerdekaan bagi para siswa di kelas itu.
Rombongan lelaki pun ada yang mendekati Ataila, sekedar modus yang hanya dianggap sebagai angin lalu oleh Ataila.

"Gizka ketua kelas disini cewek atau cowok?"

"Cowoklah, itu orangnya" jawab Agizka sambil menunjuk seorang pemuda yang sedang sibuk menulis sesuatu.

"Dia" ucap Ataila yang baru menyadari bahwa dia dan pemuda yang menabraknya tadi sekelas. Bahkan dia ketua kelas nya.

"Lo kenal sama dia?" Tanya Agizka heran melihat wajah Ataila yang berubah.

"Nggak kok" jawabnya.

"Kenapa harus dia sih?" Batinnya.

Lama hening hingga akhirnya Ataila kembali membuka suara.

"Gizka... boleh minta tolong nggak?"

"Apa?"

"Ambilin aku tatib di cowok itu yah!"

"Lo aja yang ambil sekalian kenalan sama dia"

"Gizka please" pinta Ataila dengan wajah memelasnya.

"Yaudah deh. Tunggu!" ucap Agizka lalu berjalan menuju bangku Awan.

"Wan gue mau ambilin tatib buat Ataila" ucap Gizka ke Awan.

"Kenapa bukan dia yang ke gue?" Tanya Awan dingin.

"Dia siswi baru wan, cewek lagi pastinya dia malu lah" jawab Agizka yang tak mendapat tanggapan apa-apa dari Awan.

"Awan, lo denger gue nggak sih?" Tanya Gizka mulai kesal yang hanya dibalas dengan sebelah alis cowok dingin itu yang terangkat.

"Ih rese banget sih" omel Gizka lalu meninggalkan Awan munuju bangkunya.

"Gimana Giz?" Tanya Ataila,  ketika Agizka kini duduk di bangku samping Ataila dengan bibir mengerucut.

"Boro-boro dikasi, mending lo aja deh yang minta. Gue muak sama sikap dinginnya sampe sampe beku gue" tutur Gizka sebal.

"Yaudah deh, aku kesan dulu ya"

Ataila pun melangkah menuju bangku cowok songong dan dingin itu.

"Aku mau minta tatib yang bu Ana maksud" ucap Ataila membuka percakapan.
Hening. Tak ada jawaban apa-apa, cowok yang diajaknya bicara bagai batu yang mengabaikannya. Hanya saja batu yang satu ini bisa bernapas. Ralat, cowok itu lebih tepat disebut makhluk kepala batu atau kepala es batu paling tepatnya.

"Hai kamu dengar aku kan?" Tanyanya dengan volume suara yang meninggi, yang membuat cowok itu menghentikan aktivitas tulis menulisnya lalu beralih menatap lekat-lekat mata Ataila seolah memberikan signal peperangan.

"Gue lupa tatibnya di mobil" jawabnya.

Ataila menatap tajam kearah Awan "Ambilin dong! Itukan udah tugas kamu jadi ketua kelas"

"Apa hak lo nyuruh gue?" Tanyanya semakin dingin.

"Aku nggak punya hak buat nyuruh kamu. Tapi itu udah jadi kewajiban dan tanggung jawab kamu" jawab Ataila dengan wajah menantangnya.

Perdebatan kecil pun terjadi antara Awan dan Ataila. Ralat, sepertinya hanya Ataila terbukti karena lawan debatnya hanya terdiam, sesekali menatapnya malas.

"Witsss ada apaan nih, kok ribut-ribut?" Tanya Gazza.

"Elo tuh Wan, kebiasaan dingin banget sama cewek" tambah Gidran

Ya Gazza Muchtar Lutfi dan Gidran Ewaldova adalah dua manusia beruntung yang bisa menjadi sahabat terdekat bagi Awan Khalif Muazzam makhluk dingin dan terkenal cuek itu.

"Ambilin!" Seru Gazza.

"Lo aja yang ambilin, gue sibuk" ucap Awan sambil memberikan kunci mobilnya.

"Nggak usah kamu yang ambil! Aku maunya ketua kelas songong itu yang ambil" potong Ataila.

"Mau lo apaan sih?" Tanya Awan semakin geram.

"Masih kurang jelas?" Tanya Ataila balik.

"Udah-udah, mending Ailanya kebangkunya aja duduk manis, entar pasti bang Awan ambilin kok tatibnya. Percaya ama gue" ucap Gidran sambil menyikut lengan Awan.

"Apaan sih?" Ucap Awan lebih dingin.

Ataila pun kembali ke bangkunya dengan emosi yang meluap-luap, baru kali ini ia menemukan makhluk semenjengkelkan itu. Ingin rasanya ia menjambak rambut Awan menendangnya hingga keluar dari bumi. Namun, ia harus bersabar, ia harus menahan emosinya untuk saat ini.

"Dasar Kepala batu" gerutu Ataila.

Plisss butuh kritikan dan saran dari kalian semua. Aku nggak tahu harus apa tanpa bantuan kalian:(

Awan Dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang